1 Pandora Box

"Apakah aku harus melakukan ini Adam?" wajah Akari berubah pucat pasi mendengar peraturan game dari Adam. Dia tidak pernah melakukan game tersebut sebelumnya.

"Kau yang meminta permainan ini Akari," tuntut Adam. "Masa depanmu ada di depan mata. Atau kau ingin melarikan diri?"

"Tentu tidak!" jawab Akari cepat. Tapi dia tidak yakin dengan ucapannya sendiri meskipun kalimat tersebut keluar dari mulutnya sendiri. Benarkah dia menginginkan hal ini untuk terjadi? Apakah melakukan permainan ini hanya satu-satunya cara untuk dia bebas sementara waktu? Dia menatap mata bening Adam, tidak ada keraguan sama sekali dari tatapannya. Adam sangat serius untuk melakukan permainan ini.

Adam tersenyum, dia melihat keraguan di wajah perempuan dihadapannya. "Kau tidak bisa lari dari takdirmu Akari,"

"Aku tahu itu," gerutu Akari tidak terima. Tidak ada jalan keluar lagi, dia menghela nafas panjang untuk menenangkan diri, "Ayo lakukan,"

Adam tersenyum puas, "Bagus sekali,"

"Game Start!"

***

'Jakarta, 01 Juni 2360'

Akari menandai kalender digitalnya sambil mendesah, hari ini dia resmi pindah ke Jakarta setelah ayahnya Koji Matsumoto diberi tugas oleh World Government untuk menginspeksi pemerintahan Southeast Asia yang berpusat di Jakarta selama satu tahun.

Menjadi dewasa tidak menjadikan dirinya bebas dari belenggu keluarga. Sang ibu, Minami Matsumoto bersikeras Akari harus ikut mereka ke Jakarta. Pertengkaran hebat terjadi antara dia dan ibunya. Akari sudah dewasa, hari ini tepat 1 Juni 2360 dia berumur 22 tahun, standar kedewasaan bagi dunia sudah dia lewati.

"Akari, ibu sudah menyiapkan pesta kedewasaanmu di Sky Hotel malam ini," ibunya berusaha mencairkan suasana. " Ibu tahu kau tidak suka pindah ke Jakarta, tapi ibu tidak ingin kau sendirian di Jepang tanpa ada pengawasan. Kau adalah anak dari Head of Asian Goverment. Kau harus paham siapa dirimu,"

Mulut Akari terkunci, tangannya tetap bekerja mengambil beberapa buku dari kardus dan memasukkannya ke dalam rak di sebelah tempat tidur barunya. Percuma berdebat dengan ibunya jika menyangkut keselamatan dirinya. Akari berusaha berdamai dengan trauma yang dialami ibunya saat dia diculik sewaktu balita.

Dia asyik bermain di halaman rumah bersama beberapa orang pengasuh, tanpa diduga, muncul sekelompok orang berbaju hitam dengan wajah tertutup topeng putih menyerbu masuk, membunuh semua pengasuh dan beberapa penjaga, mereka menculik dirinya untuk memberi peringatan kepada ayahnya agar tidak menandatangani kebijakan dari world government.

Akari berhasil diselamatkan sehari setelahnya berkat bantuan dari The Secret, agen rahasia milik World Government yang berhasil masuk ke dalam gedung tempat Akari diculik, untuk menolongnya sekaligus mencuri database kelompok mereka. Sejak hari itu, ibunya berubah menjadi sangat posesif, tidak pernah mengijinkan Akari untuk pergi sendirian, selalu ada dua atau tiga bodyguard yang bertugas menjaga dirinya.

Kamar baru Akari berada di lantai tiga dengan jendela menghadap ke pemandangan taman kota, di kejauhan dia bisa melihat puncak tugu monas. Akari pernah membaca buku sejarah dunia malam sebelum masa perang dunia ke III, dahulu tugu monas dibangun dari bahan semen, terdapat area taman luas untuk orang bersantai, jalan kecil untuk mereka para pesepeda. Sekarang tugu monas direnovasi menggunakan baja yang dilapisi dengan bahan anti peluru dan nuklir, tugu ini memiliki fungsi ganda, selain tetap dijadikan sebagai area rekreasi, juga dijadikan pusat perlindungan dan evakuasi masyarakat apabila terjadi serangan teroris.

Mendesah lelah melihat wajah cemberut anaknya, "Kau mau membantu ibu mengambil barang-barang di loteng? Rumah ini hanya dipakai beberapa tahun sekali, ibu lupa dimana ibu menaruh remote control untuk Eva, dia pasti rindu bertemu denganmu,"

Eva, program housekeeper untuk rumah dinas mereka di Jakarta. Dia mengontrol semua mekanisme rumah, mulai dari keamanan, pengontrol robot kebersihan rumah. Awalnya Eva hanya diinstal di main computer house tapi atas permintaan sang ibu, Eva juga diinstall dalam robot android pengasuh untuk menemani Akari sewaktu dia kecil.

"Aku akan mencarinya sendiri," jawab Akari, "Ibu ada janji temu dengan para ibu Negara jam 12 siang, kan?"

Minami-san melihat jam digital di dinding kamar, jam menunjukkan pukul 11.30, "Oh.. ibu hampir lupa, baiklah kalau begitu, setelah kau mengaktifkan Eva, minta tolong dia untuk membersihkan rumah dan mengaktifkan security, jangan lupa kau harus mulai merawat diri untuk nanti malam,"

Akari memutar bola mata, "Aku tahu," dia paham apa maksud ibunya, malam hari ini adalah pesta kedewasaannya sekaligus untuk mencari calon pendamping dirinya, akan ada banyak pemuda dari kalangan atas yang hadir untuk 'melihat' dirinya.

Setelah mengantar ibunya ke mobil, Akari naik ke loteng di lantai empat, ada tangga kecil di dekat kamar mandi di ujung ruangan yang mengarah ke lonteng. Di tempat ini sebagian besar barang-barang tertutup kain putih agar terlindung dari debu, beberapa tumpukan kardus yang berjejer rapi dengan label berisi daftar isi di setiap box. Akari bernostalgia sambil mencari remote Eva. Terakhir mereka ke rumah ini adalah saat Akari berumur lima belas tahun. Eva hanya diaktifkan saat mereka tinggal disana, jika mereka kembali ke Jepang, rumah akan masuk ke bunker pertahanan di bawah tanah secara otomatis.

Akari membongkar-bongkar isi kardus bertuliskan label control tools, "Mana ya? Harusnya ada disini, atau ibu salah menaruhnya..." setengah mencari dia tak juga menemukan remote control tersebut meskipun hampir seluruh kardus dia cek satu per satu.

"Hah... seharusnya ibu mengganti remote controlnya dengan voice control saja. Eva sudah ketinggalan zaman.." desah Akari, pandangan matanya tertuju ke box kaleng kecil di atas lemari. Box segera mengambil box tersebut, mengamati box berbentuk persegi empat tersebut dengan perasaan nostalgia, "Ini, kan box mainanku sewaktu kecil,"

Saat kotak dibuka, Akari menemukan remote control Eva, remote kecil berbentuk segi empat dengan banyak tombol, dia segera memencet tombol ON, seketika itu terdengar bunyi 'klik' dan bunyi dengung main compter house menyala, sebuah hologram berwujud wanita berambut biru panjang menggunakan kain metalik yang membalut seluruh tubuh muncul di depan Akari, mata putihnya perlahan terbuka, senyum kecil menghiasi wajah hologram tersebut,

"Selamat datang Akari," sapa Eva.

"Aku pulang," Akari tersenyum melihat wujud hologram di hadapannya, sudah tujuh tahun berlalu semenjak terakhir kali dia melihat Eva, "Ibu minta kau mulai membersihkan rumah dan mengaktifkan security,"

"Baik," jawab Eva patuh, " Cleaning mode active! Security level 3 active!"

Akari bisa mendengar bunyi para robot pembersih rumah mulai aktif dan bekerja di lantai bawah. "Ev, Android mode,"

"Android active!" dinding di dekat lemari bergeser perlahan, seperangkat peralatan komputer keluar dari dinding, beberapa monitor mulai menyala satu persatu, di sebelahnya terdapat kursi dengan lampu berwarna biru menyala dengan terang, sebuah robot android berwujud Eva terlihat tertidur dengan nyaman. Begitu seluruh monitor menyala, lampu di kursi mulai mati satu per satu, android Eva membuka matanya secara perlahan. Setelah terbangun sepenuhnya, Eva segera menghampiri Akari.

"Ev, aku butuh perawatan tubuh, ibu ingin aku tampil malam ini," perintah Akari.

"Baik," Eva segera berjalan ke monitor di dinding, tangannya menari di atas layar mengkoordinasikan beberapa robot, "Kau sepertinya tidak terlalu senang dengan acara perayaan ulang tahun malam ini,"

Akari berjalan menuruni tangga, tangannya tetap memegang box kaleng dengan erat sementara Eva mengikutinya dari belakang, "Itu bukan perayaan ulang tahunku, tapi ibu sedang mencari calon menantu," dengusnya.

Eva tersenyum, emosi buatan membuatnya bisa memahami perasaan jengkel Akari, "Hari ini kau berumur 22 tahun, bukankah anak gadis biasanya selalu ingin cepat-cepat memiliki pendamping hidup? Atau kau sudah memiliki kekasih di Jepang?"

Raut wajah Akari semakin cemberut, "Aku sedang tidak berminat mencari suami, Aku lapar, buatkan aku sesuatu dan antarkan ke kamar,"

"Baik," Eva segera pergi ke dapur. Meskipun sudah banyak mesin pembuat makanan, program Eva tetap mengharuskan sang android memasak sendiri. Akari lebih senang masakan buatan Eva dibandingkan mesin pembuat masakan.

Kamar sudah tertata rapi, sebuah buku sudah masuk rak begitu juga dengan baju-baju di koper sudah masuk ke dalam lemari. Akari langsung merebahkan diri di atas kasur, rasa lelah karena perjalanan Jepang Jakarta baru mulai dia rasakan.

Akari menatap langit-langit kamar, lampu kristal menggantung dengan anggun di tengah ruangan, tiba-tiba dia teringat dengan box kaleng kue yang dia letakkan di sebelahnya secara tak sadar,

"Kakek memberiku kotak ini karena ada gambar gadis Victoria menggunakan gaun, aku benar-benar menyukai gaun tersebut dan memakai gaun tersebut saat ulang tahun ke enam," dia meraba gambar gadis tersebut secara perlahan, tangannya bisa merasakan tekstur kasar karena karat di permukaan kaleng.

Kotak tersebut kembali terbuka dengan mudah, Akari baru menyadari, banyak sekali benda yang dia simpan di dalam kotak kecil tersebut. beberapa batu kuarsa dengan berbagai warna indah, ada juga batu mineral dengan ilusi seperti galaksi di dalamnya, kartu pos dari berbagai tempat yang pernah dia kunjungi, boneka kucing dan kelinci kecil yang sudah kumal dan kotor, kalung dan gelang dari mutiara dan kristal plastik dan ada sekotak deck kartu.

"Akari, petugas Spa sudah datang, aku buatkan kau kudapan pai susu di ruang perawatan," Eva tiba-tiba memunculkan hologram dirinya di tengah ruangan.

"Oke, aku ganti pakaian dulu," jawab Akari. Dia meninggalkan kotak harta karun kecilnya di meja rias. Satu persatu pakaian dia lepas hingga tersisa pakaian dalam saja, setelah menggenakan baju handuk, dia pergi menuju ruang perawatan di lantai satu dekat dapur.

Pintu ruang perawatan terbuka ketika Akari mendekat, Android Eva berdiri berjejer bersama dua petugas spa wanita, mereka menggunakan pakaian maid dengan apron putih.

Akari menatap ruangan tersebut sekilas, di sebelah kanan terdapat kolam jakuzi mini dan meja bar santai. Di sebelah kiri ruang perawatan spa lengkap dengan segala peralatannya, Akari sadar, jika bukan karena kedua orangtuanya, dia tidak akan mendapatkan perawatan mewah bak putri raja. Dia mendesah, mungkin memang aku harus memilih tunanganku malam ini, batinnya.

***

Sky Hotel dengan tinggi 126 lantai ditutup untuk umum khusus untuk merayakan ulang tahun Akari. Malam hari menjelang pukul tujuh, para tamu undangan dari seluruh dunia memenuhi ballroom hotel, seluruh hidangan yang disajikan para koki adalah semua masakan yang disukai Akari tanpa kecuali, dari hidangan pembuka, hidangan utama, dessert hingga minuman.

Akari menatap pantulan dirinya di cermin, tingginya yang hanya 160 centimeter mendadak bertambah menjadi 165 centimeter berkat sandal geta. Kimono berwarna pink muda dengan hiasan bunga sakura membungkus tubuh mungilnya, tatanan rambut dibuat sederhana dengan hairpin bunga sakura menjuntai. Dia terlihat sangat feminim, cantik dan terkesan anggun, berbeda dengan apa yang sedang terjadi di dalam hatinya, rasa ingin memberontak dan bebas dari acara malam ini.

"Kau sangat cantik," puji ibunya.

Akari menatap wajah bahagia ibunya dalam balutan kain kimono biru tua dari pantulan cermin, hati Akari terasa teriris-iris menatap kebahagiaan kedua orangtuanya malam ini. Dia berusaha menyunggingkan senyum tulus.

Minami-san merasakan kegalauan anak perempuan satu-satunya tersebut, "Aku hanya ingin menunjukkan kepada dunia betapa manis dan cantiknya dirimu, betapa cerdas dan mandirinya dirimu, ibu tidak akan memaksamu untuk memilih malam ini, ibu hanya ingin kau bahagia di hari ulang tahunmu,"

"Aku tahu ibu,"Akari tersenyum seraya menggenggam tangan ibunya dengan erat.

Beberapa menit kemudian, Akari segera menuju panggung kehormatan untuk dirinya, dari balik panggung dia bisa mendengar pembawa acara memanggilnya untuk naik,

"Beri sambutan untuk putri kita malam ini! Akari Matsumoto!"

Akari mengambil nafas panjang untuk menenangkan diri, hanya untuk malam ini saja, batinnya menguatkan.

Tepuk tangan riuh menggema di ballroom saat Akari naik ke atas panggung, pandangannya silau akibat sorot cahaya diarahkan ke dirinya, membuatnya bersinar. Para tamu masih bertepuk riuh, terkagum-kagum dengan kecantikan Akari dalam balutan kimono. Akari bisa merasakan kakinya ingin segera pergi meninggalkan tempat tersebut sekarang juga.

Acara dilanjutkan dengan menampilkan video kehidupan Akari sedari bayi hingga berumur 22 tahun. Meski malu, Akari merasa beruntung memiliki orangtua yang sangat menyayangi dirinya. Setelah video berakhir, sebuah kue ulang tahun dengan lima tingkat naik ke atas panggung, kue dalam balutan krim putih dengan lukisan bunga sakura mengelilingi setiap tingkat. lilin berangka 22 menyala terang di tingkat terbawah. Setelah berdoa singkat, Akari segera meniup lilin yang disambut dengan tepuk tangan meriah para hadirin. Akari sekarang resmi berumur 22 tahun.

Akari diharuskan berkeliling untuk memperkenalkan diri kepada beberapa tamu undangan tertentu, lebih tepatnya para calon tunangannya. Dia bisa menghitung ada 50 calon yang disiapkan ayahnya.

Lelah berjalan, Akari diperbolehkan untuk duduk sambil menyantap makan malam yang sudah disiapkan khusus untuk dirinya di meja VVIP. Tempat ini pun tidak lepas dari akses untuk memperkenalkan calon tunangan. Mereka semua terdiri dari anak-anak dari orang yang memiliki pengaruh dunia. Akari hanya bisa berdoa semoga acara ini cepat selesai sehingga dia bisa kembali ke tempat tidurnya, dia belum selesai bernostalgia dengan kotak kaleng biscuit miliknya. Kotak Pandora sewaktu dia kecil.

"Boleh aku duduk disini?"

Lamunan Akari dibuyarkan oleh suara laki-laki disebelahnya, dia bisa melihat sosok laki-laki tampan dengan setelan tuxedo hitam berdiri disebelahnya. Mata cokelatnya menatap tajam ke mata Akari, menyiratkan niat tersembunyi. Akari tak mau kalah, dia menilai laki-laki ini, dengan tinggi kira-kira 175 centimeter, rambut cokelat pendek berponi mirip style idol di negaranya. Wajahnya juga memiliki kesan ketimuran seperti dirinya. Baiklah, kau lolos jika menyangkut urusan ketampanan, batin Akari.

"Silahkan, semua tempat duduk di meja ini kosong, kau bebas memilih untuk duduk dimana pun," Akari memberi ijin.

"Terima kasih," jawab laki-laki tersebut sambil tersenyum sopan, dia langsung duduk di kursi kosong sebelah Akari tanpa malu-malu. "Namaku Adam Theodore Kurniawan, kita sempat berkenalan tadi,"

Akari memiliki kemampuan memori yang tajam, dia bisa mengingat seluruh kejadian meskipun hanya sekilas. Adam tidak seperti laki-laki lain yang dikenalkan ayahnya, dia sedikit berbeda. Pembawaannya ceria namun terkesan misterius, Akari harus hati-hati dengan laki-laki ini.

"Aku ingat," Akari tersenyum ramah, "Aku terkesan dengan cerita kau diserbu kucing-kucing jalanan karena memberi mereka makan,"

"Terima kasih," Adam tersenyum balik.

Setelah makan malam singkat, Akari bisa lepas dari Adam. Menikah tidak pernah terlintas dalam hati Akari, apalagi mencintai seseorang. Posisi dirinya mengharuskan dirinya menikah dengan laki-laki pilihan orangtuanya. 'Pernikahan politik' adalah takdir hidupnya sehingga dia tidak ingin repot-repot jatuh cinta kepada seorang laki-laki.

Acara ulang tahunnya ditutup dengan kembang api yang meriah di atas langit Sky Hotel. Akari senang bisa kembali ke kamar tidurnya.

"Kau pasti lelah," Eva menyodorkan segelas susu murni hangat untuk membantunya cepat tertidur.

Akari menerima gelas tersebut dan langsung meneguk habis susunya sebelum mengembalikan ke Eva, "Aku tidak tahu apa yang ayah pikirkan hingga mengundang 200 laki-laki untuk melihatku. Bayangkan Ev, 200 laki-laki!"

Eva tertawa, "Aku rasa tuan besar sudah tidak sabar untuk menimang cucu,"

Akari mengambil kotak kaleng biscuit dan kembali membuka isinya, "Aku tidak berminat memiliki anak sekarang,"

"Jangan tidur terlalu malam, kau ada garden party di rumah Nyonya Emilia besok jam sembilan pagi. Selamat malam," Eva segera meninggalkan kamar.

Akari kembali mengecek isi kotak kaleng biskuitnya, dia mengeluarkan deck kartu, mengecek setiap lembar kartunya. Semua kartu masih terlihat bagus, deck kartu ini pemberian kakeknya saat kecil, mereka sering bermain kartu berdua. Akari menyadari ada satu kartu dengan ukiran berbeda dari yang lain, kartu joker di tangannya memiliki bagian belakang berwarna emas juga dengan gambar jokernya. Sementara kartu yang lain memiliki bagian belakang berwarna biru kotak-kotak.

Dia memeriksa tekstur kartu joker tersebut, halus dan licin, seperti masih baru.

"Aw!" tanpa sengaja ujung jari telunjuknya tergores pinggiran kartu, darah menetes ke kartu joker tersebut.

Tiba-tiba, kartu tersebut bersinar, terdengar bunyi klik! Kecil, tubuh Akari terasa panas dan sakit di sekujur tubuh,

"Kyaaaaaaaaaa!!!"

Rasa sakit tersebut hanya berlangsung beberapa detik. Tetapi sistem keamanan Eva tidak bereaksi, padahal Eva diprogram untuk bereaksi terhadap segala jenis teriakan yang terjadi di rumah ini. Area di sekitar dadanya terasa panas, dia beranjak ke cermin untuk melihat apa yang terjadi.

Sebuah tato kecil berbentuk topi joker emas muncul tepat di atas belahan dadanya, Akari tidak pernah ingat kapan dia membuat tato tersebut. Dia meraba tato tersebut secara perlahan, terasa hangat saat menyentuhnya. Saat dia melirik kartu joker kembali, dia tidak melihat jejak darah menetes di atas kartu tersebut.

"Apa yang sebenarnya terjadi?"

***

avataravatar
Next chapter