19 Apa Ini Mobilmu?

"Nona Lilia, tolong perhatikan foto ini. Apakah Anda menaiki mobil ini kemarin?" Inspektur Marcus mendorong selembar foto ke arah Lilia.

Setelah mengamatinya baik-baik, wanita itu menggeleng. "Tidak."

Jawaban Lilia mengejutkan kedua polisi tersebut.

Detektif Kevin mengerutkan dahi dan mengetuk foto itu. "Nona Lilia, coba perhatikan lagi fotonya. Apakah Anda benar-benar tidak menaiki mobil ini?" Dia bertanya dengan nada mengintimidasi.

Alih-alih mengikuti perintahnya, Lilia justru menengadah dan menatap pria berwajah kaku itu. Matanya dipenuhi kekeraskepalaan. "Detektif, walau Anda menyuruh saya melihat foto ini seratus kali pun, jawaban saya tidak akan berubah. Saya tidak menaiki mobil ini semalam." Jawabnya tegas.

"Jangan berbohong padaku!" Detektif Kevin menggebrak meja dan membuat Lilia terlonjak kaget. "Kami punya saksi mata yang mengatakan kalau ini adalah mobil yang kamu naiki! Jadi kamu lebih baik mengaku sekarang sebelum kami menangkapmu!"

Lilia mengertakkan gigi saat mendengar tuduhan itu. Dia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang kasus ini, tapi dia dipaksa datang ke kantor polisi. Sekarang mereka berusaha membuatnya mengakui kejahatan yang tidak dia lakukan!

"Kalau kamu memang punya bukti kuat, kenapa kamu masih menanyaiku soal ini?" Lilia menyandarkan tubuhnya ke kursi sambil bersedekap. Dia memasang ekspresi penuh percaya diri. "Kamu hanya perlu memunculkan saksi mata ini di depan pengadilan. Untuk apa kamu repot-repot menyuruhku mengaku? Oh, aku tahu kenapa."

Bibir Lilia melengkung membentuk senyuman sarkastik.

"Karena 'saksi mata' yang kamu sebutkan itu palsu. Katakan padaku, memangnya Sara membayarmu berapa banyak untuk memfitnahku seperti ini?" Lilia menatap tajam Detektif Kevin. "Polisi korup sepertimu mempermalukan nama kepolisian."

"Apa katamu?!" Wajah Detektif Kevin menjadi merah padam saat mendengar itu.

Detektif Kevin mengulurkan tangan dan menyambar kerah baju Lilia. Sebelum dia bisa bereaksi, pria itu menariknya mendekat dari seberang meja.

"Uhuk…!" Lilia merasa lehernya tercekik oleh kekuatan pria dewasa itu.

"Hei, hentikan!" Inspektur Marcus berusaha memisahkan mereka, tapi dia kalah tenaga dari Detektif Kevin yang bertubuh kekar. "Kevin! Apa yang kamu lakukan?! Lepaskan dia!"

"Jangan bicara omong kosong!" Detektif Kevin meraung pada Lilia. "Aku tidak dibayar oleh siapapun! Kenapa kamu tidak mengaku saja kalau kamu yang menabrak Sara?! Cepatlah mengaku sebelum kesabaranku habis!"

"Kevin! Henti—"

"Tutup mulutmu!" Detektif Kevin mencengkeram lengan Inspektur Marcus dan melemparnya dengan mudah, seperti seorang anak kecil melemparkan mainannya.

Mata Lilia melebar saat dia melihat tubuh sang inspektur menghantam lantai. Namun dia sendiri tidak dapat melakukan apapun untuk menolong pria itu saat ini.

"Ayo cepat mengaku!" Bentak Detektif Kevin sambil mengguncang tubuh Lilia.

"A-Aku…" Lilia mulai berbicara dengan suara serak, membuat pria itu melonggarkan cengkeramannya. Namun dia melontarkan tatapan menantang pada Detektif Kevin sambil berkata, "…aku menolak. Aku bukan pelakunya!"

Wajah Detektif Kevin berubah semerah tomat dan terlihat urat-urat muncul di pelipisnya. Dia mengangkat sebelah tangannya yang terkepal sambil berteriak, "Dasar wanita—!"

BRAK!

Sebelum otak Lilia bisa memproses suara pintu yang terbuka, dia melihat seseorang berlari menghampiri mereka dan menangkap lengan Detektif Kevin.

"Apakah ini tindakan yang pantas bagi seorang polisi, yang seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat?" Tanya Jean dengan suara sedingin es.

"Hah?! Siapa—?!" Detektif Kevin menoleh dengan jengkel, tapi ekspresinya langsung berubah saat dia melihat Jean.

Detektif itu langsung melepaskan Lilia dengan raut wajah panik. Wanita itu terbatuk-batuk sambil bertumpu di atas meja. Lilia merasa lega karena dia dapat bernafas dengan normal lagi. Sebuah tangan yang besar dan hangat mengelus-elus punggungnya, membantu Lilia menenangkan diri.

"Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Jean dengan suara rendah.

Lilia mengangguk tanpa menoleh ke arahnya. Dia begitu terfokus pada mengatur pernapasannya sampai luput melihat kekhawatiran dalam tatapan Jean.

"T-Tuan Jean Widjaya…sa-saya…saya…saya tidak bermaksud…" Detektif Kevin tergagap sambil perlahan melangkah mundur.

"Beginikah cara seorang polisi meminta keterangan dari seorang saksi mata?" Jean mengarahkan tatapan setajam pisau pada Detektif Kevin. "Dengan mengancam dan menganiaya mereka?"

"Ta-Tapi wanita itu pelakunya…!" Sergah Detektif Kevin sengit.

"Benarkah?" Jean mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya dan melemparkannya ke atas meja.

Setumpuk foto terserak di atas meja, semuanya memperlihatkan mobil Volkswagen hitam yang diambil dari berbagai sudut yang berbeda. Namun apabila diperhatikan lebih dekat, terdapat dua jenis mobil Volkswagen yang berbeda dalam foto-foto itu.

"Mobil yang dia naiki kemarin adalah Volkswagen Passat. Sedangkan mobil yang menyebabkan kecelakaan itu ialah Volkswagen Golf." Ucap Jean datar. "Aku tidak perlu menjelaskan apa artinya itu, kan?"

"Te-Tentu saja!" Inspektur Marcus, yang akhirnya bangkit dari lantai, segera menjawab. "Anda bisa menyerahkan sisa penyelidikan ini pada kami!"

Jean mengangguk puas. "Kalau begitu, aku akan membawa tunanganku pergi…"

"U-Um…maafkan aku, tapi masih ada prosedur yang perlu diselesaikan…" Inspektur Marcus menyela Jean dengan suara kecil.

Jean menatap tajam pria itu, membuat Inspektur Marcus berkeringat dingin dan tubuhnya gemetar. Namun sang inspektur tetap bersikeras menyelesaikan interogasi ini sesuai prosedur. Melihat kekeraskepalaan pria itu, akhirnya Jean mengalah.

"Baiklah. Aku akan memastikan atasanmu mendengar soal ini." Ucap Jean dingin.

Sebelum meninggalkan ruangan, dia sekali lagi melirik Lilia. Wanita itu menatapnya dengan ekspresi bingung, seolah tidak paham mengapa Jean membantunya. Dia ingin menjelaskan semuanya pada Lilia sekarang, namun ini bukan waktu yang tepat. Jean hanya mengangguk padanya sebelum pergi.

Setelah Jean keluar, Inspektur Marcus juga mengusir Detektif Kevin dari ruangan itu. Barulah dia melanjutkan dengan menanyakan beberapa pertanyaan sederhana yang dapat Lilia jawab dengan mudah.

Ketika interogasi itu hampir berakhir, terdengar suara ketukan di pintu. Inspektur Marcus segera membuka pintu dan langsung berhadapan dengan atasan mereka.

"Komisaris Dean, mengapa Anda di sini?!" Inspektur Marcus segera menegakkan punggungnya dan menyilakan pria itu masuk.

Namun Komisaris Dean hanya menggeleng dan meminta pria itu keluar sejenak. Lilia ditinggalkan sendirian di ruang interogasi yang sunyi.

Dia menundukkan kepala dan mulai memikirkan kasus ini. Sara berani memfitnahnya atas kecelakaan ini, bahkan dia sampai menyiapkan mobil yang serupa. Dia pasti sudah merencanakan semuanya. Sekarang, bagaimana Lilia bisa menunjukkan rasa terima kasihnya pada Sara atas 'hadiah' besar ini?

Sepuluh menit kemudian, Inspektur Marcus kembali dengan wajah pucat. Dia membereskan berkas-berkas di atas meja sambil berkata, "Nona Lilia, terima kasih banyak atas kerja sama Anda. Saya minta maaf yang sebesar-besarnya atas kekasaran rekan saya tadi. Kami akan mengumumkan hasil penyelidikan kasus ini secepat mungkin!"

Lilia menatap pria itu dan tersenyum lega. "Terima kasih atas kerja keras Anda, Inspektur. Maaf merepotkan Anda."

"Tidak, tidak, ini bagian dari pekerjaanku. Aku akan mengantar Anda keluar!"

Lilia merasa kalau sikap Inspektur Marcus menjadi sangat sopan setelah dipanggil oleh sang komisaris.

avataravatar
Next chapter