14 Beruntung

"Benarkah?" Axton mengangguk.

"Aku yakin sekarang, pernikahanmu akan langgeng bersama Nabila." lanjutnya sambil memberikan senyuman.

Di dapur, Nabila memberikan jus untuk Wenda yang langsung minum setelah berujar t9erima kasih. "Nabila," Gadis itu menoleh pada Wenda.

"Kau beruntung memiliki Leo sebagai suami. Dia orangnya baik dan selalu menolong orang dalam masalah. Kendati Leo itu agak sombong." Nabila menautkan alisnya kemudian menggelengkan kepala.

"Tidak, Leo tidak sombong. Dia memang baik kok." Mendengar itu Wenda tertawa.

"Kau ini kenalnya belum begitu lama. Asal kau tahu, dulu saat aku kenal dengannya dia itu sombong sekali dan bikin kesal. Aku saja langsung menamparnya karena tak sopan." Sontak Nabila termangu. Suaminya pernah ditampar oleh Wenda.

Takut kalau Nabila akan salah paham Wenda langsung melanjutkan perkataannya. "Jangan salah paham dulu. Aku menamparnya sebab dia menganggapku adalah wanita material. Masa aku bantu Kakek dia mau bayar aku? Harga diriku ada di mana!" kata Wenda berkoar-koar.

"Aku kesal sekali dan aku ingin minta maaf karena sudah menampar suamimu."

"Tak apa-apa kok aku mengerti. Kalau aku berada di pihakmu mungkin aku pun melakukan hal yang sama. Aku senang dia bisa berubah."

"Aku mengerti dan aku gembira juga. Nabila, aku pikir kita akan menjadi teman yang baik. Mau jadi temanku?" Wenda mengulurkan tangannya dan memberikan senyuman pada Nabila yang kini memandang tangan Wenda.

Beberapa saat Nabila terdiam lalu menerima tangan Wenda. "Ya aku mau." Wenda dan Nabila sama-sama tersenyum kemudian membawakan beberapa cemilan untuk tetamu.

Setelah makan malam bersama Axton dan Wenda pamit beserta Alexi yang sudah tertidur dalam gendongan. Dibantu oleh beberapa pelayan, Nabila membereskan semua piring dan mencucinya hingga bersih.

Dia pun ke kamar untuk beristirahat di mana Leo telah menunggu. Melihat Nabila di depan pintu Leo membetulkan posisinya duduk. "Jadi bagaimana?"

"Bagaimana apanya?"

"Bagaimana dengan Wenda dan Axton?" Nabila menggumam tak jelas lalu menatap pada Leo sekali lagi.

"Ya, dia baik. Aku senang bertemu dengan mereka."

"Syukurlah kalau begitu."

"Oh ya Leo kenapa kau tak mengatakan sesuatu?"

"Sesuatu apa?"

"Tentang kau yang ditampar oleh Wenda." Tubuh Leo mendadak bergidik.

"Kata Wenda kau terlalu kurang ajar padanya sehingga dia menamparmu." Leo tertawa getir.

"Ya kejadian itu sudah lama sekali. Tapi lihat, kan aku sudah berubah." Dalam hati Leo merutuk kesal. Beraninya Wenda mengatakan masa lalunya yang memalukan itu.

'Awas saja kau Wenda.'

"Sebenarnya aku tak ingin mendengar hal yang buruk tentangmu. Jujur, aku merasa kurang enak." Ungkapan dari Nabila sukses menyita perhatian dari Leo.

"Kenapa?"

"Karena kau tidak seperti yang aku kenal. Aku sangat tak suka orang menjelekkanmu."

"Baiklah. Aku tak akan membiarkanmu kau mendengar hal buruk tentangku." Seketika memorinya teringat perkataan Axton yang mengatakan dia beruntung memiliki Nabila dan sepertinya perkataan Axton benar.

🌟🌟🌟🌟

Keesokan harinya, Nabila masuk ke kampus dan langsung menghampiri Marco. "Selamat pagi Marco,"

"Selamat pagi, kau terlihat bahagia hari ini. Apa kau sudah bilang tentang perasaanmu padanya?"

"Tidak. Hanya saja aku tak khawatir lagi."

"Khawatir? Maksudmu?"

"Iya, aku memiliki kehkawatiran terhadap--"

"Hei kau!" Nabila sontak menoleh ke asal suara. Dia menemukan Jessica yang segera menarik tangannya.

Marco diam tapi matanya terlihat sangat tajam menatap mereka, was-was jika Jessica melakukan sesuatu pada Nabila.

Begitu menjauh, Nabila didorong kasar tapi tak sampai jatuh. "Dasar gadis jelek! Bukankah aku sudah bilang sama kamu kalau kamu harus menjauhi Marco, kenapa masih lengket saja?!"

"Jessica, sungguh bukan aku bermaksud seperti itu aku dan Marco hanya teman. Di sini tak ada seseorang yang peduli padaku selain Marco,"

"Diam! Jangan banyak alasan. Aku seharusnya tahu bahwa kau tak bisa memegang janjimu."

"Jessica, aku minta maaf. Aku tak punya hubungan spesial dengan Marco, kami hanya teman lagi pula aku punya suami." Mata Jessica membulat lalu tertawa terbahak-bahak.

"Kau bilang apa? Suami? Hei sadarlah! Dengan penampilan seperti ini apa ada laki-laki yang mau sama kamu aduh Nabila ... ternyata selain bodoh kau juga bicaranya ngawur."

"Tapi itu benar kok! Aku punya suami namanya Leo DeMonte!"

"Hei, jangan asal bawa nama orang ya! Leo DeMonte itu orang kaya dan terpandang, memangnya kau pantas bersanding dengan dia! Sudahlah, ingat perkataanku jauhi Marco!" Nabila lalu ditinggalkan oleh Nabila. Raut wajahnya yang sendu menatap punggung Jessica.

"Tapi itu benar aku memiliki suami dan dia Leo DeMonte." Meninggalkan Nabila dan memikirkan perkataannya yang menurut bualan, Jessica tertawa tapi semua itu tak bertahan kala Marco menampakkan diri.

"Eh Marco, ada apa?"

"Sudahlah jangan sok baik di depanku. Jangan pernah melakukan hal ini lagi pada Nabila. Kau ini bukan siapa-siapaku jadi kau tak berhak menentukan siapa yang aku temui atau pun mengobrol dengan siapa pun itu!" Jessica memasang raut wajah kesal.

"Aku bisa tahan kalau kamu bicara sama orang lain tapi tidak dengan Nabila. Kenapa harus gadis jelek itu? Kau selalu menolongnya, apa kau punya perasaan pada dia?"

"Ya, aku suka padanya." jawab Marco spontan. Jessica terdiam sesaat kemudian dia menampakkan wajah marah.

"Katakan padaku apa yang membuatmu tertarik pada dia? Nabila itu tidaklah cantik, ditambah dia itu cacat!"

"Tapi kepribadiannya jauh lebih baik darimu! Dia lebih memikirkan orang lain ketimbang dirinya sendiri bahkan orang yang menyakitinya seperti dirimu. Tidakkah kau malu Jessica, Nabila menganggapmu sebagai seorang teman sekalipun kau memusuhinya."

avataravatar
Next chapter