3 Kau Pria Macam Apa?

Jean tidak mempedulikan ucapan Lilia dan berjalan menghampirinya. Dengan wajah datar, pria itu merebut piguranya dari tangan Lilia.

"Aku memang menyimpan foto calon istriku." Jawab Jean tenang sambil melangkah ke balik mejanya. Dia menyimpan pigura itu di dalam laci mejanya sebelum duduk di kursi bos. Jean menautkan kedua tangannya dan bertanya, "Apa ada yang salah dengan itu?"

Lilia mengerutkan kening dengan bingung. Pria itu masih belum menjawab pertanyaannya. Kenapa Jean repot-repot memajang pigura berisi foto Lilia di atas meja kerjanya?

"Apa kamu sudah lama menunggu? Rapatnya baru saja selesai." Suara Jean yang berat dan stabil tidak menunjukkan emosi apapun. Sepertinya pria itu ingin bersikap seolah kejadian barusan tidak pernah terjadi.

Sebagai tamu di sini, Lilia tidak dapat memaksa Jean menjawab pertanyaannya barusan. Siapa yang tahu apa yang akan dilakukan pria itu bila dia sampai marah? Bisa saja Jean memanggil sekuriti untuk mengusirnya dari gedung ini! Karena itu, Lilia memaksa dirinya tersenyum sopan. "Tidak apa-apa, aku tahu kamu pasti sibuk sebagai presiden Perusahaan Genesis."

"Silakan duduk. Buatlah dirimu senyaman mungkin." Sebagai balasan, sudut mulut Jean terangkat membentuk senyum tipis dan nadanya lebih lunak dari sebelumnya.

Lilia kembali duduk di sofa. Setelah Jean muncul, Lilia merasa ruangan yang sudah seperti lemari es itu kini menjadi sedingin kutub utara. Ujung-ujung jarinya terasa membeku.

"Jadi? Kenapa kamu ingin bertemu denganku?" Jean bertanya sambil mengamati Lilia lekat-lekat. Mata birunya yang tajam seolah dapat melihat ke dalam isi hati Lilia.

Lilia merasa terintimidasi oleh tatapan tajam Jean, tapi dia berusaha untuk tidak menunjukkannya. Wanita itu meminum seteguk air sebelum mulai berbicara, "Kemarin, aku diberitahu ayahku kalau sebentar lagi kita akan menikah."

Mendengar Lilia berbicara soal pernikahan mereka, Jean mengangkat alisnya yang tebal. "Lalu kenapa?" Ucapnya dengan nada kalem, seolah dia tidak merasa ada yang salah dengan menikahi wanita yang sama sekali tak dikenalnya itu.

Lilia diam-diam mengertakkan gigi. Hal pertama yang paling dibencinya adalah diatur oleh orang lain. Hal kedua yang paling dia benci adalah pria yang merasa dirinya paling benar. Jean memiliki kedua hal itu, menjadikannya pria yang paling tidak ingin dinikahi oleh Lilia!

Lilia menegakkan punggungnya dan menampilkan sikap percaya diri. "Presiden Jean, aku merasa kalau pernikahan ini terlalu terburu-buru. Kita baru dua kali bertemu. Bagaimana mungkin aku bisa menikahi orang asing yang baru saja kutemui?"

Mata Jean melebar saat mendengar itu. "Terburu-buru, katamu?" Ucapnya heran. Tampaknya dia benar-benar terkejut. "Tiga bulan yang lalu, Keluarga Widjaya dan Keluarga Pangestu sudah mulai membicarakan rencana kerja sama. Saat itu mereka sepakat untuk merencanakan pernikahan ini. Apakah ayahmu tidak memberitahu kalau bantuan dana itu adalah mas kawin dari Keluarga Widjaya?" Terdapat kejengkelan yang samar dalam suara pria itu.

Tenggorokan Lilia mendadak tercekat. Jadi ternyata ayahnya sudah berencana menjualnya dalam pernikahan ini dari tiga bulan yang lalu. Tanpa mengetahui itu, Lilia berusaha mencari jalan untuk melepaskan diri dari pernikahan kontrak ini. Dia pasti terlihat seperti orang bodoh di mata Jean!

Lilia terdiam selama beberapa saat sebelum memutuskan untuk mengganti taktiknya. Dia mengarahkan tatapan menantang pada Jean.

"Presiden Jean adalah putra keempat Keluarga Widjaya dan pemimpin Perusahaan Genesis yang terhormat. Pria sepertimu bisa mendapatkan wanita mana saja yang kamu inginkan. Lalu kenapa kamu berkenan untuk menyetujui pernikahan kontrak ini?" Lilia berusaha memprovokasi ego Jean.

Tapi Jean tidak terpancing oleh kata-katanya. "Menurutmu pria seperti apa aku ini? Hmm?" Jean bertanya dengan suara ringan.

Ucapan Jean membuat Lilia makin jengkel. Pria seperti apa Jean Widjaya itu? Bagaimana mungkin dia tahu! Dia bahkan tidak pernah bertemu dengannya sebelum ini!

"Aku tidak tahu." Jawab Lilia dingin sambil bersedekap. "Dan itulah masalahnya. Aku tidak ingin menikahi orang yang sama sekali tidak kukenal."

Alis Jean sempat terangkat saat mendengar itu, tapi dia segera menetralkan kembali ekspresinya. "Kalau begitu, kamu hanya perlu mengenalku dan masalahnya terselesaikan, bukan?" Balasnya sambil tersenyum santai.

Lilia mengepalkan tangan dan ingin berteriak, "Ini tidak semudah itu!" kepada Jean. Namun dia menahan diri dengan susah payah. Emosinya tercampur aduk dan pikirannya juga kacau. Dia hanya ingin segera pergi dari sini sebelum dia melakukan sesuatu yang akan disesalinya.

Tapi sebelum Lilia bisa berpamitan, Jean berbicara, "Kalau Nona Lilia tidak menginginkan pernikahan ini, masih ada cara untuk membatalkannya."

Mendengar itu, Lilia langsung mengangkat wajah. Ekspresinya yang putus asa seketika digantikan oleh harapan. Dia begitu bersemangat sampai tidak menyadari tatapan sadis di mata pria itu. Lilia bertanya, "Apa yang bisa kulakukan?"

Bertolak belakang dengan antusiasme Lilia, Jean bersandar ke punggung kursi dan mulai membaca salah satu dokumennya. "Kalau mas kawin itu dikembalikan, maka pernikahannya bisa dibatalkan. Mudah, bukan?"

Harapan Lilia menghilang secepat kemunculannya. Walau dia tidak pernah menjalankan suatu bisnis, setidaknya Lilia tahu kalau bantuan dana sebesar itu tidak mungkin bisa dikembalikan dengan mudah. Apa Jean pikir dia bodoh?

Tok. Tok.

Pintu kantor diketuk dan terdengar suara Kenny, "Presiden, Tuan Tom Wibowo sudah datang. Beliau ingin bertemu dengan Anda."

"Hm." Jean menurunkan dokumennya dan menatap Lilia. Pria itu menunggu jawaban tunangannya.

Lilia membalas tatapannya dengan marah dan pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

avataravatar
Next chapter