webnovel

Menunjukan Diri (Flashback Dua)

Hubungan pertemanan sejak kecil memang sangat berkesan dan sangat sulit di lupakan. Meskipun terpisah bertahun-tahun, memori anak-anak jauh lebih tajam daripada orang dewasa.

Bahkan pertemanan berakhir cinta sudah sangat lazim di kalangan anak muda saat ini. Manusia memang di karunia rasa cinta sejak lahir, entah itu rasa cinta terhadap keluarga atau lawan jenis mereka.

Irona duduk termenung menopang dagu, menatap kosong kedepan. Memperhatikan papan tulis yang sama sekali tidak berisi tulisan.

"Aku Aksa, nama kamu siapa,"ia sedang mengenang masa kecilnya bersama lelaki yang ia kenal dalam kurun waktu hanya sehari. Ia rindu, ia ingat kalau Aksa akan kembali, tapi sampai saat ini lelaki itu tidak kunjung menemuinya, atau dia lupa?.

Pintu kelas terbuka, menampakan sosok lelaki bertubuh tinggi dan tegap. Irona seketika menoleh. Ia hanya melirik sekilas, memastikan siapa yang masuk, selanjutnya ia kembali menopang dagu.

Zio memasuki kelas, ia hanya melihat Irona disana. Ini adalah hari pertama mereka resmi menjadi siswa Altamevia, wajar jika mereka belum saling mengenal. Bukan, bukan Zio yang belum mengenal Irona, tetapi Irona. Irona tidak tahu kalau Zio adalah Aksa, teman kecilnya yang selama ia cari.

"Irona, gue pengen banget nyamperin lo, gue kangen. Tapi kayaknya lo ngga akan inget sama gue,"Zio meletakan tas nya di atas meja, matanya tak lepas memperhatikan Irona. Ada benih-benih kerinduan yang terpancar jelas di kedua mata Zio.

Menit berganti menit, jam berganti jam, kini kelas sudah dipenuhi siswa lainnya. Ada yang bercanda, mengobrol dan sebagainya. Zio berkenalan dengan seorang lelaki bernama Daffa, ia sedikit kemayu, tapi tidak apa asal Zio memiliki teman disini.

Zio melirik ke arah Irona, ia terlihat sedang bercanda gurau dengan temannya. Sepertinya mereka sudah kenal sejak lama, karena tidak terlihat ada kecanggungan, berbeda sekali dengan teman-teman lainnya.

"Eh Na, itu kan cowok yang kemaren bukan sih?,"Arin memperhatikan Zio menyelidik, ia sangat familiar dengan wajah itu.

"Iya kayaknya,"Irona hanya menoleh sekilas, memastikan apa yang di katakan sahabatnya.

"Ternyata dia satu kelas sama kita,"gumam Arin.

Terlihat seorang guru memasuki kelas mereka, membawa buku di tangan kanannya, membuat isi kelas hening.

"Selamat pagi anak-anak"

"Pagi Bu"

"Selamat datang di SMA Altamevia, perkenalkan nama ibu, Vania. Ibu adalah wali kelas kalian,"Bu Vania berdiri di depan dan memperkenalkan diri.

Hari ini berlangsung seperti biasanya, agenda perkenalan demi perkenalan berjalan dengan seharusnya. Zio merasa benar-benar ingin mendekati Irona, tapi ia takut, takut Irona nya menjauh. "Gimanapun caranya, gue harus deketin Irona,"batinnya.

"Hai cewek,"Zio tiba-tiba saja duduk di atas meja Irona, dengan posisi yang berhadapan langsung dengan si empunya.

Irona menaikan sebelah alis, "Lo siapa?."

"Kenalin, gue Zio Aksadana,"Zio mengulurkan tangan sebari menekankan bagian Aksa, berharap Irona mengerti.

"Gue ngga kenal sama lo, jadi lo ngga usah sok deket sama gue,"balas Irona culas.

Zio menjetikan jarinya, "nah, makanaya itu gue ngajak kenalan, karena gue pengen kenal sama lo"

Irona menghembuskan nafas kasar, "tapi gue ngga mau kenalan sama lo"

"Oke terimakasih, Steffani Irona Najma,"Zio bangkit, tidak lupa senyuman yang paling manis ia persembahkan untuk Irona.

"Cowo ngga jelas,"gumam Irona.

Senja memang sangat di kagumi semua orang, warna kemerahan yang indah bertebaran di langit sana, sangat menenangkan dan menyenangkan. Irona berjalan di tengah hamparan ladang stroberi, ia baru saja selesai memupuki dan menyirami. Ia sangat senang berada di sini, lebih tepatnya mempunyai seorang Ibu yang berprofesi sebagai pengurus ladang stroberi.

Irona memandang langit oranye di atas sana, ia menatap tanpa berkedip, seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Hhh.," Ia terlihat melemaskan bahu, seolah sedang menurunkan tensi beban pikiran.

"Gue kangen lo, Aksa,"lanjutnya.

Aksa adalah teman kecilnya, ia hanya bertemu sekali padahal. Sejak kecil, Irona tidak mempunyai teman, karena ia tinggal disamping ladang stroberi, dan ini jauh dari pemukiman warga. Hanya ada satu rumah disini, yaitu milik Ibunya, rumah yang di khususkan untuk pegawai ladang stroberi Ciwidey.

Hari itu, saat ia sedang menyiram buah stroberi ada seorang lelaki sepnantarnya yang menghampiri, dia adalah Aksa. Sejak itu pula Irona mempunyai satu teman, selain teman sekolahnya. Ia merasa senang, tetapi tidak bertahan lama karena Aksa harus kembali ke Jakarta.

"Dadah Irona, nanti aku pasti kesini lagi,"ucap Aksa saat itu, saat ia harus pulang ke Jakarta. Tapi sampai sekarang, ia tidak kembali lagi.

"Ck, gue bodoh banget. Mana mungkin Aksa balik lagi, mungkin dia lupa sama gue,"ia merutuki dirinya sendiri, kembali mendongakan wajah menatap langit yang sudah berubah gelap, tidak ada lagi oranye di atas sana.

***

"Apa gue bilang aja ke Irona kalau gue ini Aksa?,"Zio terlihat mondar-mandir, "Ah enggak, dia pasti ngga bakal inget,"Zio terlihat sedih, ia memandangi arah jendela, diluar sana sedang hujan.

"Aku kangen kamu, Na,"ia berjalan menuju balkon kamarnya, menatapi rintik hujan yang semakin deras, tanpa merasa dingin sedikitpun. Zio menatap langit, sekilas terbayang awal pertemuan mereka, Aksa dan Irona kecil.

Zio bingung, kapan waktu yang pas untuk memberitahu Irona. Ia sudah berjanji akan datang lagi. Sejak kecil, ia sudah sangat tertarik pada Irona, meskipun usia mereka masih sangat kecil, tapi Zio bisa merasakan suka, dan sekarang mungkin sudah naik level.

"Kamu ternyata masih tetep cantik, Na,"ia tersenyum membayangkan wajah Irona. Ia sadar kalau telah jatuh cinta. "Aku janji akan terus jagain kamu, dengan caraku sendiri,"lanjutnya.

"Aw..,"Irona terkejut saat merasakan ada tangan yang menarik rambutnya, ia menoleh dengan cepat. "lo ngapain narik rambut gue?,"ia menatap lelaki di hadapannya ini.

"Gue gemes, rambut lo bagus banget,"Zio mendekat, mengelus kepala Irona, lebih tepatnya mengelus rambut Irona.

"Ish lepas, jauhin tangan lo yang kotor itu, "Irona menghempas lengan Zio, ia sangat tidak suka jika ada yang menyentuh bagian tubuhnya, termasuk rambut.

"Lo pake shampo apa sih?,"Zio tidak takut sedikitpun, ia semakin mendekatkan diri kepada Irona. Ia sangat merindukan Irona, sejak sepuluh tahun yang lalu.

"Pake rinso,"

"Aw... Ironaaaaaaa,"Zio tampak mengaduh, kaki nya di injak oleh perempuan nakal itu, dan dia pergi begitu saja, Irona menoleh menampilkan senyum jahatnya kepada Zio, "awas kamu ya,"batinnya.

Zio berjalan tertatih, tidak tahu kenapa kekuatan Irona sangat luar biasa sakitnya, padahal ia perempuan. Kakinya serasa gepeng setelah di injak.

"Kenapa lo, kok jalan nya pincang?,"Daffa, sahabatnya merasa heran melihat Zio berjalan dengan kaki yang pincang.

"Di injek Irona,"ia menjawab dengan nada kesal, sebari melirik Irona yang sedang asyik bergurau dengan Arin. Seketika Irona menoleh, dan tatapan mereka bertemu, terkunci untuk beberapa nano detik, sebelum Irona yang menyunggingkan senyum meremehkan.

Daffa memperhatikan arah mata Zio, ia melihat sahabatnya sedang berperang batin melalui tatapan mata, ia hanya menggelengkan kepala melihat tingkah laku sahabatnya itu.

Next chapter