5 Terlambat Lagi.

"Karena setelah 10 tahun, kamu sudah siap untuk menyandang status janda. Jadi, jalani saja dulu apa yang ada dihadapanmu. Jika kamu merawa lelah, barulah kamu ambil keputusan. "Jelas Renata dengan bahasa sederhana yang bisa di mengerti oleh Qiara.

Merasa saran Mama cukup masuk akal, Qiara akhirnya mengngangguk lalu memeluk Mama dengan manja.

Sementara itu di tengah perjalan pulang, Julian hanya terdiam dengan fikirannya jauh melayang ke masa lalu di mana senyum dan sikap lembut Vania bersemayam. Tanpa sadar dia meneteskan air mata karena begitu rindu pada gadis lembut yang suka tersenyum itu.

'Vania? Apa maksudmu memintaku menikahi adikmu? Tidakkah kamu tau dia masih remaja dan masih ingin bermain bersama teman-temannya? Aku merindukanmu Vania.' Batin Julian.

"Julian, kenapa kamu menangis? "Tanya Sarah yang tidak sengaja melihat sisa air mata di pipi Julian.

"Aku baik-baik saja Ma!" Jawab Julian tanpa melirim Sarah.

"Apakah kamu teringat Vania?"

Seolah mengerti perasaan putranya, Sarah pun merasa sakit saat menanyakan soal Vania pada Julian.

"Aku akan mempersiapkan pernikahanku sendiri, jadi Mama tinggal tau beres saja! "Kata Julian memgalihkan pembicaraan karena dia tidak ingin membahas soal Vania yang hanya akan membuatnya rindu setengaj mati.

Sarah hanya mengangguk, dia tidak mau melanjutkan introgasinya karena dia takut kalau Julian akan marah.

~Satu Minggu Kemudian~

Pagi ini, Qiara berangkat ke sekolah seperti biasanya. Namun, hari ini perasaannya sangat buruk.

Qiara menatap sendu kearah teman-temannya yang sedang berceloteh, ribut dan saling kejar-kejaran. Ia fikir akankah dunianya akan jungkir balik setelah menikah?

"Qiara ... "

Suara teriakan itu membuat Qiara tersadar lalu berbalik melihat Valen yang tidak lain adalah sahabat baiknya.

"Ratu terlambat sudah berubah. Ada apa denganlu? Tumben kamu masuk pagi? "Tanya Valen setelah menepuk bahu Qiara.

"Aku bosan di rumah makanya aku berangkat pagi. "Jawab Qiara dengan ekspresi sendu sebab ini sudah satu minggu berlalu semenjak Julian mengatakan akan menjemputnya.

"Kenapa wajahmu sedih begitu? Apa kamu bertengkar lagi dengan Demian? "Tanya Valen lagi yang merasa khawatir melihat ekspresi sahabatnya yang biasanya ceria itu.

Demian adalah musuh bebunyutan Qiara dari sejak TK hingga SMA. Mereka seperti kucing dan anjing setiap kali bertemu.

"Lebih parah dari itu." Jawab Qiara dengan cemberut.

"Apa itu?"

Valen mulai penasaran, karena sangat jarang ada ohal yang bisa membuat Qiara bersedih. Karena ia tidak pernah takut terhadap apapun.

"Hanya masalah keluarga. Maaf, aku tidak bisa bercerita padamu! "Kata Qiara.

"Baiklah, aku tidak akan bertanya lagi. Oh oya, apakag kamu sudah mengerjakan tugas?"

Mendengar pertanyaan Valen, Qiara menepuk jidatnya.

"Astaga, tasku ketinggalan. Aku harus pulang mengambilnya! "

Setelah mengatakan itu, Qiara pun segera berlari menuju parkiran untuk mengambil sepedanya.

Valen terdiam melihat Qiara yang lupa membawa tasnya.

"Sejak kapan Qiara jadi pelupa? Tiga puluh menit lagi kelas masuk. Pasti, dia akan dianggap terlambat lagi."Kata Valen seraya mennggelengkan kepalanya sambil memperhatikan bagaimana Qiara menjalankan sepedanya tanpa melihat kiri dan kanan, hampir saja dia menabrak orang.

~Beberapa Menit Kemudian~

Setelah lelah mengayuh sepedanya, Qiara akhirnya sampai di sekolahnya.

"Gadis nakal itu, pasti terlambat lagi!"Kata Seorang pedagang yang sedang berjualan tidak jauh dari sekolah. Ia menggelengkan kepalanya karena ini sudah kesekian kalinya dia melihat Qiara terlambat.

Walaupun begitu, ia tidak tertarik untuk melaporkannya ke satpam sekolah.

"Gara-gara lupa bawa tas, aku terlambat lagi! siap-siap kena marah! "ucap Qiara seraya menepuk jidatnya sambil memanjat dinding belakang sekolah.

Ia pun mendarat dengan mulus, untungnya lingkungan belakang sekolah itu sanagt sepi karena pembelajaarn di kelas sudah di mulai.

"Hari ini adalah giliran guru mati-matika yang kilernya minta di bawakan golok. Bisa hancur aku diamuk olehnya. "Kata Qiara lagi sambil bergidim ngeri.

Tapi, bukan Qiara namanya jika dia tidak punya akal. Tepat saat itu, ia tersenyum lalmelangkah pelan sambil berjinjit menelusuri lorong kelas yang sepi.

Sesekali matanya yang tajam menyala melirik ke kanan dan kiri untuk memastiman tidak ada orang yang melihatnya.

Merasa situasi aman. Qiara melanjutkan perjalanannya dengn berlari -lari kecil di lorong kelas sambil membungkuk agar tidak kelihatan oleh kelas lainnya.

Sesaat kemudian Qiara berhasil sampai di kelasnya tanpa ada yang tau, dengan pelan Qiara membuka pintu kelas yang setengah tertutup itu.

Sebelum melangkahkan kakinya untuk masuk, Qiara mengintip kedalam untuk memastikan situasi aman ketika dia masuk.

"Serius sekali si kumis, kesempatan emas ini."Bisik Qiara ketika melihat guru kiler itu sedang sibuk menulis materi di papan.

Seketika itu, Qiara melangkahkan kakinya masuk dengan perlahan dan dia mendapat bantuan dari kelompoknya yang terkenal nakal itu sehingga ia berhasil menuju tempat duduknya.

Namun, Ia lupa kalau di dalam kelasnya, ada ketua kelas yang sangat menyebalkan. Ketua kelas iti adalah Demian yang tidak lain musuh bebunyutannya.

Belum saja Qiara duduk di kursinya, Qiara malah terdiam mematung saat mendengar apa yang Demian katakan.

"Ada yanh terlambat! " Kata Qiano dengan tersemyum licik.

Qiara langsung memberikan tatapan tajam kepada Qiano yang sudah berani melaporakan Keterlambatamny.

Melihat ekspresi Qiara yang begiti menakutkan, Qiano menutup mulutnya sambil tersenyum yang diikuti oleh teman-temannya.

Mereka memang tidak berani cari masalah dengan Qiara, tapi selama ada Qiano mereka merasa aman.

Guru kiler itu pun langsung menoleh ketika memdengar laporan Qiano.

"Qiara .... "

Teriakan guru kiler itu membuat suasana menjadi mengerikan, sekaan baru saja terjadi gempa bumi dahsyat dikelas itu.

Para siswa di kelas itu langsung menutup telinga karena sangat bising.

"Kamu lagi dan kamu lagi! Apakah kamu tidak bosan terlambat?"

'Ini sekua gara-gara racun busuk itu. Aws saja dia, aku akan membuat perhitungan dengannya!' batin Qiara yang masih menatap sinis kepada Qiano.

Seperti pertir yang menyambar, tatapan Qiano dan Qiara langsung beradu. Perang mata diantara merekapun berlangsung sehingga pemandangan itu membuat teman-temannya bergidik ngeri.

"Qiara ... Apa kamu mendengarkanku?"

Guru kiler itu berteriak sekali lagi saat ia merasa dicuweki oleh Qiara. Seketika itu, Qiara langsung berbalik menghadap guru kiler itu dengan cemas.

avataravatar
Next chapter