Matahari pagi menyinari nona muda, menambah kejelasan pada bibirnya yang sedikit melengkung. Angin lembut menari dengan rambutnya sebagaimana sinar matahari menari dengan senyumannya yang riang. Matanya jernih, seperti danau di hari yang cerah, menggambarkan bayangan pemuda yang ada di depannya.
"Nampaknya kamu sudah mengerti dan menerima untuk membuat taruhan denganku. Lebih baik kamu tidak menarik kata-katamu atau kamu akan menjadi aib sampai-sampai keluargamu tidak bisa tinggal di Kerajaan Naga Nilakandi lagi!"
"Hahaha!" Ling Xi tertawa sebelum menjawab, "Aku, disisi lain, tidak sabar menunggu kejatuhanmu. Aula Ratusan Herbal ini sebagus milikku! Saat itu aku bahkan tidak ingin mengajarkanmu, Tuan dari ruangan ini pasti sudah memberimu pelajaran atas namaku!"
Jika itu terjadi, itu pasti, tentunya, menjadi malapetaka untuk Gu Ruoyun. Lagi pula, ini adalah satu-satunya tempat yang dia miliki sekarang.
Penjaga Toko Zhao memutar matanya pada pernyataan egois Ling Xi tapi dia tidak berkata apa-apa. "Tuan dari Aula Ratusan Herbal ? Maksudmu Nona Gu Ruoyun? Aku penasaran hukuman macam apa yang akan Gu Ruoyun beri pada dirinya? Serius, lupakan tentang mengajari orang lain, anak inilah yang perlu diberi pelajaran," pikirnya.
Luo Yin kuatir tanpa sebab. Dia berbalik ke Gu Ruoyun. "Akankah kamu baik-baik saja?"
"Tolong tunggulah disisiku."
Gu Ruoyun dengan cepat mengalihkan perhatian pada Ling Xi lagi. "Baiklah, bisa kita mulai?"
"Tunggu sebentar!" dia menyela, melihat lawannya dengan skeptis. "Aku takut akan ada kecurangan. Oleh karena itu aku telah mengambil tindakan pencegahan dan meminta bantuan. Silahkan, Nona Yun! Tetua Hun Fei!"
Swoosh!
Seketika setelah dia membuat pernyataannya, cahaya putih melayang turun dari atas udara seperti kelopak bunga yang baru mekar dengan aroma yang masih tersisa. Rambut gadis itu tertiup angin bersama jubah putihnya. Dia seperti malaikat yang turun dari surga. Mereka tersihir oleh kecantikan halus ini, namun mereka juga merasa terdorong untuk mengalihkan pandangan mereka darinya untuk menghindari menodai rahmat ilahi dengan tatapan fana mereka.
Mata Shi Yun memindai kerumunan, namun. Saat dia tidak menemukan apa yang dia cari, keningnya berkerut sedikit.
"Dia bisa terbang?" Mata Gu Ruoyun menyipit pada demonstrasi Shi Yun. "Itu adalah kemampuan yang hanya bisa dimiliki Martial Emperor. Kekuatannya masih jauh sebelum mencapai jajaran itu! Tidak diragukan lagi. Dia bahkan mempelajari rahasia untuk terbang."
Tepat saat itu, kerumunan itu terbagi oleh sekelompok pria yang berbaris dengan Hun Fei berada ditengah. Memimpin pasukan. Perhatiannya jatuh pada Gu Ruoyun. Saat tatapannya menemukannya, gelombang niat membunuh keluar dari seluruh tubuhnya seketika seolah udara pecah karena kehadiran mematikan dan kejamnya.
"Gu Ruoyun, sebanyak aku ingin mencapai skor kita, hari ini aku disini mengenai masalah Tuan Ling. Kamu harus tahu bahwa duel hari ini adalah pertarungan hidup dan mati. Kedua pihak akan menandatangani surat perjanjian kematian. Hanya nasib yang menentukan siapa yang harus hidup dan siapa yang harus mati. Tidak ada yang boleh ikut campur!"
Orang-orang berkumpul disini karena akan ada pertarungan antara dua klan berkuasa tapi tidak ada yang menyebutkan surat perjanjian kematian! Apa maksudnya bahwa duel itu hanya bisa diakhiri saat salah-satu dari mereka mati. Satu-satunya cara seorang pecundang selamat dari pertarungan ini adalah jika kemenangan kasihan dan melepaskan nyawa lawannya. Lebih dari itu, bahkan jika pengecut itu memohon ampunan, tidak akan ada bedanya.
Nampaknya kali ini, Keluarga Ling akan memastikan untuk membunuh Gu Ruoyun.
"Gu Ruoyun!" wajah Luo Yin memucat sambil menyela, "Kamu tidak bisa melakukan itu! Jangan tanda tangani surat perjanjian kematian!"
"Lakukan! Tanda tangan, kamu sampah. Mati saja supaya kamu tidak akan membuat Keluarga Gu malu!" suara itu datang dari arah penonton. Itu tidak lain adalah Gu Panpan yang melihat Gu Ruoyun dengan tatapan membunuh.
Ayahnya tidak akan menyalahkan dia dan ibunya tidak akan diceraikan jika Gu Ruoyun tidak ada.
Itu semua…kesalahan jalang itu!"