"Sam, apaan itu tadi?"
"..."
"Woy! Ngapa lu diem aja! Apaan itu tadi bangsat!"
"... Lix, kayaknya lu baru nabrak orang, deh."
Deg.
Wajah Felix langsung memucat. Dia menoleh menatap pemuda di sampingnya itu yang ternyata sedang menatap fokus pada kaca spion tengah dengan tegang.
"Canda lu gak lucu, anjing..." Felix berusaha menenangkan diri. Tapi, nyatanya Sam tak balas tertawa seperti sebelum-sebelumnya ketika menjebaknya dalam prank kelewat batasnya.
Felix menelan ludah, senyumnya memudar dan dengan perlahan dia mengikuti arah pandang Sam untuk memastikan benda apa yang barusan terbang-terlempar dari kap depan mobilnya, dia berharap Sam, sahabat konyolnya itu benar-benar bercanda seperti sebelum-sebelumnya.
Namun, dugaannya salah. Disana. Tepat di belakang mobilnya dan disinari lampu mobilnya sosok itu terbaring di aspal. Rintik-rintik hujan membasahi pakaiannya yang berwarna putih dengan bercak darah yang mulai merembes dan luntur. Tangan putih itu tergeletak tak berdaya, tapi, Felix melihat salah satu jemarinya bergerak.
"Lix, kayaknya mati, deh. Lu nabraknya kenceng banget ta--"
"Diem! Diem lu bangsat, dia masih hidup! J-jarinya masih bergerak."
Perlahan sekali. Tapi, Felix yakin jemarinya itu tadi beneran bergerak.
"Mungkin itu halusinasi."
Felix benar-benar ingin mengumpat-ngumpati Sam. Tapi, ini bukan waktunya untuk itu, dia harus segera menolong orang itu.
Felix mencopot seatbeltnya terburu-buru. Dia membuka pintu mobil. Felix harus segera membawanya ke rumah sakit. Setidaknya dia harus bertanggung jawab apapun yang terjadi nanti.
"Mau kemana, lu!"
Felix menoleh. Sam menahan lengannya erat-erat. Netranya melotot tajam.
"Gue mau nolongin dia lah."
"Lu gila, dia itu udah mati. Mending kita cabut aja sekarang sebelum ketauan banyak orang."
Felix melepaskan tangan Sam kasar, dia tak habis pikir dengan pikiran sahabatnya itu. Meninggalkannya sekarang sama dengan membunuhnya.
"Felix! Felix!"
Felix tak menghiraukan panggilan Sam, dia berlarian menembus hujan menghapiri sosok tubuh yang ditabraknya.
"Berengsek!" Sam memukul dashboars keras. Tapi, dia akhirnya turun dari mobil, berjalan menghampiri Felix yang sedang berjongkok dan terlihat berbicara sesuatu.
"Lix, gue bilang--"
"Dia masih hidup, Sam."
Felix menoleh dengan senyum gugup. Sam menunduk dan melihat sosok pemuda yang terbaring di aspal itu. Netra segelap langit malam Sam bertabrakan dengan netra pemuda itu yang ternyata terbuka dan menatapnya dengan pandangan yang tak bisa diartikan.
Walau darah mengaliri kepalanya dan wajahnya yang sepucat kapas, Sam juga tahu kalau ternyata pemuda itu masih hidup. Entah keajaiban apa, tertabrak begitu keras hingga terlempar dan menghantam aspal dan dada pemuda itu masih bergerak naik turun.
"L-lu liat kan Sam dia masih hidup. A-anu, Mas denger suara saya kan? Saya bakal bawa Mas kerumah sakit." Felix bergerak mulai menganggkat tubuh lemas pemuda itu. Tapi, dia tak sekuat itu untuk bisa mengangkat pemuda itu sendirian.
Jadi, dia kembali menoleh ke arah Sam yang masih berdiri kaku di tempatnya. "Anjir. Ngapa lu diem aja, bantuin gue goblok!"
Sam menunduk. "... Lix... walaupun lu bantu dia ke rumah sakit kayaknya dia gak bakal bisa ketolong, deh. Dia gak akan bisa hidup sampai rumah sakit yang jaraknya lima kilo dari sini, dia bakal mati diperjalanan, dia udah keabisan banyak darah. Lu percaya, deh, sama gue mending kita tinggalin dia--"
"Diem bangsat! Kalau lu gak mau nolongin dia mending lu cabut aja sendiri!"
"Lix, kita masih SMA. Perjalanan hidup kita masih panjang dari orang ini. Kalaupun dia hidup dan kita bakal tetep kena imbasnya kita bakal dipenjara karena nabrak dia dengan keadaan habis minum dan kita masih dibawah umur buat bawa mobil. Hidup kita abis Lix cuma dalam waktu semalem!"
Felix tak mendengarkan ucapan panjang lebar Sam. Dia telah membopong tubuh pemuda itu susah payah dan mulai berjalan ke mobilnya.
"Gue bakal tanggung jawab kalau begitu," jawab Felix dengan satu tarikan nafas.
Dia tahu dia naif, tapi dia bukan tipe orang yang bakal lari dari tanggung jawab. Karena dia tahu dia pernah merasakan hidupnya ketika kembaranya tewas karena tabrak lari 5 tahun silam. Andai saja orang itu mau langsung menolong adiknya saat itu, mungkin dia masih hidup sekarang. Dokter mengatakan bahwa Gennifer masih hidup selama satu jam setelah kecelakaan itu.
Sam berjalan mendahului Felix dan membukakan pintu penumpang untuknya. Felix menatap Sam, wajah pemuda berambut gondrong di depannya itu tak terbaca. Felix mengabaikannya, dia meletakan tubuh pemuda itu ke kursi penumpang dari gendongannya dengan perlahan.
"Gue harap lu ngerti dengan keputusan yang gue ambil, Sam..."
Belum sempat Felix menoleh ke arah Sam, sebuah benda menghantam kepalanya dengan keras. Felix langsung jatuh tersungkur dengan darah yang mulai merembes keluar.
"S-sam..."
"Sori, Lix, gue udah bilang, 'kan?" ujar Sam hampa. "Perjalanan hidup gue masih panjang. Gue tau lu banyak ngebantu gue, tapi, maaf banget kali ini gue gak bisa bantu lu. Target pukulan gue masih kurang seratus, oke?"
"Sam..."
Sam menatap mata Felix kosong. Dia mengayunkan pemukul base besinya dan mendaratkan ke tengkorak Felix. Berulang, sebanyak empat kali. Seperti yang selalu dia lakukan.