11 Cinta Pertama Leo

Leo terus saja bergelut dengan pekerjaannya sebagai seorang CEO. Dirinya tak punya waktu untuk berpikir tenang. Suara ponsel Leo menginterupsi pendengarannya dan tanpa tahu siapa yang menelepon dia mengangkat telepon tersebut.

"Halo,"

"Halo Leo ...." mata Leo menjadi lebar mendengar suara Nabila.

"Kenapa kau menelepon? Kau sudah tak punya kegiatan lagi?" tanya Leo sambil melihat ke arah jam tangan yang menunjukkan hari belum terlalu siang.

"Tidak, aku ingin mengatakan sesuatu padamu jadi bisakah kau datang menjemputku?" Leo mengembuskan napas panjang.

"Maaf, bukan bermaksud untuk menolak tapi aku tak bisa sekarang. Pekerjaanku banyak." Terdengar embusan napas berat kemudian Nabila berbicara lagi.

"Kalau begitu di rumah saja, aku akan menunggumu." Leo mengumbar senyuman tipis. Ada perasaan bersalah menghinggap di dalam hati pria itu.

"Terima kasih karena sudah mau mengerti aku dan maaf ya,"

"Tak apa-apa. Sampai jumpa di rumah." Telepon ditutup dan Leo kembali bekerja. Suara ketukan pintu memecahkan konsentrasi dan Leo menyuruh si pengetuk agar masuk.

"Tuan, ada seseorang yang ingin bertemu denganmu."

"Katakan padanya aku sedang sibuk. Aku tak ingin--"

"Bahkan saat sahabatmu datang mengunjungi. Leo kau sama seperti biasa selalu arogan." Tampaklah sesosok wanita cantik beserta seorang anak kecil dalam gendongan.

Leo terkejut lalu berdiri menghampiri mereka dengan hangat. "Wenda, bagaimana kabarmu? Dan kapan kau datang? Kenapa tak menghubungiku dulu agar aku juga bisa ke bandara."

"Baru saja dari tadi. Maaf aku tak mengatakannya padamu, jadwal Axton super sibuk kau tahu maksudku bukan?"

"Yah aku tahu. Silakan duduk." Wenda beserta anak kecil itu pun duduk dan mulai berbincang-bincang dengan Leo.

Leo dengan cekatan meminta sekretarisnya untuk membuat teh bagi Wenda. "Kau belum menjawab pertanyaanku, bagaimana kabarmu?"

"Baik. Kalau kau?"

"Baik juga ...." Pandangan Leo lalu beralih pada sosok anak kecil yang sekarang dengan manjanya merengek pada Wenda.

"Apa ini Alexi?" Wenda mengangguk.

"Dia manis sekali. Berapa umurnya?"

"4 tahun. Sebentar lagi dia akan masuk TK." Leo lalu mengeluarkan beberapa permen dan memanggil Alexi.

"Lihat om punya permen di sini? Mau tidak?" Alexi agak enggan menatap Leo dan memandang ke arah Wenda untuk meminta jawaban apa dia boleh mendekati Leo.

Wenda mengumbar senyuman kemudian mengangguk. Alexi pun secara takut-takut mengambil permen itu dan senyuman manis ditampakkan. "Bilang apa Alexi sama omnya?"

"Makacih om." Alexi segera menghampiri Wenda yang langsung dimintainya untuk membuka permen agar dia bisa menikmatinya.

"Aku sudah mendengar kecelakaanmu dan maaf ya aku tak bisa datang menjenguk. Aku juga dengar kalau kau bercerai dengan istri keduamu." Leo mengembuskan napas berat.

"Tak apa-apa semua itu sudah berlalu. Aku sekarang baik-baik saja dan aku juga mendapat seseorang yang lebih baik lagi." Alis Wenda mengerut.

"Mendapatkan seseorang? Apa maksudmu?" Leo menampakkan senyuman.

"Aku menikah lagi Wenda dan dia gadis yang baik. Namanya Nabila, jujur setelah aku bertemu dengannya aku merasa tentram dan membuat aku teringat sama kamu."

"Oh benarkah? Itu bagus. Sekali lagi aku minta maaf ya karena tak sempat berkunjung, tapi kapan-kapan kenalkan aku ya sama istri barumu dan semoga langgeng pernikahannya."

"Amin."

🌟🌟🌟🌟

Di kediaman DeMonte, Nabila menunggu dengan gelisah kepulangan Leo. Dia tak sabar untuk memberitahukan tentang perasaannya meski terkadang dia gundah gulana memikirkan jawaban dari suaminya sendiri. Apakah cintanya akan diterima?

"Aku pulang." Suara Leo membuyarkan lamunan Nabila dan jantung gadis itu bereaksi dengan cepat.

"Se-Selamat datang." Nabila lantas mengambil tas kerja Leo dan melihat wajah gembira dari suaminya itu. Tak biasanya.

"Di mana Kakek?"

"Ada di teras halaman belakang. Ada apa?" Leo tak menjawab dirinya sudah melangkah meninggalkan Nabila yang termangu.

"Kakek," Kedamaian yang dirasakan oleh Adam langsung terganggu dengan kedatangan sang cucu namun melihat raut wajah gembira dari Leo, Adam pun bertanya-tanya sama seperti Nabila.

"Ada apa? Kenapa kau bahagia seperti itu?" tanya Adam begitu Leo telah berada di dekatnya.

"Kakek, aku bertemu Wenda. Dia baru pulang dari Amerika."

"Sungguh? Wah itu kabar yang bagus. Bagaimana kabarnya dan juga Axton?"

"Baik. Hanya saja pas dia bertemu denganku, dia hanya mengajak Alexi tak bersama dengan Axton. Dia bilang Axton sedang sibuk sekarang." Kakek Leo lantas mengangguk sambil tersenyum cerah.

"Oh iya Kakek, dia bilang kalau ada kesempatan, dia akan datang mengunjungi kita. Wenda bilang ingin bertemu dengan Nabila." Sebagai seorang istri dan cucu yang baik, Nabila menghampiri dengan membawa cemilan dan kopi yang memang Adam memintanya untuk dibawakan.

Dia mendengar semua pembicaraan Leo dan Adam, juga agak bingung dengan Wenda. Siapa dia? "Ini Kakek tehnya."

"Terima kasih Nabila." Adam pun menyeruput seiring dengan Nabila melontarkan pertanyaan.

"Leo, Wenda itu siapa?"

"Dia temanku. Baru datang dari Amerika dan nanti dia ingin bertemu denganmu. Dia orangnya baik kok." jawab Leo lalu pergi dari teras belakang menuju kamar.

Nabila diam. Teman? Kalau teman, kenapa Leo sangat bahagia membicarakan Wenda? Adam melihat raut wajah Nabila mengerti dengan pikiran Nabila dan memanggil nama istri cucunya itu.

"Kau kenapa melamun begitu?" Nabila tersengih.

"Tak apa-apa Kakek, aku pergi---"

"Apa kau kepikiran dengan siapa Wenda?" Gadis itu terdiam sesaat dan mengangguk seraya menunduk. Adam membuang napas kasar lalu meminta agar Nabila menemaninya duduk.

"Mungkin Kakek merasa tak enak harus mengatakan hal ini tapi itulah yang sebenarnya terjadi dan kau harus mengetahuinya. Nabila ... sebenarnya Wenda itu adalah ... cinta pertama Leo."

avataravatar
Next chapter