webnovel

Kematian Kakek Dony

Semuanya berduka atas kematian Presdir dari PT Kusumah Tekstil. Dia Dony Kusumah pendiri sekaligus pemilik pabrik yang sudah berjalan hampir 50 tahun.

Pria paruh baya ini meninggalkan satu menantu beserta satu cucunya. Karena putra semata wayangnya sudah berpulang terlebih dahulu. Semua aset kekayaan dari Dony Kusumah akan jatuh pada cucu satu-satunya Wijaya Kusumah atau akrab disapa Wijin.

Vira, ibu dari Wijin sengaja menyembunyikan pernikahan putranya dengan gadis desa yang sama sekali tak ia inginkan. Baginya wanita pilihan ayah mertuanya tak pantas untuk putranya.

Dengan bayaran yang cukup banyak Vira pun menyuap pengacara keluarga Kusumah. Untuk menyembunyikan pernikahan putranya. Mau pengacara itu pun menuruti keinginan kliennya.

Vira dan Wijin pun pulang dari makam ayahnya dan melihat seorang wanita yang sedang menangis di dekat pintu karena ia tak diizinkan untuk menghadiri pemakaman.

"Sudah, tak usah kau bersandiwara lagi di depanku. Ayahku sudah tak akan membelamu lagi," gerutu Vira pada wanita muda itu sembari berpaling.

"Ibu, aku mohon izinkan aku ke makam kakek sekali saja," pinta Ayana memohon.

"Tidak akan pernah aku izinkan ... ingat kamu itu bukan siapa-siapa hanya benalu saja," tolaknya mentah-mentah.

"Ibu, aku istri dari putramu ...."

Plak

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi wanita muda itu.

"Aku tak pernah mengakui kalau kamu itu istri dari putraku. Kamu itu tak layak untuk putraku. Penampilanmu saja begitu kampungan. Aku heran kenapa ayah bersih keras memilihmu," bentaknya kesal.

Ayana pun hanya meneteskan air matanya sambil memegangi pipi kanannya. Tak hanya pipinya saja tapi, hatinya ikut sakit.

"Sudah, pergi dari hadapanku. Aku muak melihatmu," bentaknya berlalu beranjak dari sana.

Wanita muda itu mencoba menghapus air matanya melihat suaminya yang hanya menjadi penonton saja. Yah, dia Wijin hanya melihat tanpa melakukan apa pun.

Jangankan menolong membela saja tidak. Setelah Vira, ibu mertuanya pergi Wijin pun ikut pergi dari sana.

Ayana mencoba untuk kuat bertahan di rumah bagai Istana ini. Tak ada yang menghargainya di sini kecuali Kakek Dony. Tapi, sekarang Kakek sudah meninggalkannya bagaimana bisa ia bertahan?

Wanita muda itu duduk di sisi kolam renang di bagian tengah rumah itu. Tempat ini biasa ia mengobrol dengan sang kakek.

"Kakek, kenapa engkau meninggalkanku," ungkapnya menangis.

Hanya Kakek Dony yang selalu memperlakukannya dengan baik bahkan selalu menyayanginya seperti ia menyayangi Wijin.

Ayana mengenang masa-masa saat Kakek Dony masih hidup. Ia dan Kakek sering becanda di sini. Wanita itu pun melingkarkan kedua tangannya di kakinya dengan wajah yang bersandar pada kakinya.

"Kakek, aku merindukanmu," gumannya.

Dari jauh Wijin hanya diam terpaku memperhatikan istrinya yang sedang sedih. Ada perasaan kasihan padanya tapi, jujur ia tak bisa melawan kehendak ibunya karena dari dulu ia selalu menjadi anak penurut.

***

Keesokan harinya Ayana pun terbangun ia terkejut saat melihat sekitar kalau ia sudah berada di kamarnya. Ia pun menghembuskan napas panjang.

Wijin memang tak pernah memperlihatkan perhatian padanya akan tetapi, setidaknya Wijin menerimanya walau pernikahan mereka berawal dari perjodohan.

Bahkan Wijin pun memberikan nafkah batin dan lahir padanya. Terbukti saat malam pertama mereka yang selalu Ayana ingat.

"Rasanya aku bingung harus melakukan apa?" tanya Wijin pada malam itu.

"Sekarang aku istrimu Kak, kamu boleh melakukan layaknya suami pada istrinya," jawabku ragu sama-sama bingung.

Wijin pun menghembuskan napas panjang. "Kita ngobrol saja dahulu yah, biar kita tidak canggung," ucap Wijin lagi.

Ayana menganggukan kepalanya. 

"Apakah sebelumya kamu pernah punya pacar?"

Ayana menggelengkan kepalanya.

"Benarkah? Aku yang pertama?" tanyanya lagi.

Sekali lagi Ayana menganggukan kepalanya dengan malu-malu.

"Apakah tak ada laki-laki desa yang membuatmu tertarik?"

"Dari awal Kakek Dony dan Kakekku sudah memberitahu untuk menjodohkan aku dan Kakak. Karena itu aku menjaga diriku untuk Kakak," jawab Ayana menundukan kepalanya.

Sesaat Wijin memperhatikan wajah istrinya pada malam ini. Ia tau ia hanya beberapa kali bertemu dengannya tapi, jujur saja ia tak pernah membayangkan semua ini.

Pada dasarnya semua wanita itu cantik begitu juga istrinya sekarang. Secara perlahan Wijin pun mulai memegang dagu Ayana dengan lembut dan mulai mengecup bibirnya.

Sentuhan pertama suaminya yang berlanjut dengan saling melepaskan pakaian satu sama lain sampai pada malam pertama untuk keduanya. Merasakan perasaan tak bisa ia mengerti untuk Ayana yang pertama kali ia lakukan bersama suaminya.

Walaupun sedikit agak menyakitkan akan tetapi, Wijin menikmatinya. Deru napas diantara keduanya membuat getaran walau belum ada cinta diantara keduanya. Semua menjadi saksi atas pecahnya selaput dara milik Ayana pada malam itu.

Suara ketukan pintu pun mengejutkan menyadarkannya dari kenangan indahnya. Wanita itu pun menoleh ke arah pintu. Seseorang membuka pintu dengan kasar.

"Kamu baru bangun?" tanyanya ketus.

"Iya, Ibu," jawab Ayana beranjak bangun.

"Tak usah jadi pemalas, cepat bangun dan masak yang banyak. Karena akan ada banyak tamu yang datang," perintahnya kasar sembari membanting pintu.

Ayana pun sedikit terkejut dan menghembus napas panjang. Ia memegangi dadanya. Tak ingin membuat ibu mertuanya marah lagi. Ia pun beranjak dan bersiap pergi ke dapur untuk memasak makanan untuk para tamu.

Vira sengaja menempatkan menantunya di dapur dan melarangnya untuk keluar dari sana. Bahkan Nyonya besar itu pun meminta semua Maid yang bekerja di sana untuk menyembunyikan pernikahan putranya.

Jika ada yang melanggar maka Vira akan memecat mereka. Tak hanya memecat saja wanita itu akan melakukan hal yang lebih buruk lagi. Karena tak ingin kehilangan pekerjaan mereka pun menurut.

Ayana pun hanya bisa menurut saja karena ia tak mau para pekerja dipecat karenanya. Sesekali Ayana melihat ke dalam memperhatikan para tamu semuanya orang-orang kaya benar-benar tak sebanding dengannya.

Ayana menghembuskan napas panjang. "Aku memang tak sebanding dengan mereka. Inilah tempatku," gumannya.

Seorang wanita muda pun datang menghampiri Vira. Ia cipika-cipiki.

"Tante, aku ucapkan bela sungkawa atas meninggalnya Kakek Dony," ucapnya.

Vira pun menganggukkan kepalanya. Ada perasaan sedih di dalam hatinya karena ayah mertuanya ikut pergi seperti suaminya.

"Oh iya, ke mana Wijin?"

"Wijin, sebentar lagi ke sini tadi ada hal yang harus ia urus."

Wanita itu pun tersenyum dan melihat sekitar. Semuanya tak berubah sama sekali. Langkahnya terhenti saat melihat Wijin berjalan ke arahnya.

Tanpa aba-aba wanita itu pun langsung memeluk Wijin dihadapan semua orang yang tepat dilihat langsung oleh Ayana.

Seketika Ayana terkejut dengan perlakuan wanita itu yang tiba-tiba saja memeluk suaminya sebenarnya siapa dia? Ada perasaan kesal dalam hati Ayana tapi, ia tak bisa berbuat apa-apa.

Bersambung

Next chapter