6 Kebohongan

Adeeva membelalakkan matanya melihat duo serigala muncul di depan sana. Memang, waktunya sangat tepat. Saat hujan deras dan petir menyambar, ia bertemu dengan duo serigala dan satu hantu bayangan. Di depannya, berdiri Bastian dan Zion yang sudah menganga lebar hingga ileran.

Saat Adeeva menggapai tangan Yudistira, laki-laki itu membawanya ke rumah milik Bastian yang katanya bisa menenangkan pikiran. Bukannya menenangkan, ia malah semakin tidak tenang saat melihat Bastian dan Zion di sana. Bagaimanapun juga, ia masih memiliki harga diri.

"Oke, anterin gue pulang." ajak Adeeva.

"Di luar hujan deras banget. Gak takut kesamber Atta?" tanya Yudistira.

"Gue ga takut sama halilintar dan semacamnya." jawab Adeeva dengan yakin.

Yudistira mempersilahkannya menuju pintu keluar. Dan saat Adeeva menginjakkan kakinya satu langkah dari pintu keluar, petir saling bersahutan membuat gadis itu melompat memeluk Yudistira.

"Woy, pelecehan sexual itu." kata Bastian.

"Yudis udah gak perawan huhu...." timpal Zion.

Yudistira melirik keduanya dengan tatapan tajam. Seenaknya saja mengatakan bahwa Yudistira tidak perawan. Bagaimanapun juga ia masih perjaka.

Adeeva merasa sedikit malu karena tak sengaja memeluk Yudistira. Secepat mungkin, gadis itu melepaskan diri dan hanya bisa menunduk saat ini. Sungguh rasanya ia ingin menenggelamkan diri sekarang juga.

"Kalau takut sama petir ngaku aja, ga usah sok berani." kata Yudistira.

"Siapa yang takut? Gue cuman kaget."balas Adeeva dengan nada sedikit angkuh.

"Lagian hujannya deras banget, lo yakin mau pulang? Besok UTS loh,ntar sakit bahaya." kata Bastian.

Zion berdeham kencang,"Ekhem yang perhatian..."

Bastian menyenggolnya keras hingga Zion tersungkur di atas lantai. Yudistira dan Bastian hanya tertawa melihatnya.

"Kalian gak ada mobil gitu?" tanya Adeeva.

Ketiganya menggeleng bersamaan. Mereka tak pernah sekalipun membawa mobil ke tempat ini. Karena jalanan yang cukup menantang, mereka lebih memilih menggunakan motor sambil balapan. Biasanya, ada taruhan tersendiri diantara mereka.

Adeeva menghela nafas kasar, ia sudah menyerah. Tas hitamnya yang cukup besar sangat berat untuk dibawanya. Badannya juga cukup lelah seharian ini. Meskipun tidak bekerja di Sunflow tetapi dia juga bekerja sebagai penata rias.

Keahliannya dalam make up membuat gadis itu hidup sampai saat ini.Meskipun hasilnya tak seberapa, tapi dia bahagia. Melihat kliennya menjadi cantik dan membantu mereka menutupi kesedihannya, membuat gadis itu bahagia.

"Awas aja kalau macem-macem." ancam Adeeva.

Perutnya tiba-tiba berbunyi hingga terdengar oleh trio macan, Adeeva yang merasa malu akhirnya menutupi perutnya sembari meninggalkan mereka bertiga di ruang tamu.

Adeeva duduk di kursi depan TV, mengganti channel TV sesuka hatinya. Ia berharap ada drama korea di sana.

"Oke, anggap rumah sendiri yah, nyonya." ketus Bastian.

Adeeva tersenyum kecil sembari membalas, "sertifikatnya mana?"

Ketiganya menganga tak paham.

"Katanya rumah sendiri, ya mau gue jual. Kenapa?" katanya.

"Sialan ni bocah, gak ada akhlak banget." oceh Yudistira.

Laki-laki itu mengacak rambut Adeeva dengan gemas lalu duduk di sebelahnya dan menikmati siaran TV bersama.

"Gak usah deket-deket! Awas lo macam-macam." ancam Adeeva lagi.

"Gue gak nafsu sama yang rata kek lo." ketus Yudistira membuat Adeeva melotot tak percaya.

"Wah, sialan Yudistira punya partner kurang akhlak sekarang." oceh Zion sambil berjalan menuju meja makan.

***

Setelah menikmati makan malam yang dimasak oleh Mbak Dinar, mereka termasuk Mbak Dinar mengobrol santai diruang keluarga. Karena ada Mbak Dinar, Adeeva sedikit lega.

"Adeeva udah ijin orang tuanya?" tanya Mbak Dinar.

Adeeva hanya terdiam dan menundukkan kepalanya. Ia tak tau harus menjawab apa.

"Udah kok, tadi...Adeeva emang sering nginep di rumah temen jadi papah pasti ngebolehin." Adeeva terpaksa harus berbohong demi menutupi aib ayahnya. Bagaimanapun, laki-laki itu menjadi cinta pertamanya sewaktu kecil.

"Bohong." gumam Yudistira nyaris tak terdengar.

***

"Km tau gak kalo aku bahagia?" tanya Adeeva sambil menatap bintang malam. Saat ini dirinya sedang berada di halaman belakang rumah Bastian. Halamannya rapi dan banyak bunga-bunga yang cantik, kesukaan Adeeva.

"Miaw..." jawab lawan bicaranya.

Kucing hitam putih tersebut adalah peliharaan Bastian. Bukan persia ataupun anggora. Itu hanya kucing kampung yang Bastian tak sengaja menjadi korban pertengkaran orang tuanya. Saat itu, ibunya membanting sebuah gelas hingga mengenai kucing tersebut. Bukannya kabur, kucing itu malah bersembunyi dibalik kakinya. Bastian yang tidak tega akhirnya membawa kucing itu ke rumah pribadinya.

"Aku bahagia karena aku punya bintang-bintang sekarang." kata Adeeva. Kali ini, tatapannya bukan menatap iri pada bintang yang menemani sang bulan. Tetapi, pada sang bulan yang selalu di temani bintang-bintang itu. Pasti ini rasanya menjadi bulan.

Kucing itu mengeong lagi,"Miaw.... "

"Cia... Kamu pasti bahagia karena ada orang yang selalu merawat kamu." katanya sembari tersenyum manis.

"Miaw..."

Tiba-tiba Adeeva menitihkan air matanya. Entah kenapa, kata-kata yang baru saja ia lontarkan malah menyakitinya. Mengingatkannya kepada dirinya sendiri. Kepada sosok Adeeva yang tak diinginkan lagi oleh orang tuanya.

Semenjak kematian kakaknya, Adeeva hidup mandiri tanpa ada yang mengurusnya. Gadis itu makan dari jeri payahnya, dan sekolah juga dari jeri payahnya sendiri.

"Pasti menyenangkan kalau dihargai dan di anggap berharga oleh orang lain." gumamnya dengan air mata yang mengalir.

"Hehe, tapi gak papa aku bisa,kan? Aku pasti kuat kan? Gak papa Deva, ini semua tidak ada apa-apa nya dibandingkan kehilangan abang! Semangat!" katanya sembari tersenyum riang.

Dalam sedetik, topeng itu kembali terpasang. Topeng bahagia yang tak banyak orang tahu lagi-lagi melekat pada wajahnya. Air mata yang tadinya mengalir surut seketika secara terpaksa, dan lagi-lagi gadis itu tersenyum seakan tak terjadi apa-apa.

avataravatar
Next chapter