2 Flashback - Arvita Desi Mawarni Cahya - Jilid 1-

"VITAAAAA....!!!!!"

Rohimah berteriak dengan kencang seraya membawa gayung yang berisikan air, dengan entengnya ia telah mengguyur putrinya sendiri yang masih tertidur lelap di kasurnya.

Vita langsung terbangun dan terkejut, matanya mengerjap secara otomatis.

Tubuhnya langsung memerintahkan otaknya untuk duduk dengan tegak, dan langsung saja ia berteriak dengan histeris melihat ibunya yang sudah bertolak pinggang dan menatap kesal padanya.

"Astagaah... Nyak! Kenapa sih nyak!? Ini kan hari minggu. Hari Libur! Kaga sekolah nyak! Ngapain Vita diguyur pake air! Sekalian aja Vita dimandiin biar bersih!" Protes Arvita kesal, dan mulai menyeka sisa air di wajahnya. Rambutnya yang panjang sebahu, sudah menjadi lepek dan basah.

"Lo ini ya..! Anak perempuan tapi bangun siang! Gak malu tuh sama matahari!" Balas Rohimah lebih lantang dari sebelumnya, menunjuk-nunjuk kearah putrinya dengan gayung yang berwarna orange cerah.

"Mau hari minggu kek, Senin, Selasa, Rabu ... Perawan itu gak boleh bangun siang!" Ucap Rohimah kesal, dan mulai menjewer kuping putrinya.

"Asal lo tau Vit! Waktu enyak muda, ayam belum bekokok aja, nyak tuh udah bangun! Udah rapi... Udah wangi... Gak kaya lo begini, iler aja masih berkerak tuh!" Rohimah semakin mengeratkan pelintiran telinga putrinya.

"Aduhh Nyaak.. Sakit... Iya.. iya... Ampun nyak." Ucap Vita, dan masih berusaha melepaskan tangan ibunya dari telinganya yang sudah memerah. Wajah Arvita mulai meringis, menunjukkan bahwa ibunya sedang tidak ingin berbelas asih.

"Cepetan gak lo mandi! Bantu enyak siapin makanan, hari ini ada arisan keluarga. Encang-encing lo pada mau datang. Dandan yang rapi, pake baju yang bener!" Rohimah sudah melepaskan kuncian tangannya dari telinga Arvita.

Gadis enam belas tahun itu masih terus memanyunkan mulutnya, seraya terus menggaruk kepalanya yang sudah mulai gatal.

"Ya elah nyak. Arisan keluarga doang! Ngapain rapi-rapi banget sih!! Pake baju yang bener gimana? Selama ini Vita juga pake baju bener kok?" Protes Vita, seraya mengusap kedua telinganya.

"Ini ngomong-ngomong enyak nyiram Vita pake air apaan sih!? Gatel nih kepala Vita!" Ucap Vita, dan mulai menggaruk kepalanya.

"Hmm... enak kan?! Enyak siram pake air bekas cuci piring tadi! Rasain lu!" Jawab Rohimah, dengan seringai lebar.

Vita hanya melongo tidak percaya, dan menatap kesal pada ibunya.

"Arrhhhh... Nyak ..! Vita ini anak pungut ya?! Kok bisa sih enyak tega kasi air bekas cucian piring? Sekalian aja Vita dibuang ke sungai, dihanyutin!" Teriak Arvita lantang, dan Rohimah memberikan pukulan dengan gayung ke punggung Arvita dengan kesal.

Rohimah, ibunya yang terlihat dari luar seperti seorang yang lemah gemulai, bisa menjadi seorang ibu yang super kejam pada putri semata wayangnya.

Arvita dengan terpaksa menuruti perintah ibunya, dan sudah menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya.

Sedangkan Rohimah sudah kembali sibuk menata semua persiapan, dibantu dengan beberapa pembantu rumah tangga yang bekerja saat itu.

Pria bertubuh tambun, dengan kumisnya yang tebal sedang duduk bersantai di teras depan, secangkir kopi menemani waktu santainya. Tidak lupa seputung rokok yang juga menemaninya beserta koran langganan favoritnya.

Ahmad Rojali atau Rojali, atau Jali dengan nama pendeknya. Pria hampir setengah abad itu tampak terbiasa dan tidak kaget, dengan keributan yang ditimbulkan oleh istri dan anak satu-satunya.

Sudah menjadi kebiasaan istrinya, hampir disetiap harinya berteriak di suasana pagi kediaman rumahnya.

"Abang..!" Teriak Rohimah lantang dan sangat kesal pada suaminya. Bahkan Rojali yang mendengar istrinya memanggil, dengan sengaja tidak melihat wajah istrinya. Rojali membalikkan lembar korannya, masih terlihat sibuk dengan kegiatan membacanya.

"Mmm ..." Jawab Jali.

Karena dia sudah tau hal apa yang akan dibicarakan oleh istrinya. Rohimah yang sudah kesal duduk dengan bunyi "bug" yang keras pada kursi rotan disebelah suaminya yang langsung menoleh kaget.

"Abang! Liat tuh putri kita satu-satunya. Saban hari kelakuannya bikin gue pusing! Udah deh pokoknya imeh gak mau liat abang ngajarin putri kita silat lagi!" Ucap Rohimah lantang.

"Kenapa sih lo meh? Apa salahnya kalau Pita belajar silat? Anak perempuan itu harus bisa jaga diri. Lo liat kan berita di TV, yang diperkosa, yang diculik, belum yang disiksa." Ucap Rojali dan sudah melipat korannya, meletakkan rokok pada tepi asbak dan mulai menyeruput kopinya secara perlahan.

"Abang ini ..! Vita bang bukan PITA!" Koreksi Rohimah atas pengucapan nama putrinya dan Rojali hanya mendengus kesal.

"Ahhh... sama aja!" Rojali kembali menyesapi kopinya.

"Abang liat kan! Si Vita makin hari udah kaya anak cowo. Liat bajunya, baju laki... semua! Rok aja aye beliin dia kaga pernah pake bang! Kelakuannya juga tomboi banget bang! Untung aja rambut tuh kaga bondol, kalau gak si Vita udah beneran jadi anak laki tuh!" Rohimah mulai mendramatisir dan semakin histeris bercerita.

"Kerjaannya berantem terus! Hampir tiap bulan ada aja aye dipanggil ke sekolah bang. Abang kan kaga pernah mau tau yang kaya beginian!"

"Abang tau gak, minggu kemarin anak abang berulah lagi! Bisa-bisanya dia berantem sama temennya yang cowo. Untung mukanya kagak perlu dioperasi! Vita tuh udah kelas dua SMA bang!! Kalau sampe dia kaga naik. Gimana bang?!" Rohimah mulai mengeluarkan air matanya.

Rojali menghela napasnya, Jika istrinya sudah mulai mengeluarkan air mata. Dia pun sudah tidak mau berdebat terlalu banyak. Rojali pun menepuk punggung istrinya dengan perlahan, berharap Rohimah bisa kembali tenang.

"Iye... iye... nanti gue bilangin tuh anak supaya gak berantem-berantem lagi. Udah kaga usah nangis kenapa sih lo meh? Kaga enak kan diliat tetangga. Dikiranya gue ngapain elo lagi!" Ucap Jali seraya menghela nafasnya dengan panjang dan berat.

avataravatar
Next chapter