27 Perhatian dua Pria

Jam makan siang itu Arvita sudah berada dikantin karyawan lebih awal, ia tidak memesan makanan apapun. Hanya segelas es capucino yang terus saja ia aduk dengan menggunakan sedotan, tatapannya terlihat kosong mengarah kedepan.

Lidia dan Rosa baru saja muncul, memperhatikan aneh dengan sikap temannya yang terus saja melamun. "Kenapa dia?" Tanya Lidia dan ia sudah memegangi nampan makanan yang sangat penuh. "Gak tahu, kesambet kali." Jawab Rosa asal saja, seraya mengangkat kedua bahunya.

"Vita! Kok bengong sih?" Tanya Lidia lantang, dan meletakkan nampan makanannya dengan hentakan yang sangat keras diatas meja. "Aduh! Lidi gak bisa apa pelan-pelan! Udah makanan segambreng, emang muat apa itu diperut?" Sindir Rosa dan duduk disisi kanan Arvita, sedangkan Lidia berhadapan dengannya.

"Bisa gak ya? Hidup gue tenang aja walau cuman sebentar." Arvita memandangi sinis pada kedua temannya.

"Ih baperan banget sih? Emang kenapa tadi hasil meeting-nya? Lo dimarahin sama bos Armand?" Rosa mulai mengunyah potongan buah, pada menu makan siangnya yang sederhana.

"Enggak kok. Meeting tadi lancar-lancar aja." Jawab Arvita cepat. Karena bukan itu yang menjadi permasalahannya. Kembali ia mengingat ciumannya dengan Armand, belum lagi pertengkarannya dengan Samudra.

"Ahh... Aku pusing." Ucap Arvita frustasi dan mengacak-acak rambutnya sendiri.

"Gila beneran nih dia. Padahal gue pikir lo sekretaris yang bakal bertahan lama dengan bos Armand." Lidia mulai memasukkan penuh makanan pada muluntya. Pipinya dengan cepat mengelembung, tapi pandangannya masih mengarah pada Arvita.

"Tunggu sebentar, gue sedikit bingung. Lo sebenarnya ada apa sih? Dan soal semalam, gue tahu Samudra nyusul ke apartemen bos Armand kan? Karena gue yang kasi tahu alamatnya." Perkataan Rosa barusan membuat Lidia mengalihkan pandangannya.

"Wait guys! Kalian ngomongin apa sih? Gue sama sekali enggak paham? Vita ke apartemen bos Armand? Dan Samudra yang nyusul? Ini sebenarnya ada apa sih?" Tanya Lidia penasaran, tapi kegitan mengunyah tidak ia hentikan.

"Ih... Berisik banget sih Lidi!" Umpat Rosa kesal. Menusukkan garpunya pada potongan buah nanas, kemudian ia masukkan pada mulut Lidia yang masih ingin berucap. "Amm..." Ucap Lidia menyambut baik potongan buah dari Rosa.

"Jadi gimana Vita, apa yang terjadi semalam. Coba ceritain mungkin gue bisa bantu, tenang saja gue pakar kok dalam permasalahan cinta." Ucap Rosa yang tiba-tiba memiliki gelar pakar cinta. Lidia hanya terkekeh geli, menatap cemooh dengan sikap Rosa.

"Ihh... Geli... Pakar cinta? Lo aja jomblo abadi." Ledek Lidia, dan Rosa menunjuk dengan garpunya pada sahabatnya. "Diem lo galah!" Balas Rosa dengan ejekan.

"Gue berantem sama Sam, karena..."

"Dia cemburu kan." Rosa memotong ucapan temannya. "Wajar sih kalau dia cemburu, lagian elo kan datang ketempat cowo malam-malam. Ya... itu sih persoalan mudah. Lo tinggal jelasin aja kalau memang itu hanya masalah pekerjaan, dan tidak terjadi apapun diantara lo dan bos Armand." Rosa menepuk bahu Arvita, merasa puas karena sudah memberikan petuah terbaik – menurutnya.

Lidia masih asik mengunyah, terlalu banyak memasukkan makanan kedalam mulutnya. Ia hanya memanggut-manggut saja, seakan-akan setuju dengan pendapat Rosa.

"Tapi... masalahnya... kejadiannya enggak begitu." Arvita terlihat ragu dan cemas.

"So? What is the problem?" Rosa semakin heran dan penasaran.

"Masalahnya memang terjadi sesuatu malam itu. Aku dan Armand kami... berciuman, dan aku sudah mengakuinya pada Sam." Jawab Arvita perlahan.

Lidia segera saja tersedak dengan makanannya sendiri, tanpa sengaja semua makanan yang sedang ia kunyah keluar dan medarat pada wajah Rosa. "Ahh... Lidi jorok banget sih!" Erang Rosa kesal, dan segera membersihkan wajahnya dengan tisu yang ia bawa.

"Sorry... sorry... gue enggak sengaja... huk..huk.." Ucap Lidia yang masih terbatuk kecil. "Gila! Gue enggak salah dengar kan, Vita?" Lanjut Lidia yang masih terkejut.

"Oh... girl, you're in big trouble now!" Lidia memberikan tatapan seram untuk Arvita.

***

Arvita sudah kembali lebih awal dari jam makan siangnya, kupingnya masih terasa berdengung karena ia bisa mendengar suara teman-temannya. Yang terus memberikan petuah dan nasihat, yang sama sekali tidak membantunya dalam menyelesaikan masalah.

Kembali pada meja kerjanya, tapi pandangannya mengarah pada Armand yang ternyata sudah berada didalam ruangannya. "Loh? Kok memangnya dia enggak makan siang ya?" Tanya Arvita heran.

Sungguh suatu kebetulan karena Armand tiba-tiba juga melihat kearahnya, kaca tembus pandang itu kebetulan tidak tertutup tirai. Dan Arvita yang sadar segera saja memalingkan wajahnya, dan duduk dengan cepat. "Ah... bodoh... bodoh... Kalau kaya gini kesannya gue stalker banget." Gerutu Arvita pada dirinya sendiri.

Tidak lama telpon kerja yang ada ada dimeja Arvita berbunyi, segera membuyarkanya dari khayalannya yang tidak jelas. "Ya Pak Armand." Jawab Arvita cepat.

"Bisa kamu keruangan saya sebentar, ada beberapa laporan yang saya ingin tanyakan." Ucap Armand tegas, belum sempat Arvita membalas ucapan Armand. Pria itu dengan cepat sudah menutup percakapan mereka berdua.

Arvita bangkit dari duduknya, menarik dan menghela napas dengan teratur. "Tenang Arvita. Tenang! Anggap saja tidak pernah terjadi apapun." Ucap Arvita meyakinkan dirinya sendiri.

Sesampainya didepan pintu dia mengetuk pintu dengan hati-hati, tidak lama terdengar suara Armand dari dalam sana dan mengatakan. "Ya, masuk!"

"Siang pak, ada yang bisa saya bantu?" Tanya Arvita ketika dia sudah cukup dekat dengan meja kerja Armand. Pria itu tidak segera menjawab pertanyaan dan sapaan sekretarisnya. Ia masih berkutat pada lembaran kertas yang sedang ia amati dengan serius, setelah beberapa detik Armand menandatanganinya. Barulah ia meletakkan pulpennya, dan menegakkan wajahnya pada Arvita.

"Arvita, bagaimana dengan negosiasi yang kamu lakukan? Apakah berjalan lancar? Saya harap saya bisa mendapatkan kabar secepatnya." Tanya Armand.

Arvita menggigit bibirnya dengan gelisah, dia lupa kalau dia harus bertemu dengan ayahnya. Dan membicarakan hal ini sebelumnya. "Maaf pak, saya belum bisa memberikan informasi apapun. Tapi memang sore ini rencananya saya akan bertemu dengan pemiliknya." Ucap Arvita memberikan penjelasan, berharap Armand tidak marah dengan kelupaannya.

"Ok! Saya akan tunggu kabar baik dari kamu." Jawab Armand singkat. Masih menatap wajah Arvita, tanpa ada guratan senyum sama sekali.

"Emm... Kalau begitu saya pamit dulu ya pak." Ucap Arvita dan baru saja ia ingin membalikkan tubuhnya. Ia bisa mendengar suara kursi yang bergeser, menandakan Armand baru saja bangkit dari duduknya.

"Tunggu sebentar, Arvita." Panggil Armand.

"Ada apa pak? Apa ada tugas lain?" Tanya Arvita yang canggung, ketika Armand berjalan mendekat kearahnya.

"Terimakasih untuk bantuanmu semalam. Pasti rapat tadi pagi tidak akan berjalan akan lancar, bagaimana kalau saya traktir kamu makan nanti malam?" Tanya Armand. "Saya harap kamu enggak mikir apapun, hanya sebuah makan malam saja." Lanjut Armand, tapi tetap saja tidak ada senyuman yang ia tampilkan pada wajah tampannya.

"Mungkin..."

"Baiklah saya pikir itu adalah jawabannya ya." Ucap Armand menarik kesimpulan sendiri.

Suara ponsel milik Arvita berbunyi nyaring. "Duh kenapa gue lupa taro hp gue sih." Batin Arvita dan tersenyum kearah Armand. "Maaf pak, saya angkat telepon saya diluar saja. Permisi pak."

Arvita segera berlalu meninggalkan ruang kerja Armand, ruang yang membuatnya panas dingin. Tapi ternyata yang menghubunginya, lebih membuat Arvita menjadi berpikir tak karuan.

"Sam? Hah..." Arvita yang bingung ketika membaca nama Sam pada layar ponselnya.

avataravatar
Next chapter