webnovel

Prolog

Terlihat ruangan bawah tanah yang seperti reruntuhan dan hanya bercahayakan api dari obor di pinggiran dinding. Gelap, tidak diketahui waktu pagi dan malam di ruangan ini.

Seseorang berada di tempat gelap ini dengan menghadap kotak besar. Kotak besar itu adalah kurungan sihir atau bisa disebut Kekkai. Saking besarnya kekkai itu sampai hampir memenuhi ruangan, terdapat 6 orang yang berada di dalamnya. Benar kalau berpikiran orang diluar kekkai itu mengurung mereka berenam.

"Selamat datang di dunia lain, para pahlawan! Waktunya menunjukkan seberapa layak kalian untuk tinggal di dunia ini. Sekarang bunuhlah teman kalian sampai hanya tersisa 1 orang di kekkai ini, yaitu diri kalian sendiri!"

"...???"

Mereka semua bingung. Tidak ada yang mengerti maksud dari sosok berpakaian ala samurai bertudung sambil memegang tongkat di tangannya itu, seperti penyihir. Mereka baru saja datang entah karena apa dan langsung di suruh membunuh, jelas hal yang tidak akan di coba mereka lakukan.

"Hemh… baiklah, mungkin kalian tidak mengerti. Tapi kekkai yang mengurung kalian ini adalah sihir tingkat tinggi yang tidak akan hilang sampai hanya ada 1 nyawa di dalamnya" Penyihir itu membentangkan tangannya ke langit. Menunjukan kekkainya yang luas.

"Jadi daripada mati kelaparan disini, segera saling bunuh dan dapatkan kebebasan kalian" Lanjutnya lagi.

Kini mereka semua diam. Diam sambil menatap satu sama lain. Mereka semua ketakutan. Pasalnya mereka adalah teman satu komunitas online yang berdiri lebih dari 2 tahun. Kalaupun tidak ingin membunuh, situasinya mengharuskan mereka menentukan puncak rantai makanan.

Tapi mereka hanya menjauh dan mewaspadai 1 sama lain, tidak ada yang bergerak dan sudah 20 menit lebih mereka seperti itu. Penyihir itupun kesal dengan keraguan mereka berenam yang bertahan lama.

"Kalian payah, dengar ya! Setiap membunuh, kalian akan mendapat skill langsung dari dewa untuk bertahan hidup di dunia ini. Itulah spesialnya kalian, orang dari dunia lain!

Cepat langsung selesaikan ini saja, ruangan sebelah bahkan sudah mulai dari tadi"

**

Ruangan 2

Tidak disebutkan kalau ruangan gelap ini hanya ada 1. Ruangan pembantaian disini berjalan lebih brutal dibandingkan ruangan sebelumnya. Terdapat laki-laki bernama Anton yang memegang batu. Dia sedang berdiri di samping Haiza yang kepalanya dipenuhi dengan darah. Kini Anton dapat memilih skill karena telah membunuh 1 orang. Mari kembali ke beberapa menit sebelumnya, 6 orang yang ada dalam kekkai ini melihat satu sama lain. Mereka juga merupakan anggota dari forum komunitas yang dimasuki orang-orang ruangan lain.

"(Kalau bisa, aku ingin membunuh 1 orang aja, yaitu Dayat. Tapi disini tidak ada, berarti tinggal Rifqi)"

"(Untuk pembunuhan pertama, kalau bisa aku ingin membunuh Adit dulu)"

Adit dan Rifqi, mereka memiliki pemikiran yang sama untuk saling membunuh satu sama lain. Sedangkan Alfian dan Anton tidak pilih-pilih, mereka bersiap mengambil batu di bebatuan reruntuhan dalam kekkai ini dan akan membunuh siapa saja selama hanya menyisakan mereka.

Anton melihat Haiza, mereka berkomunikasi dengan wajah. Disitu Anton tau kalau Haiza tidak ingin melakukan pembunuhan dan akan menyerahkan kesempatan keluar kekkai itu pada yang lain. Bukan wajah sedih yang dilihat Anton, melainkan wajah Laki-laki yang sudah memutuskan hal serius dan siap menanggungnya. Bagi Haiza, kehidupan setelah pembunuhan ini tidak diperlukan.

Disitulah Anton mulai memukul kepala belakang Haiza dengan batu besar yang dipungutnya. Haiza yang terjatuh ke tanah, tubuhnya mulai berkedut kedut, dia belum mati. Antonpun melayangkan pukulan kedua pada kepala Haiza yang tergeletak di lantai.

*CTRAAKK* suara benturan batu dengan tulang tengkorak Haiza.

Cara yang Anton lakukan seperti sedang menghancurkan es batu. Tapi dengan cara itu sekarang Haiza sudah benar-benar tidak bergerak lagi.

"Ma-mati… sudah ada yang mati. Anton mulai duluan ya, padahal kalau diam semua aku juga akan diam. Kalau begitu sekarang Adit…"

Belum selesai bicara, Rifqi terkena lemparan batu di belakang tubuhnya. Dia berusaha untuk tetap berdiri setelah lemparan itu dan melihat ke belakang mencari tau pelakunya. Rifqi melihat Tayan di belakangnya yang terjatuh di hadapan Alfian.

"Bentar, Pian. Aku mau bunuh Rifqi, kenapa kau tidak serang Adit saja yang sedang diam!?"

"Soalnya kau yang posisinya dekat denganku, Tay" Tidak memedulikan perkataan Taya, Alfian melanjutkan pukulan batunya.

*JDUUAG*

**

Ruangan 1

Orang-orang di Kekkai Ruang 1

Syahdan, Kino, Dayat, Budi, Farhan, dan Bintang

"Syahdan, kau kan tidak suka dengan Bintang. Yakin kau tidak akan membunuhnya?" Budi mulai membuka mulutnya. Memecahkan keheningan.

"Benci itu sikapnya, jangan orangnya. Ketidaksukaan ini tidak perlu sampai membunuhnya" Mendengar jawaban Syahdan, suasana kembali hening.

Entah apa yang Budi pikirkan, tapi dia juga mengatakan hal itu kepada Bintang. Farhanpun mencoba menghentikannya, melihat Budi yang mengadu domba membuat dia tidak bisa diam menghampirinya. Syahdan ikut mendekati Budi, sedangkan Dayat bertanya kepada Kino, apa yang terjadi.

"Ya, aku ga ngerti, Kino. Kenapa kita diam, ini kita harus saling membunuh apa gimana?"

"Udah, Dayat. Kita diem aja, masalahnya itu di kekkai nya ini. Dia minta satu, tapi kalau tidak ada kekkai, kita bisa keluar berenam, tau"

*suara timpukan batu*

Kino dan Dayat terkejut dengan suara yang mereka dengar. Dari asal suara itu, terlihat Budi memukul Farhan yang ada di dekatnya.

Syahdan yang juga ada disana, meraih Farhan supaya tidak jatuh lalu membopongnya menjauhi Budi.

"…hah. A-apa sebenarnya yang kau inginkan dari kami!?" Dengan kepala yang terluka, Farhan meneriaki penyihir diluar Kekkai, mengabaikan Budi yang sudah menyerangnya.

Penyihir itu tepuk tangan. Dia senang akhirnya mereka mau memulai pembunuhan ini. Budi tiba-tiba mendengar suara batin yang memintanya memikirkan senjata sederhana sebagai hadiah karena sudah melakukan percobaan pembunuhan.

"(Apa ini skill yang dimaksud orang itu?) Railgun!"

Dengan kencang dan semangat, Budi meneriaki senjata yang diingkannya. Tapi yang muncul hanyalah pistol kecil. Dia tidak bisa mendapatkan yang besar karena yang diminta adalah senjata sederhana.

"Sial!"

Meskipun kecewa, Budi yang memunculkan pistol membuat semua orang yang ada disitu terkejut. Dayat yang panik melihatnya mulai mengambil batu dan menghantam keras kepala Syahdan yang ada di depannya untuk mendapatkan senjata. Kino yang melihatnya mulai berteriak.

Bintang menghampiri Farhan untuk melindunginya dari Budi, tapi tidak tahu harus berbuat apa pada Dayat. Dia pun memutuskan untuk nekat.

"Mbak Kino tolong jagain Farhan. Aku bisa beladiri sedikit"

Kino yang tidak tau harus berbuat apa, menuruti perkataan Bintang. Tidak ada lagi yang bisa dia lakukan, apalagi terhadap Syahdan yang tidak bisa bergerak dan masih dekat dengan Dayat. Cukup berbahaya mendekati mereka.

Budi dengan pistolnya yang sudah diberi sihir untuk langsung menembak tanpa trigger, mulai mengincar Farhan. Tapi Bintang dengan cepatnya memukul Budi tepat di wajah dan dada. Budi terhalang oleh Bintang dan pistolnya hampir direbut. Dengan kesal walau kesakitan, Budi menendang kemaluan Bintang dengan keras sampai Bintang terjatuh dan merunduk. Langsunglah kesempatan Budi untuk menembak Farhan.

"dor dor dor!"

Karena terhalang oleh Kino yang menjaganya, Budi menembak berkali-kali sampai yakin mengenai Farhan. Dengan tembakan sebanyak itu, jelas saja Farhan dan Kino tidak bisa selamat terkena itu semua.

"TIDAAAKKKK!!!!!" Bintang hanya bisa berteriak setelah melihat semua itu.

Meskipun Syahdan tidak bisa bergerak, dia masih memiliki kesadaran. Kepalanya menghadap Budi dan Bintang, jadi dia tidak bisa melihat penembakan Farhan dan Kino. Syahdan hanya mengetahui kalau Budi sudah membunuh mereka dari teriakan Bintang. Syahdan kesal. Dia juga sangat kesal dengan apa yang Dayat lakukan. Dayat hanya diam ditempat setelah semua yang terjadi.

Dengan tenaga terakhir, Syahdan mengambil potongan kayu kotor yang ada di dekatnya. Dia bangun melompat menghampiri Dayat dan menusuk wajahnya dengan kayu itu. Dayat sampai terjatuh dan dengan Syahdan yang ada diatasnya, kepala Dayat terus dipukul dengan kayu itu. Sulit membuatnya berdarah karena kayunya tidak begitu tajam. Tapi kayu itu kecil sehingga muat masuk ke lubang mata Dayat. Mata Dayat terdorong masuk kedalam dan membuatnya mati kesakitan.

Diwaktu yang sama ketika Syahdan berdiri menangkap Dayat, Bintang sudah sangat marah. Bintang meneriaki Budi yang diam karena sedang ditanya ingin skill apa oleh suara batin, ketika Budi menengok ke arah Bintang untuk menembak, wajahnya terkena tanah. Mata Budi jadi kelilipan dan disaat lengah itu, wajahnya terhantam batu. Dia mulai sempoyongan hampir pingsan, tapi kemudian kerahnya ditarik dan Budi dicekik dari belakang oleh Bintang.

Situasi ini membuat Budi mengetahui skill yang perlu dipilihnya. Apalagi dia membunuh 2, Budi bisa menyimpan 1 skill lagi. Dan Skill yang dia inginkan adalah Keabadian dan Regenerasi.

"Dengan ini mau bagaimanapun situasinya, hanya akulah yang akan keluar dari sini!"

"Bintang." Bintang dan Budi terkejut mendengar suara tenang Syahdan yang memanggil Bintang di belakang mereka.

Syahdan sudah selesai membunuh Dayat. Saat ini, Syahdan juga ada kemungkinan memiliki skill.

"Tang, ayo kita bicara. (sekarang kalau Bintang memilih untuk membunuh Budi, maka hanya tersisa kita berdua. Aku harus memikirkan cara supaya tidak ada lagi yang mati)"

"…Oke" Bintang melepas cekikan Budi dan menendangnya sampai jatuh supaya Budi menjauh.

"Ah, apaan. Kalian mau diskusi apapun terserahlah, toh aku tidak akan mati. Jadi semua percuma saja" Budi mulai menjauhi mereka berdua dan memberikan ruang untuk berdiskusi.

**

Ruangan 2

Orang-orang di Kekkai Ruang 2

Adit, Rifqi, Anton, Haiza, Alfian, dan Taya

Disini juga sudah tersisa 3 orang. Ada Alfian yang memegang Katana panjang karena pukulan pertama pada Tayan, setelah itu dia berhasil membunuh Tayan dan mendapatkan skill yang belum diungkap olehnya.

Anton juga belum mengungkap skillnya, setelah membunuh Haiza, dia memilih Pisau dapur sebagai senjatanya untuk dipegang, selanjutnya Anton hanya berdiam diri selama Alfian membunuh Tayan, dan Adit mematahkan tulang leher Rifqi.

Adit, seperti yang dikatakan, dia membunuh Rifqi. Saat Rifqi sedang melihat Tayan dan Alfian, Rifqi tau kalau Tayan yang melemparinya batu. Tapi situasi orang yang menyerangnya malah ingin diserang orang lain membuat dia kebingungan. Disitulah Adit dengan batu besar mulai mengincar belakang lehernya. Dia mengayunkan batunya miring kebawah sehingga tulang lehernya kalau tidak patah tapi akan tertekan.

"untungnya itu instant kill ke Rifqi. …jadi orang terakhir yang punya skill diantara yang hidup itu aku ya" Adit menyimpulkan keadaannya dengan kondisi sekitar.

"Yan, katanya Taya tau cara kita keluar dari sini tanpa harus tersisa satu"

"Iya, dit. Kedengaran juga tadi perkataannya, tapi dia bisa pake cara dia sendiri kalo menang. Sayangnya dia kalah"

"Hehe, Tayan mati bawa kaki" Adit tertawa setelah berbicara dengan Alfian.

Berbeda dengan Haiza yang diam dibunuh dan Rifqi yang dibunuh tiba-tiba. Tayan dan Alfian melakukan pertarungan habis-habisan. Batu yang waktu itu di hantamkan Alfian berhasil di tahan Katana Tayan yang didapat setelah menyerang Rifqi. Alfian pun juga ikut memilih senjatanya yaitu sebuah sabit besar.

Tadinya Alfian yang hampir mati. Kaki kanannya terpotong selutut oleh Tayan karena gerak Katana yang lebih ringan dan tajam dari sabit. Tapi mata Tayan tertusuk ranting kayu yang dipungut Alfian sewaktu dia lengah akan kemenangan, lalu Alfian mencuri senjata Tayan dan menebasnya. Tayan mati oleh senjata pilihannya sendiri dan kini Alfian lebih memilih memegang senjata Tayan untuk berhadapan dengan 2 survivor lainnya.

"(Kakinya sudah diikat dengan baju Tayan, lalu tidak ada darah mengucur lagi dari sana. Tapi apa hanya karena ikatannya kuat?)" Anton memperhatikan Alfian yang sedang mengobrol dengan Adit.

"Oh iya, kalian…" Adit mengencangkan suaranya. Sekarang dia tidak hanya berbicara dengan Alfian saja.

"Sebaiknya kalian menyerah saja. Aku pilih skill Abadi. Jadi kalian pasti mati" Pernyataan dari Adit membuat semua berwajah serius.

Entah mereka terkejut atau tidak percaya, yang jelas mendengar hal itu membuat Anton langsung menusuk jantung Adit. Adit kaget, dia lengah karena yakin tidak mati, tetapi tusukannya itu tetap terasa sakit.

".... benar Yan. Dia tidak bisa mati" Anton menyimpulkan setelah menusuknya.

"Adit, kau membuat pembantaian ini kurang menarik, hehe" Mendengar itu, Alfian hanya tertawa kesal.

"Bo-bodo amat. Yang… penting selamat" Adit menahan rasa sakitnya.

Adit kini melihat mata Anton dan Alfian yang menuju padanya. Dia mulai berpikir kini mereka berdua mengincarnya dan merasa salah bicara.

Anton yang masih menancapkan pisaunya, sekarang langsung mencabutnya dan menyingkir ke belakang Adit sambil menjauh. Rupanya dia menghindari serangan Alfian yang mengincar lehernya. Adit langsung terjatuh muntah darah dilepas oleh Anton.

"Kenapa nih, Pian?" Anton bertanya.

"Adit tidak bisa dibunuh, tapi kau bisa. Dan lagi yang tadi itu kok tau mau diserang? Itu reflek atau skillmu?"

"Berhenti memancing, kau bahkan tidak memberitahu skillmu"

"Eh tapi skillku udah ketauan banget kan dari nih kaki yang gak pendarahan. Karena buat urgent doang nih skill, makanya aku butuh satu skill lagi untuk keperluan lainnya"

"Bacot, cacat diem saja. Biar gua yang menang" Anton menyentuh dahinya dengan ujung pisau sebagai tanda dia menunjuk dirinya.

"Hehe, sial" Alfian tersenyum, mereka berdua siap untuk memulai pertempuran.

Adit yang duduk sehabis muntah darah hanya bisa melihat mereka dan menjauh. Dia percaya diri bahwa siapapun yang menang hanya akan menyisakan dirinya. Sejak awal Adit hanya ingin membunuh 1 teman dan mendapatkan skill ini. Dia tidak ingin membunuh temannya lagi.

Sambil berjalan sedikit, Adit melihat mayat Tayan. Dia teringat Tayan yang katanya memiliki ide untuk keluar dari sini.

"…sorry Tay. Orang-orang disini tidak bisa dengar walau memang mungkin idemu bisa membuat kita semua selamat" Adit menutup mata Tayan. Diapun memutuskan untuk duduk disamping Tayan sambil menonton pertarungan Anton dan Alfian.

"ANJIINGGG!!!" Adit terkejut sekaligus kesal. Pertarungan sudah selesai dengan cepat begitu dia balik badan dan ingin mulai menontonnya.

Disimpulkan seperti itu karena Anton masih berdiri ketika Alfian sudah tergeletak di tanah dengan jarinya yang terpotong-potong.

"Ya… Pian udah cacat sih, kayanya dia belom terbiasa kaki satu" Adit bangun lagi lalu berbicara sendiri sambil menghampiri Anton.

Kondisi Anton juga cukup parah. Raut wajahnya tidak terlihat tapi seluruh tubuhnya cukup merah untuk dibilang mandi darah.

"…Aku tidak akan bertanya tadi berantemnya ngapain aja. Tapi sepertinya kau juga sudah sampai batasnya, Ton"

"....."

Anton hanya diam saja mendengar perkataan Adit. Alfian memang melakukan perlawanan yang layak sehingga Anton yang penuh luka, sekarang seluruh tenaganya hanya bisa dipakai untuk berdiri.

Suara batin yang muncul karena Anton melakukan pembunuhan kedua, meminta Anton memikirkan skill selanjutnya. Tapi Anton keburu pingsan untuk melakukan hal itu.

Kini Adit hanya menunggu. Dia tidak melakukan apapun pada Anton sehingga Anton mati kekurangan darah dan karena tidak mendapat pertolongan pertama.

"Aku emang gak pengen bunuh temen lagi, tapi kalo ngebiarin temen ampe mati apa namanya ngebunuh dalam diam?"

Sekarang hanya Aditlah yang ada di kekkai tersebut. Seperti yang dikatakan penyihir, kekkai itu lenyap setelah tersisa 1 nyawa. Hal ini menjadi bonus skill untuk Adit karena berhasil melewati ujian kekkai.

"Selamat Pahlawan! Andalah yang layak tinggal di dunia ini!" Penyihir ruangan 2 menghampiri Adit dengan bangga setelah kekkai menghilang.

"Ini adalah dunia perang. Dengan anda yang tega membunuh dan membiarkan teman anda mati, anda bisa jadi pahlawan untuk kami memenangkan perang!" *Jdaar* Setelah melanjutkan perkataannya, terlihat lubang besar di perutnya.

Ketika penyihir itu mendekat, Adit menembakkan senjata berbentuk pistol dengan peluru besar. Sangat besar sampai lubang di perut penyihir itu muat dimasuki dua tangan. Senjata buatan Adit sendiri yang diminta pada dewa setelah menyerang Rifqi.

"Kau pikir aku mau jadi babu dunia ini setelah yang kalian lakukan?"

Aditpun pergi meninggalkan ruangan itu yang berisikan 5 mayat temannya dan 1 penyihir. Sejak awal Adit hanya ingin 'membunuh 1 teman saja'.

**

Ruangan 1

"Kita perlu pergi dari kekkai ini. Sejak awal musuh kita bukan Budi, tapi penyihir itu"

"Tapi Dan, kekkai ini tidak bisa hilang sampai hanya tersisa 1 nyawa disini" Bintang berdiskusi dengan Syahdan.

Mereka membicarakan hal serius dimana Budi hanya tidur saja dipojokan. Penyihir itu juga menguap karena urusan disini tidak selesai-selesai.

"…aku punya pilihan senjata karena sudah menyerang Budi dengan niat membunuh"

"bagus tuh, kau sudah pikirkan mau senjata apa?"

*Bintang menggelengkan kepalanya*

"ah… aku sudah pakai untuk mendapatkan ikat pinggang yang dapat menaruh batu diujungnya. Coba kita bisa dapat rekomendasi"

"Dewa, apa ada senjata yang bisa membuat kita keluar darisini?"

"Anjir, tang. Wkwk" Syahdan tertawa melihat Bintang yang minta rekomendasi.

"Ada Dan!"

"Ada? Yaampun dunia apa ini, wkwk"

"Kau tau kekuatan Touma?"

"…Tau, dia bisa munculin sesuatu dari tangannya. Tapi kalau senjata sederhana, masih versi animenya kali… menghilangkan segala macam sihir"

"Baiklah, aku dapat rekomendasi itu. Aku minta yah"

Setelah diskusi itu. Budi yang sedang tidur tidak tau kalau pistolnya disentuh Bintang. Bintang menggunakan sarung tangan di tangan kanannya dan menyentuh pistol tersebut. Sihir di pistol itu hilang sehingga Budi jika ingin menembak, harus tau cara mentrigger pistolnya dulu.

Masih tidur karena hanya disentuh pistol, Syahdan melempar batu dengan senjatanya dan mengenai kepala Budi sampai bocor. Sayangnya, dengan skill milik Budi, luka itu kembali sembuh dengan cepat.

Kini skill Budi diketahui oleh Syahdan dan Bintang. Bintang yang masih ada di dekat Budi dan melihat skill itu, mulai memukul kepala Budi. Pukulan itu seperti hanya menaboknya supaya bangun. Budipun bangun.

Budi yang bangun, terkejut dan mencoba menembak Bintang tetapi tidak bisa. Dia tidak tau cara trigger pistol yang dipegangnya. Jadi dia dipukul Bintang duluan dan ditangkap Syahdan.

Budipun menjadi samsak, benar tebakan mereka kalau Budi punya skill regenerasi. Tapi Budi tidak menyerah, dia mencoba menyentuh Syahdan. Melihat ada yang aneh, Bintang menyentuh Budi dengan sarung tangannya.

Itulah kekuatan kedua Budi. Merampas skill orang lain secara permanen. Tapi saat Budi menyentuh Syahdan dengan telapak tangannya dan tidak terjadi apa-apa, barulah dia tau kekuatan dari sarung tangan Bintang.

"(Anjir skill blok!)" Teriakan hati Budi yang kesal.

Syahdan langsung menjauh melepas Budi setelah menyadari ada yang aneh. Bintang mengikuti Syahdan, tapi Syahdan juga menjauhi Bintang.

"(Bintang sudah menyentuh Budi dengan sarung tangannya, bagus sekarang orang yang memiliki skill hanya aku)"

"Aku… apakah aku menjadi orang biasa?" [Anda tidak dapat menggunakan skill anda ketika tersentuh oleh sarung tangan itu]

"Hee... Baiklah, aku harus mengambil skill Syahdan dan menghindari sarung tangan Bintang" Budi memutuskan apa yang harus dilakukannya.

Nampaknya Syahdan memiliki sedikit salah paham karena Bintang tidak menjelaskan detail kekuatan dan kelemahan senjata sederhananya.

Tapi apapun itu, ketika kau bisa melihat masa depan, kau tau kapan harus bertindak, seperti yang dilakukan Syahdan. Dia tau Budi akan berlari menuju ke arahnya, langsunglah dijerat tarik kaki Budi dengan senjata ikat pinggang Syahdan ketika dia mulai bergerak sehingga sekarang Budi terjatuh.

Tapi itu adalah serangan terakhirnya. Pendarahan dari pukulan Dayat makin tambah parah walau sudah dihentikan sebelumnya. Jadi dia menyerahkan Finishing pada Bintang. Dilemparkan senjatanya ke Bintang, dan dengan ikat pinggang Syahdan, dia langsung menyabet Budi sebelum sempat berdiri. Kemudian di cekikkan ke leher Budi dengan kencang.

"Asw pada temenan!" Budi tidak terima kerja sama mereka.

"Plotmu segede gaban, su!" Syahdan hanya membalasnya.

Bintang menaruh sarung tangannya diujung ikat pinggang sehingga Budi tersentuh sarung tangan itu dan tidak bisa melakukan regenerasi. Ini membuat Budi tidak merasa pulih dan kesakitan sampai mati.

Setelah membunuh Budi, Bintang merasakan kemenangan. Budi yang sudah membunuh Farhan dan Kino padahal tidak melakukan apa-apa, kini sudah tidak ada lagi.

Rasa senang Bintang di runtuhkan oleh Syahdan ketika dia melihatnya dengan cepat mengambil ikat pinggang yang melilit Budi. Syahdan langsung menjauh dan bersiap tempur dengan Bintang setelah mendapatkan kedua senjata, yaitu miliknya dan Bintang.

Walaupun sangat kelelahan, Syahdan tidak mau mati. Sebaliknya, Bintang yang bingung tidak mendapatkan skill setelah membunuh Budi mulai merasakan kekalahan. Diapun menyerah untuk dibunuh Syahdan.

Syahdan langsung lari menuju Bintang dengan siap menyerang. Bintang memejamkan matanya, siap menerima serangan. Syahdan langsung mendorong Bintang kesamping yang menghalangi jalannya, dia melemparkan Batu ke Budi yang bisa berdiri lagi meskipun sudah dibunuh.

Budi yang sudah tidak tersentuh sarung tangan itu kini dapat melakukan regenerasi dan mengaktifkan skill keabadiannya. Dia langsung bangun didekat Bintang yang belum pergi setelah membunuhnya. Syahdan yang mengetahui kebangkitannya lebih dulu melalui skill masa depannya, langsung berlari dan menyerang sebelum Budi dapat melakukan sesuatu.

"Syahdan, kau… kupikir kau akan membunuhku…

SYAHDAANN!!!"

Bintang awalnya bingung apa yang terjadi lalu terharu, dan sekarang dibuat kaget melihat Syahdan yang pingsan. Dari awal tenaga Syahdan memang sudah habis.

Sekarang Bintang tidak tau apa yang harus dilakukan, Budi juga hanya diam saja berdiri seperti zombie.

"Sial… sekarang sarung tangan ini hanya sisa satu kali pakai lagi. Aku harus menyimpannya untuk keluar dari sini. Tapi sekarang tidak tau cara melawan Budi.

....

Eh?" Bintang teringat sesuatu.

Sejak awal, tujuan mereka meminta senjata itu adalah untuk menghilangkan kekkai. Selama ini kenapa mereka hanya melawan Budi? Tapi dengan hal yang baru diingat itu, Bintang langsung berlari menuju penyihir atau mendekati pinggir kekkai.

"UWWOOHH!!!"

Kekkai itu hancur bersamaan dengan sarung tangan yang sudah habis pemakaian. Penyihir sampai terkejut, dia sedang mencerna apa yang dia lihat karena tidak menduga hal ini.

"SYAHDANN!!! JANGAN MATI DITEMPAT BANGSAT INI!"

Syahdan yang mendengarnya tertawa kecil "Dasar badut… mana mungkin aku mati hanya karena ini, bodoh"

Syahdan menggerakkan mulutnya membalas perkataan Bintang. Entah terdengar atau tidak karena kurangnya tenaga yang dimiliki Syahdan, tapi sepertinya Bintang mengerti maksud Syahdan.

Berhadapanlah Bintang dengan penyihir yang membuat mereka seperti ini. Penyihir itu merapalkan mantra untuk menyerang Bintang, tapi pergerakan Bintang lebih cepat. Dengan ilmu beladirinya, dia menyerang penyihir dan merebut tongkat penyihir tersebut. Rapalan penyihir itu mengeluarkan jarum listrik yang mengincar Bintang. Tapi Bintang yang sudah dekat dengan penyihir membuatnya juga mengenai jarum sihir rapalannya sendiri.

Dengan tongkat yang diambil Bintang, mereka berdua pun mengandalkan fisik. Kaki tongkat yang cukup runcing, cocok untuk menusuk penyihir. Sejak awal ini bukan pertarungan tangan kosong yang adil, tapi penentuan hidup dan mati. Dengan keunggulan memegang senjata walau tidak dapat mengeluarkan sihir, Bintang berhasil menancapkan tongkat sihir itu di perut penyihir.

Bintang berhasil membunuh penyihir. Meskipun dengan mendapatkan banyak luka sampai tebasan leher, untungnya tidak terlalu dalam sehingga dia bisa terus maju. Sekarang dia bisa mendapatkan skill dari pembunuhan pertamanya.

Syahdan juga mendapatkan skill karena hubungan pertemanan dengan Bintang. Berada diluar kekkai membuat mereka berpotensi memiliki skill selain dengan membunuh. Langsung saja Syahdan memilih Heal. Dia auto Heal ke Syahdan dan teman-teman sekitarnya.

"...? Lah, udah selesai saja" Budi yang mendapatkan heal dari Syahdan terkejut, kesadarannya jadi kembali.

Tapi Syahdan tidak mendengarkan, tubuhnya sudah merasa enakan dalam proses penyembuhan sehingga dia tertidur untuk mengisi tenaga.

Terlihat Bintang menghampiri Syahdan setelah menyadari Healing yang dilakukan Syahdan. Dia lalu melihat Budi yang tatapannya sudah tidak seperti zombie lagi.

"Bud, ayo bantuin angkat Syahdan"

"!!" Budi terkejut dengan perkataan Bintang. Setelah semuanya, dia pikir akan dimusuhi.

"Atau ngga kau angkat yang lain, Farhan misalnya"

"…!!!" Budi kesal. Dia tidak terpikirkan cara keluar seperti ini makanya membunuh Farhan. Tapi Bintang yang tidak membunuh teman dapat membuat mereka bertiga keluar dari kekkai.

"Capek ah!" Budi tidak mau berurusan dengannya lagi.

Jawaban Budi membuat Bintang mendapatkan skill inventory karena hubungannya dengan Budi. Kini dia membawa teman-temannya sendirian dan meninggalkan Budi keluar ruangan.

Alasan Budi sehabis bangkit tapi malah berdiam diri seperti zombie adalah kerusakan sistem skill. Budi mendapatkan skill ketiganya karena bangkit dari kematian. Tapi sistem membaca Budi sudah memiliki 3 skill yang menyebabkan lagging dan Budi harus melepaskan salah satu dari skill pertamanya yang [Keabadian dan Regenerasi Super] ternyata dibaca 2 skill.

Hal ini juga terjadi dengan Bintang. Setelah keluar dari reruntuhan dan mengubur 3 temannya, Syahdan bangun. Mereka pun membahas apa yang akan mereka lakukan setelah tragedi ini.

Selesai membuat keputusan masing-masing, skill ketiga Bintang yang datang dari hubungan pertemanan bersama Syahdan di beritahukan tidak bisa masuk karena dia sudah dibaca memiliki 3 skill. Sebelumnya saat berhasil membunuh penyihir, Bintang memilih skill [Healing dan Revive].

Sehingga terbaca 3 skill dan harus dilepas salah satu supaya skill tidak macet di slot skill ketiga.

Dengan rekomendasi sistem, Budi dan Bintang sama-sama melepas skill Abadi dan Revive tidak bisa mati mereka. Kini yang selamat dan Abadi dari percobaan pahlawan hanya Adit. Dia juga memiliki 3 skill, dan yang di dapat pertama dari Rifqi benar-benar hanya 1 yaitu Abadi, tidak dengan regenerasi sehingga tidak menyebabkan sistem error.

Kini mereka berempat memilih jalan yang berbeda sambil mengingat kematian teman-teman sebagai bagian dari kehidupan mereka.

Next chapter