4 4. Prewedding 2

Perdebatan telah usai dengan jawaban terakhir Guin. Kali ini, Guin tengah dimanjakan dengan gaun mahal juga make up yang luar biasa. Pilihan terakhir Guin jatuh pada gaun berwarna biru muda yang tidak terlalu terbuka, sederhana namun memancarkan segala keistimewaannya.

Mata Gavin tidak berhenti menatap Guin yang baru menampakan diri setelah make over wajah. Rambut yang digulung dengan hiasan dan menampakkan leher Guin yang jenjang dan putih tanpa noda, membuat pesonanya semakin memikat.

Aland mengepalkan tangannya karena Guin yang begitu cantik harus menikah dengan Gavin dan bukan dirinya. Alan berfikir bagaimana caranya menggoda Guin untuk meninggalkan Gavin.

"Guin! Guin sangat cantik!" ucap Gavin dari kejauhan.

Hanya beberapa saat bersama, Guin sudah hampir terbiasa dengan sikap Gavin yang seperti anak-anak. Guin selalu tersenyum pada Gavin tapi tidak pernah mau menoleh ke arah Aland.

'Apa hebatnya si cacat itu? Cihhh... Apa dia buta sampai mau menikah dengan pria tidak normal seperti itu?' batin Aland.

Sesi pemotretan dimulai. Rasa sedih dan kesepian dihati Guin hilang karena Gavin yang ceria seperti mengisi kekosongan hati Guin. Bagaimana tidak merasa kesepian, disaat Keluarga besar Gavin datang untuk melakukan pemotretan keluarga, tapi tidak ada satu pun dari Keluarga Garmond yang datang.

"Guin sedang sedih? Apa aku nakal?" tanya Gavin.

"Posenya lebih mesra sedikit ya," teriak photografer.

"Guin, mesra itu apa?" tanya Gavin polos.

'Bagaimana menjelaskannya?' batin Guin.

"Mesra itu kau harus menciumnya," bisik Aland.

Gavin berdiri didepan Guin dengan tatapan mata tajam layaknya pria dewasa yang memberikan kode untuk mengajak wanitanya bercumbu.

'apa yang akan dilakukan Gavin?' batin Guin dengan jantung yang berdebar.

Gavin menempelkan bibirnya di kening Guin setelah photografer mengarahkan waktu yang tepat. Untuk pertama kalinya Guin di kecup oleh seorang pria. Tubuhnya sedikit gemetar, wajahnya memerah, juga keringat dingin mulai menetes dari pori-pori kulitnya.

"Ap—apa yang kau lakukan?" Guin langsung mundur setelah Photografer selesai mengambil gambar.

"Guin tidak ingin mesra denganku?" lagi-lagi, ekspresi tertindas itu meluluhkan hati Guin.

"Jangan lakukan lagi karena kita belum menikah," sebisa mungkin Guin berusaha bersikap lembut.

"Kalau sudah menikah, apa boleh?"

Pertanyaan yang membingungkan bagi Guin. Sudah sewajarnya jika sudah menikah dan menjadi Suami Istri untuk melakukan lebih dari kata ciuman tapi otak Gavin yang tidak berkembang membuat Guin bimbang.

"Tentu saja, boleh," jawab Guin.

Guin bisa saja membohongi Gavin dengan mengatakan tidak tapi Guin tetap berkata jujur meskipun dirinya terlihat seperti pedofil karena Gavin yang seperti bayi, suci tanpa dosa.

Sesi pemotretan selesai setelah 6 jam. Waktu yang sangat melelahkan. Belum lagi harus berdebat dengan Nyonya Amber yang begitu berterus terang dengan kebenciannya.

"Gavin, antar Guin kembali. Biar Ralio yang menyetir seperti biasa," ucap Tuan Grissham memberi perintah.

Ralio supir yang disiapkan oleh Nyonya Calista untuk menemani kemana pun Gavin pergi. Bukan hanya pandai dalam bisnis dan wawasannya yang luas, Ralio juga sangat pandai bela diri. Hal itu yang membuat Nyonya Calista merasa aman jika Gavin berada di luar.

Sepanjang perjalanan Guin hanya bungkam dan Gavin sibuk dengan robot yang ada ditangannya. Lama melihat pemandangan luar membuat Guin tertidur. Gavin bergeser dan menyentuh kepala Guin. Dengan perlahan, kepala Guin sudah berada dipangkuan Gavin.

"Ralio, kalau melewati toko bunga, pergilah untuk membeli," ucap Gavin.

"Baik, Tuan muda!"

Mereka sudah sampai dikediaman Eve, tapi Guin masih tertidur pulas. Gavin tidak tega membangunkannya.

Pada akhirnya, tidak ada cara lain selain menggendong Guin.

Gavin seperti seorang pangeran yang sedang menggendong seorang putri atau seperti raja yang mengutamakan ratunya.

Sikap kekanak-kanakan Gavin tidak terlihat bahkan auranya terasa dingin dan apapun yang berada disekitarnya seperti beku.

Sikap hangat yang terpancar dari matanya, hanya ketika memandang Guin seorang.

Ting... Tong...

Gavin menekan bel apartement Eve. Kemudian, keluarga seorang wanita yang lebih dewasa dari Guin.

"Guin! Apa yang terjadi?" pekik Eve setelah melihat Guin tak berdaya dipelukan pria asing.

"Sssstttttt... Suaramu bisa membangunkannya," ucap Gavin lirih.

"Ayo, bawa Guin masuk!"

Eve menunjukkan kamar untuk Guin. Gavin merebahkan Guin dengan sangat hati-hati karena khawatir Guin akan terbangun.

"Tunggu dulu!" cegah Eve ketika Gavin beranjak keluar dari apartemennya.

"Iya, Nona!" sahut Gavin.

"Setelah Guin menikah nanti, tolong jaga dia baik-baik!"

***

Berapa lama Guin tertidur? Guin bahkan tidak pernah merasakan senyaman. Mata Guin mulai terbuka tapi ada suatu keanehan karena Guin sudah berada di dalam kamar Eve. Rangkain bunga besar juga diletakkan di atas meja.

"Guin, kau sudah bangun?"

"Eve, berapa lama aku tertidur? Bagaimana aku bisa berada di sini?" tanya Guin linglung.

"Apa kau benar-benar tidak ingat? Dia seperti pangeran di jaman modern. Dia menggendongmu dengan gagah. Kyaaaaaaa... Pokonya aku iri padamu," Eve jingkrak-jingkrak dengan ucapan puitisnya.

"Eve, kau masih waras?" Guin menyentuh kening Eve dengan telapak tangannya.

"Kau pikir aku gila?" sungut Eve.

"Bisa jadi soalnya apa yang kau ucapkan tidak masuk akal," ucap Guin.

"Dia bilang, besok kau harus bersiap untuk pergi dengannya," Eve menempelkan lengannya di pundak Guin.

"Lusa aku dan dia akan menikah. Untuk apa besok bertemu?"

"Sepertinya dia sangat tertarik padamu,"

Guin terhanyut dalam lamunan lalu tersadar kembali bahwa semuanya tidak akan pernah mungkin terjadi.

"Mungkin karena dia merindukanmu. Kalau dilihat-lihat sih, dia sudah jatuh hati padamu," goda Eve.

"Ap—apa yang kau bicarakan? Eve, jangan bicara omong kosong," elak Guin.

'Apakah mungkin, anak berumur 5 tahun bisa jatuh cinta?' batin Guin.

***

Tuan Grissham duduk dengan ekspresi wajah serius. Gavin yang baru kembali dengan Ralio harus disambut dengan tatapan tidak mengenakkan hati.

"Kenapa lama sekali? Apa mobilnya memiliki masalah?" tanya Tuan Grissham pada Ralio.

"Kami hanya mampir sebentar di kediaman Nona Guin," jawab Ralio sopan.

"Pergilah!"

Ralio pergi dan Tuan Grissham mendekat ke arah Gavin. Gavin munduru dan mulai memasang wajah ketakutan.

"Kenapa kau takut?" tanya Tuan Grissham.

"Daddy..."

"Diamlah! Kau sudah dewasa dan akan menikah. Berhentilah menangis," ucap Tuan Grissham tegas.

"Daddy tidak suka padaku?"

"Gavin, dengarkan aku. Kau akan segera menikah dan kau akan memiliki tanggungjawab yang besar. Apa kau akan tetap hidup dengan tidak normal seperti ini?" maki Tuan Grissham.

"Griss, apa yang kau ucapkan pada Putraku? Kalau kau tidak menyukainya, aku bahkan bisa mengurusnya tanpa dirimu."

Ibu mana yang hatinya tidak terluka jika anak semata wayangnya dihina? Apalagi orang yang menghinanya tak lain adalah Ayah kandungnya.

"Li, dengarkan aku. Maksudku bukan seperti itu," elak Tuan Grissham.

"Mengkhianatiku disaat aku tengah mengandung Gavin. Kau bahkan meminta ijin untuk memasukkan wanita lain ke dalam rumah ini. Wanita itu membuatku terjatuh ketika hamil Gavin dan akhirnya Putraku menjadi cacat. Kau masih belum puas dan bahkan kau menghinanya?" teriak Nyonya Calista, marah.

"Kau salah paham. Aku hanya ingin mneyadarkan Gavin," jelas Tuan Grissham.

"Kau tidak menyadarkannya tapi kau menghinanya. Kau menurunkan mentalnya, Griss!" Nyonya Calista semakin marah.

"Apa ini caramu untuk menghukumku?"

avataravatar
Next chapter