1 Prologue

Halo! Selamat datang di cerita saya! Perkenalkan, saya adalah FranticDoctor.

Jangan pelit memberi VOTE jika menyukai cerita ini.

Setelah chapter prolog ini, jumlah kata per chapternya akan jadi sangat banyak, karena saya kesulitan untuk membuatnya menjadi pendek-pendek.

MAAFKAN UNTUK SEMUA TYPO YANG ADA DI CHAPTER INI DAN SEMUA CHAPTER SETERUSNYA.

Semoga bisa menghibur para pembaca. Selamat membaca!

_______________________________________

"A-apa itu..."

"Waahhh..."

Mereka hanya menyaksikan bayangan hitam yang bergerak luar biasa cepat menyisir dan menghancurkan seluruh pasukan undead dan tidak menyisakan satupun monster yang masih utuh di jalur yang dilaluinya.

Selain pemandangan mencengangkan yang ada di daratan, sosok Naga Api yang terlihat di langit tidak henti-hentinya menembakkan bola api ke daratan, bola api yang terkonsentrasi dan memiliki daya ledak tinggi ketika membentur apapun yang menghalangi trayeknya.

"""SANG PENYELAMAT!!!"""

*********

"Maaf, Dok. Saya salah, Dok."

Mungkin, semua Dokter Muda (a.k.a. Koas) mampu mengucapkan kata-kata tersebut dengan sangat fasih, lantang, dan menggunakan artikulasi yang sangat jelas dan tegas. Kenapa? Well, karena memang Koas itu ditakdirkan untuk salah, selalu salah, dan tidak pernah benar di hadapan Dokter Spesialis Pembimbing. Jika suatu saat entah bagaimana ceritanya Koas itu BENAR, maka..... (Kalian tahu isi titik-titik itu kan?).

Padahal baru seminggu aku menjalani kehidupan sebagai Koas. Tapi badanku sudah terasa seperti habis dikunyah Cerberus, dipentungi Troll, dan diketekin Bahamut. Leherku terasa kaku, pinggangku encok, ankle-ku keseleo.

Bagaimana tidak? Semalam aku tertidur di meja kamar kost. Niat awalnya hanya memejamkan mata sejenak. Tapi malah lupa bangun. Aku tertidur dengan posisi duduk dan kepala terganjal buku Harrison's, wajah menghadap ke kiri.

Saat bangun tidur, posisiku sama sekali tidak berubah. Aku lihat jam tanganku, sudah pukul 08.12, artinya aku sudah tertidur dalam posisi seperti itu selama enam jam. Pantas badanku rasanya seperti ini.

Eh, tunggu dulu. Pukul 08.12 ya? Berarti aku terlambat Laporan Pagi! Tenang. Jangan panik. Yang sudah berlalu biarlah berlalu. Sekarang, tinggal mengejar waktu laporan pagi yang tersisa supaya aku masih bisa dianggap 'hadir'.

Aku cepat-cepat menggosokkan deodoran ketiak andalanku, semprot parfum refill murah favoritku, ganti pakaian dengan yang baru selesai dilaundry, ambil tas, ambil Jas Koas, pakai sepatu, langsung lari gas pol ke RS tempatku meng-Koas. Untung lokasi kostku dekat dari RS. Mandi? Apa itu mandi? Mandi hanya untuk orang lemah!

"Wahai Dewa Kronos, penuhi panggilanku, tunjukkan keajaibanmu dan putar kembali waktu ini setidaknya 2 jam saja! Time Manipulation!!!"

Kemudian tiba-tiba terasa nyeri yang menusuk tajam hingga ubun-ubun kepalaku terasa kejang-kejang.

"Aaawww sakiiiiiitttt!!!"

Karena berteriak mengucapkan mantra goblok dari halusinasiku itu, aku menjadi tidak memperhatikan jalan di depanku dan ternyata kaki kiriku masuk ke parit kecil di pinggir jalan dan ankle-ku sepertinya mengalami cedera yang lumayan ringan. Ya, bukan yang sampai seperti robeknya ligamen atau dislokasi. Hanya nyeri saja.

Alhasil, aku berjalan terpincang-pincang ke ruangan dimana Laporan Pagi sudah hampir selesai. Sesampainya di sana, aku sudah mempersiapkan telinga, jiwa, raga, dan seluruh potensi dark magic yang kumiliki untuk menghadapi semburan api Raja Naga dari Gunung Krakatau.

"Arkanava! Kamu terlambat lagi? Baru seminggu kamu jadi Koas tapi sudah terlambat empat kali! Kamu mau saya buat mengulang di stase ini hah?!" Aku langsung disembur api naga oleh Dokter Pembimbing a.k.a. Raja Naga dari Gunung Krakatau.

"Maaf, Dok. Saya salah sudah terlambat empat kali dalam seminggu, Dok." Aku menjawab sesuai 'template ala Koas' dengan sedikit modifikasi.

"Bagaimana tugas referat tentang Dengue Fever yang saya berikan atas tiga keterlambatanmu yang lalu?" Kali ini Raja Naga melancarkan serangan Mega Illusion Flare.

"Eh, ah, a-anu, Dok. Be-belum selesai, Dok. Maaf, Dok. Saya salah, Dok."

"Sudah saya duga. Saya heran, kenapa kamu bisa lulus sarjana kemarin? IPK terancam DO, kehadiranmu selama kuliah juga selalu mepet batas minimal. Niat kuliah apa tidak kamu?! Sudah IPK rendah, pemalas lagi. Tidak usah datang sekalian kalau besok-besok masih telat! Ya sudah. Sebagai hukumannya, selain referat yang sebelumnya, ditambah referat tentang Typhoid Fever. Saya tunggu besok siang di ruangan saya."

Selesai itu, kami melaksanakan semua kegiatan selanjutnya dengan aman damai sejahtera tanpa drama. Hari semakin gelap. Tenagaku sudah habis terkuras.

Aku melangkah pulang ke kost dengan langkah terhuyung disertai pincang. Otakku terasa seperti sedang mengalami hipoksia. Atau stroke non haemorrhagic. Eh, bukan lah. Apa ya? Oh, iya, ini saja. Peningkatan tekanan intrakranial.

Rasanya sakit sekali seperti mau meledak. Mataku seperti mau melompat keluar. Rasa sakitnya menjadi berdenyut-denyut tajam ketika teringat bahwa masih ada dua referat ditambah tugas entah apa dari dr.Agus yang menungguku setelah sampai di kost nanti.

Sakit kepalaku, lelah dan pegal seluruh tubuhku, nyeri ankle kiriku. Tidak terasa air mataku menetes. Entah karena sakit kepala, atau karena jiwaku sudah retak dan remuk sehingga tidak kuat lagi menahan cobaan ini... Yang terakhir itu hiperbola saja.

Karena fokusku sudah mulai kabur, langkahku sudah tidak mantap lagi, dan karena memang sedang apes, kaki kiriku masuk lagi ke parit kecil yang sama dengan yang tadi pagi. Sakitnya? Jangan tanya. MAKNYUSSS sakitnya. Dobel, mungkin triple dari yang tadi pagi.

Aku mulai terjatuh ke sisi tengah jalan sambil berteriak dan memegangi ankle kaki kiriku. Sakit kepala, pegal di badan, sudah tidak terasa lagi. Yang terasa hanyalah sakit yang luar biasa di ankle.

Dan sepersekian detik kemudian. Semua seperti bergerak dalam slow motion. Di saat tubuhku dalam posisi miring sekitar 45°, proses jatuhku masih sedang berlangsung, aku tidak mengerti lagi apakah ini memang takdir atau ada yang menyantet aku karena sering terlambat atau pembalasan Yang Maha Kuasa karena aku tidak bayar es teh yang kedua, entahlah.

Yang jelas, dari arah belakang sudah ada mobil dengan kecepatan sekitar 50-60 km/jam menabrakku dengan mantap. Aku putar tubuhku menghadap mobil sambil berusaha memposisikan tanganku ke arah mobil untuk mengurangi benturannya. Tapi tanganku kurang cepat. Aku terpental dan terguling-guling sekitar 5 meter.

"Ahhk... Hakk... Akk..."

Suaraku sulit dikeluarkan. Aku masih sadar. Perlahan aku lihat ke aspal, ternyata banyak darah. Darah siapa? Darahku? Dari mana keluarnya darah itu? Kemudian di bibirku terasa seperti sedang dialiri cairan yang dicampur dengan besi berkarat. Oh... Darah.

Darah mengalir dari hidungku. Fraktur os nasal? Dan lidahku seperti merasakan ada beberapa benda seperti kerikil kecil. Rahang bagian depan terasa nyeri dan darah mengalir juga dari sana. Wah, beberapa incisivus patah sepertinya.

"Kyaaaaaaa!!!"

"Tolong itu tolong dulu!"

"Turun! Tanggungjawab!"

"Ok saya tanggungjawab! Jangan pukul saya! Saya akan tanggungjawab!"

"Yang baju hijau di sana! Bantu dulu sini!"

Aku masih mendengar jelas semua teriakan orang-orang di sekitarku. Aku tidak bisa mendeskripsikan posisi tubuhku saat ini. Kepalaku. Kepala bagian belakang terasa sakit luar biasa. Kucoba gerakkan tangan kananku, terasa nyeri di bagian bahu. Kucoba bernafas dalam-dalam.

Aduh, sepertinya beberapa rusuk kiriku patah. Tangan kiriku tidak bisa digerakkan. Sakit semua. Kaki kanan dan kiri hanya bisa digerakkan menggeser sedikit.

"Ini masih hidup, masih bergerak!"

"Kamu pegang kakinya! Kamu kaki satunya! Kamu pegang tangan kirinya, biar saya pegang yang kanan!"

Hey! Tunggu! Tunggu dulu! Cara kalian mengangkatku itu salah! Turunkan aku, turunkan!

"Ayo, satu, dua, tiga, angkat!"

Aduh kepalaku, leherku, ah! Kepalaku terjuntai ketika mereka mengangkat kaki dan tanganku. Aku mengerti, mereka ingin membawaku ke RS segera, karena hanya berjarak beberapa langkah saja dari tempatku ditabrak.

Tapi setelah mereka mengangkatku sedemikian rupa, tiba-tiba kurasakan paru-paruku tidak mampu bernafas lagi. Kesadaranku menurun dengan sangat cepat. Suara keributan pun segera berubah sunyi. Sepertinya saraf tulang belakang di leherku putus.

Oh. Ok. Berarti takdirku sampai disini. Tidak masalah. Mungkin ini yang terbaik. Semoga tidak ada yang menangisiku hingga berlarut-larut. Aku tidak suka itu. Semoga pacarku bisa mengikhlaskanku. Siapa bilang aku tidak punya pacar? Pacarku adalah Yuno Gasai dan Rias Gremory! Camkan itu!

Semoga di kehidupan selanjutnya aku bisa menjadi bahagia, tanpa banyak beban pikiran, dan bisa bermanfaat bagi semua orang di sekitarku. Hmm. Sepertinya terlalu banyak permintaanku. Baiklah. Permintaanku cukup satu saja. Agar aku bisa bermanfaat bagi semua orang di sekitarku.

***

Arkanava...

Arkanava...

"Eh? Kok kayak ada yang manggil ya?"

Arkanava Kardia, buka matamu...

"He? Uhh..."

Sambil kubuka mataku perlahan. Tapi, gelap. Semua terlihat hitam tanpa batas..

Arkanava...

"Kamu siapa? Kenapa bisa tau namaku? Ah! Silau..." Aku bertanya sambil kulirikkan mataku ke arah sumber suara tersebut, dan yang kutemukan adalah setitik cahaya terang berwarna keunguan di kejauhan.

Arkanava, aku telah mendengar doamu sebelum nyawamu terlepas dari ragamu...

"Tunggu, kamu siapa? Aku dimana? Kenapa aku bisa hidup lagi?" Pertanyaan memenuhi kepalaku. Aku bingung, aku takut, aku tidak mengerti apa arti semua ini.

Aku adalah Nyx. Engkau tak perlu khawatir. Aku membawamu ke tempat ini untuk memberimu kesempatan supaya engkau dapat melanjutkan hidupmu di dunia yang lain. Di dunia yang tentunya engkau sukai.

"Nyx... Setahuku, yang bisa memanipulasi hidup dan mati seseorang hanyalah Dewa-Dewi. Suaramu adalah suara perempuan. Berarti kamu adalah seorang Dewi. Oh iya! Terimakasih, Dewi Nyx! Jadi dunia yang gimana? Magic? Elf? Manusia kucing? Raja Iblis? Dunia yang gimana, Dewi Nyx?"

Arkana, pergilah memulai hidupmu yang baru. Kuberkahi engkau dengan potensi magic yang sangat tinggi dan memiliki kemungkinan yang tidak terbatas jumlahnya. Telah aku sinkronisasi seluruh bahasa di sana dengan bahasa yang selalu engkau pergunakan. Apapun jalan yang akan engkau pilih kelak, jadilah manusia yang bermanfaat bagi semua orang di sekitarmu. Selamat jalan, Arkana Kardia!

"Yahh Dewi Nyx jangan cuekin pertanyaanku... Jawab dulu plis... Masih bany-- Wo wo woaaaaaaaa~"

Seketika pemandangan di depanku berubah menjadi seperti pipa di tengah angkasa yang dipenuhi warna-warni. Dengan cepat, tubuhku seperti tersedot masuk ke dalam lubang pipa yang penuh warna itu. Semakin lama, semakin cepat. Semakin cepat. Hingga yang terlihat di sekitarku hanyalah garis-garis warna-warni yang bergerak cepat menuju ke arah belakangku.

Beberapa saat kemudian, semua menjadi gelap (lagi). Tidak lama, kudengarkan suara burung dan serangga di sekitarku. Kubuka mataku sedikit demi sedikit. Pelan-pelan.

"Aduh kenapa sih gaya mainnya selalu pakai silau-silauan gini terus Dewi Nyx..." Aku menggerutu sambil terus membuka mata secara perlahan.

Hmm? Hutan? Udaranya... Segar! Aku lihat sekitar. Iya hutan. Aku lihat ke bawah. EH?? Hercules Junior tidak pakai baju... EH AKU BUGIL!!!

"Dewi Nyx mana bajukuuuuu~"

Aku, Arkanava Kardia, 22 tahun, gamer keras, otaku keras, Koas payah, sarjana kedokteran, suka minum es teh dan suka makan sarden kalengan, punya dua pacar 2D, telah diberikan kesempatan untuk hidup yang kedua di dunia yang lain. Tanpa baju, tanpa celana, tanpa sempak.

***BERSAMBUNG...***

_______________________________________

_______________________________________

Halo semua! Sebelumnya, Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca hasil karya yang saya ketik di waktu senggang ini.

Silahkan klik vote sebelum melanjutkan cerita selanjutnya jika anda menyukai karya saya ini.

Kalau ada istilah aneh yang belum dipahami, silahkan google ya... Hehe.

avataravatar
Next chapter