PERINGATAN!
Mengandung adegan dewasa yang 'itu'!
Mohon bagi yang belum cukup umur atau belum layak membaca bacaan seperti ini agar skip saja, ya! 🔪🔪🔪
Langsung lompat ke bab 8 saja!
Cerita ini hanya rekaan dan imajinasi penulis, mohon agar tidak mengikuti hal-hal buruk dalam novel ini!
Karena imajinasi tak seindah kenyataan!
💃💃💃
Terima kasih! 🙏🙏🙏
____________________________________
Sementara Kiriko kini mulai memperlihatkan tanda-tanda akan menggelinjang, tangannya dikeluarkan dan disapukan pada bagian depan perempuan itu dari atas ke bawah. Meninggalkan jejak cairan yang lengket dan panas di permukaan kulitnya yang halus dan putih.
Air liur Kiriko mulai menetes diiringi eluhan dan tubuh yang mengendur perlahan, ia menatap sayu pada sosok pria tampan di depannya.
"Kau benar-benar menyiksaku," ia tersenyum ringkih. Panas dingin dengan perbuatan jahil lelaki itu.
Ryuhei tersenyum datar, tak ada niat untuk memenuhi harapan Kiriko bahwa ia membuatnya merasa terpancing oleh gerakan sensual dan panasnya.
"Masih mau merasakan permainan tanganku?"
Kiriko mengangguk dengan air liur ditelan kuat-kuat.
Tangan kiri Ryuhei kembali turun ke bawah. Tidak dimasukkan ke dalam 'sana', hanya memutar dan mengelus permukaan paling luar pribadi Kiriko. Bulu-bulu halusnya bergetar mengirim sensasi kasar dan menggelitik syaraf dan otak perempuan itu.
Panas! Tubuhku panas sekali! batin Kiriko menahan diri.
Perempuan itu melenguh, dadanya naik turun. Keringat membuat tubuhnya bergerak-gerak gelisah tapi nikmat.
"Ini seperti berada di bibir jurang," ia tersenyum lemah pada si pemilik tangan, matanya mengerjap sayu dengan napas putus-putus.
"Sudah kubilang, aku akan menyiksamu," ia mendaratkan ciuman cepat pada bibir Kiriko. Gerakan yang sama juga diberikan pada lehernya, pundaknya, lalu pada salah satu bagian menonjol perempuan itu. Digigit kecil-kecil pada puncaknya, dan dijilat hingga basah jatuh ke kulit perutnya..
Air liur Kiriko menetes hebat. Hawa panas seperti berputar dalam tubuhnya, membuatnya mulai pusing. Di tambah hawa kamar mandi yang sudah sejak awal menguar, membuat ubun-ubunnya serasa mengeluarkan asap.
"Aahhhhh~~ Ryuhei~ siksaanmu sungguh berat!" ia mencakar punggung lelaki itu, dan ini membuat
Ryuhei mengeryitkan kening tak suka.
Tak ada yang boleh memberikan tanda cinta padanya selain perempuan itu!
Ia menghempaskan tubuh Kiriko, kesal. Dan membuatnya jatuh tertidur ke lantai yang basah. Air shower yang mengalir menerpa wajah Kiriko diubah menjadi mode dingin, membuat kesadaran dan panas tubuh Kiriko menurun dengan cara yang konstan.
"Ryu-Ryuhei..." erangnya lemah, badannya tak bertenaga oleh birahi yang ditarik ulur seperti layangan. Ia ingin menghampiri lelaki itu dan menanyakan apalagi yang salah, tapi kedua kakinya seolah mati rasa. Tak sanggup menopang berat badannya. Dari ujung kaki hingga kepalanya, ia seperti habis dipanggang lalu diceburkan ke laut kutub utara.
"Siksaan berikutnya, kita tak boleh bertemu selama sebulan."
TIDAK!!!! jerit Kiriko dalam hati, karena tenggorokanya sangat kering oleh hawa panas tubuhnya.
Mukanya berubah suram dan pucat.
Air mata hendak kembali membasahi pipi perempuan itu, tapi ia ingat bahwa Ryuhei tak suka dengan wanita lemah dan manja! Ia menahan air matanya dan berpikir apa lagi kesalahannya dengan otak yang kalut dan panik. Masih untung ia tak dibuang olehnya. Lalu, dengan gerakan lemah dan masih dalam keadaan terangsang hebat, ia mengangguk pasrah pada keputusan lelaki itu.
"Selesaikan sendiri. Aku harus berangkat ke kantor sekarang,"
Ryuhei meraih shower, membersihkan dirinya seadanya dan berlalu tanpa memandang Kiriko yang menyedihkan di lantai kamar mandi.
"Kejam..." ucapnya Kiriko berbisik lemah.
Tangan perempuan itu perlahan turun di antara kedua pahanya, memasukkannya ke sana dengan khayalan paling liarnya terhadap lelaki itu. Rasa dingin dan panas silih berganti memenuhi hatinya. Sesekali ia melenguh dengan mata berbinar terpejam. Air dari lantai membuat sebelah pipinya dingin. Dalam hati, ia benar-benar takluk pada kuasa lelaki itu.
Pikiran lain menghilang dari otaknya, tak peduli apa pun. Ia hanya harus bertahan satu bulan, dan bisa merasakan sentuhan lelaki itu lagi. Samar-samar, senyum lemah dan senangnya melengkung pelan diiringi desahan nikmat tusukan jari tengahnya sendiri.
Ryuhei berjalan keluar tanpa peduli pada keadaan perempuan itu. Ia tak memiliki sedikit pun belas kasihan pada siapa pun pasangan kencan singkatnya, dan ia sama sekali tak tertarik.
Jika ada yang membuatnya tertarik saat ini, makanya hanya ada satu dalam pikirannya yang mengganggunya sejak tadi: ponsel Kiriko!
Lelaki ini bergegas meraih ponsel perempuan itu dan memeriksa isi percakapan grup LIME-nya, tak peduli dengan daftar percakapan dari beberapa pria yang mendominasi deretan obrolan yang panjang itu.
"Dijodohkan?" gumamnya berbisik serak, "kita baru bertemu kembali dua hari lalu. Tapi kau sudah ingin lepas dari tanganku lagi?" ia lalu terdiam dengan mata berbinar temaram dan dingin.
Mimik wajahnya sulit untuk dibaca.
***
"Ada apa dengan kakek, sih?" koar Satomi galak.
Di atas meja kerjanya sudah terhampar beberapa profil pria yang akan dijodohkan dengannya.
Ketika ia membuka dokumen itu yang semula dikiranya adalah pekerjaan kantornya, wajahnya membiru dan menutup dokumen itu seolah membanting pintu dengan perasaan kacau balau.
"Itu adalah perintah komisaris Shimazaki-sama, Satomi-san!" asistennya, Tomoko terlihat memucat, lalu melanjutkan dengan nada takut-takut, "beliau bilang, anda harus menemui mereka semua minimal sekali untuk minum teh dan kenalan."
Keningnya bertaut hebat, melipat tangan di dada dan melempar pandangan kesal ke arah sang asisten.
"Kau bosan kerja di sini, ya?"
"Ti-tidak begitu, Satomi-san!" kedua tangan Tomoko gemetar di depan dadanya, antara ingin menyingkirkan dokumen itu dan takut bosnya yang galak akan melemparnya menggunakan tumpukan dokumen itu secara tiba-tiba ke mukanya.
"SINGKIRKAN SEMUANYA SEKARANG!" bentaknya penuh amarah, lalu meraih ponselnya menghubungi Teruo.
Tomoko bergerak seperti percikan api yang dikeluarkan dari pemantik korek api gas, tangannya meraup semua dokumen itu lalu berjalan terbirit-birit keluar ruangan.
"Teruo! Apa-apaan dengan dokumen itu?" ia berusaha menahan gejolak emosi dalam dadanya.
<Ah! Anda sudah melihatnya? Itu adalah piliha terbaik dari kakek anda, Satomi-san!>
"Aku tidak ingin menikah! Berapa kali harus aku katakan agar tua bangka itu mengerti?"
Darah dalam nadi Satomi mendidih.
Mau seperti apa pun tekanan dari kakeknya akan dihadapinya. Lagi pula, sebentar lagi perusahaannya akan menanjak drastis setelah rapat yang dikutinya dua hari lalu membuahkan hasil luar biasa di luar prediksinya.
Sayap perusahaannya akan semakin lebar terbentang, dan kakeknya yang sok kuasa itu tak akan bisa menggapainya! Enak saja menyuruhnya menikah dan menghabiskan masa tuanya yang berharga dengan makhluk egois yang disebut laki-laki! Tidak bisa!
Ingatannya mengenai karyawan departemen pemasaran yang lalu sekilas terbersit di benaknya, ini semakin membuat perasaan Satomi seolah terisi tornado api yang berputar di hatinya. Membuatnya jengkel dengan cara yang sulit untuk diungkapkanya.
<SATOMI-SAN! BELIAU ADALAH KAKEK ANDA! DAN BELIAU BUKAN TUA BANGKA!>
Satomi menghindari teriakan di telepon dengan cara mengulurkan tangannya menjauh dari wajahnya, omelan Teruo masih menyalak nyaring pada pengeras suara. Telunjuk kirinya menutupi telinga kanannya.
Begitu mereda, ia kembali melekatkan ponsel ke telinganya.
"Jika ia bukan tua bangka, jangan memaksaku menikah lagi! Dasar kakek mes*m!"
<SATOMI-SAN!>