28 Perhatian Dua Pria -2-

"Gue rasa Vita udah beneran gila." Ucap Rosa dengan tangannya sedang memegangi camilan snack keju.

"Kalau gue bilang, yang gila itu Bos Armand. Gimana bisa dia ajak Arvita makan malam." Lidia ikut mengambil camilan milik Rosa. "Tapi si Sam juga lebih gila, dia mau-maunya makan malam sama Arvita dan Bos Armand." Celetuk Lidia dan menggelengkan kepalanya dengan perasaan tidak percaya.

Saat ini kedua orang itu sedang menatap kearah jendela, melihat mobil yang ditumpangi Arvita dan Armand sudah berlalu meninggalkan pekarangan rumah Rosa.

"Lidi! Kok elo habisin makanan gue sih!" Ucap Rosa ketus, ketika ia baru menyadari camilannya habis.

"Masa sih? Perasaan tadi emang tinggal dikit kok." Lidia berusaha berkelit, dari aksinya yang ketahuan. "Enggak! Tadi ada banyak! Beneran deh elo ini, kalau udah urusan perut cepat banget!" Sindir Rosa.

"Pokoknya elo harus ganti. Ini camilan mahal, buatnya aja diluar negeri." Rosa memberikan tatapan garang. "Ya elah! Luar negeri doang, mudah banget itu! nanti gue beliin bakso bang Toyib. Rasanya lebih enak." Lidia memberikan dua jempol untuk Rosa, dengan wajah menyeringai

"Enggak mau!"

***

Salah satu restoran mewah di Jakarta Selatan.

Armand menatap bergantian pada Arvita dan satu lagi yaitu, seorang pria yang tak diundang dan tidak diharapkan kehadirannya. Dia tidak menyangka kalau Arvita justru akan membawa kekasihnya, pada acara makan malam tersebut.

Kedua pasang mata pria itu seringkali menatap dalam diam, seakan-akan mereka berdua sudah siap untuk bertempur. Sam bahkan memberikan seringai tipis pada Armand, dan Arvita harus segera berdeham kuat agar tidak terjadi perang dingin yang berkelanjutan.

"Apa kalian hanya akan saling menatap saja? Dan tidak makan makanan kalian?" Sindir Arvita, dan Sam pun segera menoleh kearahnya. "Maaf sayang, aku jadi lupa kalau kita kesini untuk makan malam." Ucap Samudra dan memegangi tangan Arvita.

Armand yang melihatnya, segera saja memutar bola matanya dengan kesal. "Nona Arvita, sepertinya saya lupa kalau saya membuat undangan untuk dua orang." Ucap Armand dan dia masih bisa memberikan senyuman ramahnya.

"Maaf Pak Armand, kebetulan Samudra juga mengajak saya bertemu malam ini. Dan menurut saya... ada beberapa hal yang harus diperjelas. Mengenai malam itu..."

"Sayang, sudah kita tidak perlu membahas mengenai masalah itu, maafkan aku karena waktu itu terlalu berlebihan marah kepadamu." Samudra lebih mengeratkan genggaman tanganya pada Arvita. "Hah?" Batin Arvita bingung, mengkerutkan keningnya dengan cepat.

"Lagipula saat ini aku senang bisa bertemu dan berbicara banyak dengan atasanmu sedekat ini." Ucap Samudra dan mengambil gelasnya, meminumnya perlahan dengan tatapannya mengarah pada Armand.

"Ya, aku juga senang karena bisa bertemu denganmu. Hubungan kalian sepertinya dekat ya?" Armand memandang tatapan Samudra dengan sinis.

"Aduh...duh! Kenapa jadi seperti ini! Dua pria ini kenapa sih, maksudku mengajak Sam agar semua masalah jelas. Tapi... kenapa jadi kayanya rumit, kaya benang kusut begini sih!" Batin Nayla.

Sungguh makan malam mereka bertiga sangat canggung, bahkan Arvita tidak bisa merasakan kenikmatan makan pada Restoran mahal. Karena Arman dan Samudra seperti ada didunia mereka masing-masing, banyak hal-hal yang terlalu basa-basi diutarakan pada mereka.

"Sayang." Panggil Samudra dengan intonasi suara yang sangat dibuat-buat.

"Ya?" Arvita menoleh cepat, walau bingung dengan sikap kekasihnya itu.

"Ah, sebentar. Ada sesuatu di ujung bibirmu." Samudra segera menyeka ujung bibir Arvita dengan sikap yang sangat romantis, bahkan Arvita sampai merona malu. "Nah begini lebih baik."

"Terimakasih." Balas Arvita dengan senyuman.

"Jadi bagaimana dengan rencana pernikahan kita? Bukankah kedua orangtua kamu, ingin hubungan kita cepat diresmikan?" Samudra bersikap santai saat mengucapkan hal tersebut, tapi berbeda dengan sikap Arvita.

Karena Samudra mengucapkannya saat Arvita sedang makan, otomatis saja ia tersedak dengan kuat. Wajah Arvita memerah padam, dan menepuk dadanya kuat. "Kamu baik-baik saja?" Tanya Samudra, dan ia segera memberikan minumannya untuk Arvita.

Tapi tidak hanya Samudra saja, karena Armand pun melakukan hal yang sama. Dan saat ini dua orang pria memberikan masing-masing, minuman untuk arvita.

Arvita membuat keputusan sendiri, dan minum dari gelas miliknya. Meminumnya dengan cepat, hingga ia bisa merasakan lega pada tenggorokkannya. "Sudah! Aku sudah tidak apa-apa." Jawab Arvita, menatap bergantian antara Armand dan Samudera.

"Sam." Bisik Arvita terlalu pelan, dan ia mendekatkan wajahnya kearah Samudra. "Ya, Sayang." Sahut Samudra. "Ada apa denganmu? Kenapa kau membahas hal seperti ini, disaat kau berjanji tidak akan membuat masalah." Arvita menggarangkan tatapannya.

"Ingat, aku tidak mau ada lagi masalah baru. Kumohon... Kalau memang ada sesuatu antara aku dan atasanku. Mana mungkin aku ikut mengajakmu." Lanjut Arvita dengan suara yang semakin pelan, tapi tetap saja Armand tampaknya tahu dengan pembicaraan dua orang dihadapannya.

"Maaf sekali." Ucap Armand menengahi, dan ia menyeka mulutnya dengan ujung napkin yang ada dipangkuannya. "Aku lupa kalau aku ada urusan, sepertinya malam indah ini cocok untuk kalian berdua."

"Hah? Maksud Pak Armand?" Tanya Arvita bingung, tapi Samudra justru memperlihatkan tatapan kesenangan.

"Tidak apa-apa Arvita, tidak perlu sungkan. Seperti yang kukatakan sebelumnya, makan malam ini sebagai bentuk apresiasi saya pada kamu yang sudah banyak membantu." Lanjut Armand, ia berbicara dengan pembawaan yang tenang.

"Dan memang lebih nyaman, jika pasangan seperti kalian menikmati makan malam berdua saja. Tanpa ada gangguan, dan tenang saja aku akan membayar semua tagihan makan malam ini." Lanjut Armand dan sudah beranjak dari duduknya.

"Terimakasih Armand, sungguh kau atasan yang sangat baik. Bukan begitu sayang?" Puji Samudra, dan kembali ia meraih tangan Arvita. "Ah... Iya. Pak Armand, terimakasih." Ucap Arvita kikuk.

Sesungguhnya arvita merasa semakin tidak nyaman, ketika ia sudah tidak lagi melihat punggung atasannya yang sudah menghilang dari balik pintu. Dan bayangkan setelahnya? Suasana makan malam yang hanya berdua saja dengan Samudra semakin canggung saja.

Begitu juga dengan perjalanan pulang, baik Arvita dan Samudra tidak saling berbicara. Dan tidak ada satupun yang berniat untuk membuka obrolan , untuk sekadar menanyakan bagaimana kesan acara makan malam yang sudah mereka lalui.

Menjelang larut malam itu, baik Rosa dan Lidia belum tertidur. Mereka berdua tengah asih menonton acara horor, dengan masing-masing memegangi oo mangkuk bakso. "Gimana? Enak kan?" Seru Lidia, dan memasukkan terakhir suapan bakso kedalam mulutnya.

"Mmm... Enyak sih..." Jawab Rosa dengan mulut penuh.

"Ih ngomong apa sih?"

"Enak! Tapi tetap saja lo hutang camilan sama gue!" Sahut Rosa ketus, pandangannya masih mengarah pada layar televisi. "Ahh... Lidi! Itu mayat hidupnya!" Tunjuk Rosa takut. Segera ia meletakkan mangkuk baksonya, mengambil bantal kecil untuk menutup wajahnya.

Lidia hanya cengegesan melihat Rosa yang amat penakut, ia mengetuk pundak Rosa dengan telunjuk. "Marmud... Tuh mayat hidupnya ada disamping lo... lihat sebelah kanan lo buruan. Mayat hidupnya baru datang nih, masih anget kaya gorengan.." Ucap Lidia dengan suara seram dan lirih.

Rosa menoleh dengan penasaran, seketika ia menjerit panik karena ada sosok bayangan yang mendekat kearah mereka. "Arrggghh!" Rosa yang panik melempar bantal pada sosok tersebut. Anehnya sosok yang semakin mendekat itu tampak tidak peduli, dan terdengar suara tertawa Lidia dibelakangnya.

"Haha! Marmud! Itu Arvita, kebanyakan halu sih elo gara-gara bakso!" Cibir Lidia, dan diam-diam mengambil satu bakso kecil dari mangkuk Rosa.

"Hai Vita, udah pulang. Loh kok cepat banget sih makan malamnya?" Tanya Lidia.

"Loh! Elo kenapa Vit? Kok lesu begitu." Rosa juga penasaran. Pandangan dua orang yang berada diruang tonton, seketika terus saja menyorot pada Arvita yang terus saja berjalan dengan lesu.

"Enggak kenapa-kenapa kok. Gue cuman ngantuk aja, gue langsung tidur ya." Jawab Arvita dan terus saja berjalan melewati kedua temannya, yang masih menatap penasaran sampai akhirnya Arvita menghilang dari balik pintu kamarnya.

"Wah beneran tuh dia kena virus." Ucap Rosa yang sedang membuat kesimpulan.

"Virus? Virus apa? Zombie?" Tanya Lidia, dan kembali ia mengambil bakso Rosa tanpa diketahui oleh pemiliknya.

"Bukan Lidi! Uhh! Dia itu kena virus cinta." Lanjut Rosa ketus dan menoleh pada Lidia, ia pun tersadar dengan baksonya yang habis. "LIDI!!! BAKSO GUE LO JUGA EMBAT!! Dasar perur karung!"

"Eh kalau gue perut karung! Lo perut kontainer sampah!" Balas Lidia terkekeh.

avataravatar
Next chapter