12 Hari Pernikahan

Dengan berat hati Qiara mengangguk lalu masuk mobil dengan patuh. Sepanjang perjalanan, Qiara hanya terdiam begitupun Julian, mereka tidak tertarik untuk ngobrol.

~Pusat Kota A~

Beberapa saat kemudian, mobil mereka sampai di rumah Julian di kota A. Rumah itu besar dan memiliki halaman yang luas. Ada beberapa mobil berderek di bagazi. 

"Apakah ini rumahmu?" tanya Qiara setelah keluar dari mobil. Julian mengangguk, "Iya, masuklah duluan!"

Mendengar perintah Julian, Qiara langsung masuk. Di dalam, dia sudah di tunggu oleh Sarah. 

"Qiara sayang, selamat datang di rumah Julian yang sederhana ini! Maaf karena Papa mertuamu tidak bisa hadir, begitupun dengan adik dan kakak Julian yang juga sibuk dengan urusan mereka masing-masing di luar negeri. " Sambut Sarah sambil memeluk Qiara dengan hangat.

Qiara pun langsung tersenyum sembari bergumam dalam hatinya. 'Rumah mewah seperti ini dibilang sederhana, orang kaya memang berbeda.'

"Qiara?" Renata yang sudah sehari meninggalkan Qiara merasa rindu dan langusng memeluk putrinya itu.

"Mama!" Qiara membalas pelukan Renata dengan manja karena dia sudah sangat merindukan ibunya.

"Mngkin Qiara capek dan lelah, sebaiknya langsung istirahat saja ya! Biarkan kita para orang tua mengurus semuanya"Kata Sarah Setelah melihat Renata dan Qiara melepas pelukannya.

" Pelayang Mu, tolong antar Nona Qiara ke kamarnya!"

Pelayan Mu dan istrinya langsung mengangguk, setelah itu berjalan menghampiri Qiara.

"Nona, ayo ikut saya! " Kata Pelayan Mu dengan ramah. 

Dengan patuh Qiara mengikuiti pelayan Mu yang terlihat menyeramkan dengan kumis tebalnya, seperti guru kiler nya di sekolah.

Setelah sampai di kamarnya, Qiara langsung merebahkan dirinya di tempat tidur, tepat saat itu Ia menatap kesekeliling kamar yang sudah dihiasi dengan cat dan pernak pernik berwarna merah. 

"Apakah kakak bahagia melihatku akan menikah dengan lelaki pilihan kakak? Aku tahu kakak selalu menginginkan yang terbaik buatku. Tapi, apa harus dengan cara ini kak?" Tanya Qiara sambil menatap foto Vania di ponselnya. 

~Keesokan harinya~

Cahaya matahari menyelinap di balik tirai kamar dimana Qiara duduk termenung menatap bayangan seorang gadis di cermin, gadis itu mengenakan gaun putih dengan mahkota kecil yang bersinar di rambutnya.

Bibirnya merah menyala , pipinya merona karena blush on dan kelopak matanya berwarna merah muda dipadukan dengan warna akeemasan, dia terlihat cantik sekali.

Tapi tatapannya begitu kosong, siapapun yang menatap sepasang mata itu akan tahu kalau gadis itu tidak bahagia.

Setelah penata rias selesai mendandani Qiara, tinggalah Qiara sendirian di kamar yang telah dihias sedemikian rupa dengan mawar merah yang berada di sekeliling kamar. Aroma harum bunga menusuk hidung dan sudah bisa di tebak kalau kamar itu adalah kamar pengantin Qiara dan Julian.

'Astaga ... Apakah itu aku? ' batin Qiara seraya menatap dirinya lewat cermin.

Setelah itu Qiara berjalan menuju ranjang dan duduk di sisi ranjang sambil menatap pintu kamar yang tertutup rapat tepat di seberangnya.

Tepat saat itu, pintu tiba-tiba terbuka lalu tertutup lagi, mebuyarkan lamunan Qiara, Qiara melihat Julian berdiri menatapnya di depan pintu itu. Tubuhnya yang tinggi dan jangkung bersandar di pintu dengan menggunakan stelan jas berwana hitam kesukaannya. 

"Apa kamu sudah siap?"

Untuk sesaat Qiara terpana oleh penampilan Julian yang karismatik lalu mengangguk tanpa sadar. 

Seketika itu ia teringat lelaki yang dulu pernah ia lihat tidur di sampingnya. Hari itu adalah teka teki yang ingin dia lupakan, dia benar-benar tidak ingat kenapa dan apa yang dia lakukan malam itu bersama lelaki tanpa busana.

"Kalau begitu aku akan menunggunu di luar. Kamu akan keluar bersama Mama. Selain itu, kamu tidak perlu cemas karena yang datang hanya sedikit, itupun orang tua kita dan pelayan rumah ku dan orang yang akan menikahkan kita." Setelah mengatakan itu, Julian keluar lalu menutup pintu itu.

Sedangkan Qiara terdiam kaku di tempat tidur, dia ingin menangis tapi sekuat tenaga dia tahan agar tidak membuat Mama nya sedih.

Sesaat kemudian pintu di buka kembali dan itu Mamanya, dengan senyum manis Renata menghampiri anaknya.

"Sayang sudah waktunya, ayo kita keluar!"

Wajah Qiara begitu sedih, dia tidak mau keluar sehingga Renata mulai bingung harus berbuat apa.

"Sayang, jangan seperti ini, kamu sudah di tunggu, jadi jangan membuat Mama merasa malu! " Kata Renata dengan tegas. 

"Mama, Qiara tidak mau menikah, Qiara takut, oleh karena itu, biarkan Qiara di dalam saja! " Kata Qiara dengan ekspresi memohon.. 

"Sayang kenapa kamu mengatakan hal seperti ini lagi? Mama kan sudah bilang kemarin kalau semua ini untuk kakakmu. Sekarang tersenyumlah dan jangan sekali kamu menangis agar make up mu tidak rusak."Kata Renata yang mencoba menenangkan hati putrinya.

avataravatar
Next chapter