15 Kunjungan Tidak Terduga

Jean tidak menjawab Lilia, tapi dia juga tidak menyuruh Kenny menghentikan mobilnya. Sambil tersenyum puas, pria itu kembali mengarahkan perhatiannya pada dokumen di tangannya.

Saat mobil mereka berbelok ke kanan di persimpangan, mobil van di belakang mereka berbelok ke kiri dan menghilang dari pandangan.

Tentu saja, Lilia tidak tahu kalau Kenny hanya mengada-ada soal paparazzi itu.

Ketika mereka tiba di depan rumah Lilia, dia memandang berkeliling untuk memastikan bahwa mobil paparazzi itu sudah pergi sebelum dia keluar dari mobil.

Lilia membungkuk pada Jean. "Terima kasih sudah mengantarku ke rumah, Presiden Jean. Aku akan segera kembali, jadi tolong tunggu di sini." Dia menegakkan tubuh setelah mengucapkan itu.

Jean menatap Lilia lekat-lekat. Mata wanita itu berbinar dengan kelegaan dan bibir merahnya melengkung membentuk senyuman lebar. Cahaya dari lampu jalan menerangi kulitnya yang putih, membuat sosoknya terlihat bersinar di tengah gelapnya malam. Lilia memang layak menjadi model populer. Kecantikannya mampu menggerakkan hati orang lain dan membuat mereka tidak bisa mengalihkan pandangan darinya.

Saat Lilia mengangkat wajah, dia melihat pemandangan yang tidak terduga. Jean menatapnya dengan mata kosong. Lilia sering melihat tatapan serupa dari para fans-nya saat dia sedang tampil sebagai model. Tapi dia tidak percaya kalau seorang Jean Widjaya bisa terpesona oleh wanita sepertinya.

Jantung Lilia berdebar kencang dan dia buru-buru membanting pintu mobil hingga tertutup tanpa menunggu balasan Jean. Perasaan yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata memenuhi hati Lilia.

Lilia menuju pintu depan rumahnya sambil terus berusaha mengurai perasaan aneh ini. Dia begitu tenggelam dalam pikirannya sampai tidak menyadari mobil Porsche hitam yang baru saja memasuki garasi rumah.

"Lilia?"

Langkah Lilia terhenti saat dia mendengar suara itu. Sekali lagi Lilia mengutuki keberuntungannya hari ini.

"Bukankah itu Jean? Apa dia baru saja mengantarmu pulang?" Robert keluar dari mobil Porsche itu dan menatap mobil Jean dengan bingung.

Lilia berbalik ke arah ayahnya, berusaha mencari cara untuk menjelaskan situasi ini. "Um…ini…"

Tadi siang dia bertengkar dengan ibunya soal pernikahan kontrak ini, tapi sekarang ayahnya melihat Jean mengantarnya pulang. Inilah kenapa Lilia tidak ingin Jean mengantarnya pulang!

Melihat Lilia yang salah tingkah, Robert mengambil inisiatif untuk menghampiri mobil Jean. Dalam beberapa detik, Jean sudah keluar dari mobil dan mengikuti Robert.

"…silakan masuk, Tuan Jean. Maaf rumah sedang agak berantakan, kami tidak menyangka kalau Anda akan datang berkunjung." Ucap Robert dengan akrab sambil mengajak Jean masuk ke rumah. Ayah Lilia itu melontarkan tatapan kritis pada putrinya, seolah menegurnya karena membiarkan Jean menunggu di luar.

"Aku tidak keberatan. Permisi, Tuan Robert." Jean berjalan melewati Lilia yang berdiri terpaku. Selama sekejap, Lilia yakin dia melihat senyum terhibur di wajah Jean.

Lilia mengerutkan dahi dengan bingung. Tadi Jean memaksanya makan malam bersama, tapi sekarang dia justru mengunjungi rumahnya. Apa sih yang sebenarnya dia inginkan?

Lilia mengekor di belakang kedua pria itu. Tubuh Jean jauh lebih tinggi daripada ayahnya, dan hari ini dia memakai jas serta celana kain berwarna coklat yang dijahit khusus. Namun berbeda dari pertemuan pertama mereka, kali ini Jean tidak menunjukkan sikap arogan. Dia tampak tenang dan penuh sopan santun, seperti…

…seperti seorang menantu yang sedang berkunjung ke rumah mertuanya.

Lilia buru-buru menghapus pikiran itu. Saat pria angkuh seperti Jean bersikap sopan, itu berarti ada sesuatu yang dia inginkan!

Bertolak belakang dengan tatapan curiga putrinya, Robert mengamati Jean dengan tatapan puas. Sejak pertemuan pertama mereka, dia bisa melihat kalau pria ini menaruh perhatian khusus pada putrinya dan memperlakukannya dengan baik.

"Tuan Jean, selagi kamu di sini, bagaimana kalau kita membahas proyek pembangunan itu sambil minum teh? Ada beberapa perubahan rencana yang ingin aku diskusikan." Robert mengundang Jean dengan sikap ramah.

Jean mengerutkan dahi sejenak, tapi akhirnya dia mengangguk. "…baiklah."

Kecurigaan Lilia semakin bertambah saat melihat sikap patuh Jean. Apa yang direncanakan pria itu kali ini? Apakah pria licik itu berniat memeras ayahnya? Di mata Lilia, Jean sudah dianggapnya sebagai pria berhati licik yang selalu punya niat jahat. Jika pria itu tahu isi pikiran Lilia, dia pasti akan langsung menyuruhnya meralat pikiran itu.

Sementara itu, ibu Lilia mendengar tentang kunjungan putra keempat Keluarga Widjaya dari salah satu pelayan. Sylvia segera mengenakan baju terbaiknya dan bergegas menuju ke ruang tamu. Namun Robert sudah membawa Jean ke ruang kerjanya di lantai dua, meninggalkan Lilia duduk sendirian di ruang tamu.

Lilia menonton ibunya yang sibuk memberikan instruksi pada para pelayan untuk membersihkan rumah dan menyiapkan teh. Dia tidak pernah melihat ibunya memperlakukan seorang tamu dengan penuh perhatian seperti ini.

Lilia bangkit dari kursinya tanpa suara dan berniat untuk kabur ke kamarnya, tapi tepat pada saat itu, Sylvia memanggilnya.

"Lilia! Kamu mau ke mana?! Kita ada tamu penting, jadi kenapa kamu diam saja?!" Omel ibunya sambil menyodorkan nampan berisi satu set poci dan cangkir teh pada Lilia. "Ayo bawakan teh ini ke ruang kerja ayahmu! Kita perlu memastikan Tuan Muda Jean merasa disambut dengan hangat!"

"Kenapa aku juga?! Kalau kamu mau bertemu Jean, pergilah sendirian saja!" Protes Lilia dalam hati. Dia tidak ingin dekat-dekat dengan Jean, tapi wajah garang ibunya menunjukkan kalau dia tidak punya pilihan lain. "…iya." Dengan enggan Lilia menerima nampan itu.

Sepanjang perjalanan pendeknya ke ruang kerja, Lilia harus mendengarkan ibunya yang tidak henti-hentinya menyuruh dia untuk berhati-hati dan tidak menumpahkan apapun. Omelan yang datang bertubi-tubi itu justru membuat Lilia semakin ingin menumpahkan isi nampan itu—dan kalau mungkin, menumpahkannya ke atas kepala Jean yang licik itu!

avataravatar
Next chapter