webnovel

Maaf

Flashback on…

Manusia adalah makhluk sosial, banyak orang yang meyakini hal itu dan menurutku itu memang bukan hanya sebuah teori. Tetapi akan selalu ada pengecualian, karena segala sesuatu pasti ada kekurangannya. Ketika sebuah teori mengatakan bahwa manusia itu diciptakan sebagai makhluk sosial dan berpasangan. Kekurangan tersebut membuat suatu pengecualian.

Dia bernama Ob, seseorang yang selalu mengasingkan diri dari orang lain. Banyak isu yang mengatakan kalau anak yang bernama Ob ini hidup sebatang kara. Kedua orang tuanya sudah meninggal dan dia harus berusaha sendiri untuk bertahan hidup. Namun, beberapa hal yang membuatku penasaran, bagaimana cara dia memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari? Apakah dia bekerja? Ataukan dia sebenarnya seorang yang kaya raya? Kenapa dia selalu menyendiri?

Hari ini seperti biasa dia duduk sendiri di kursi di bagian sudut selatan taman. Bagian taman tersebut memang sangat jarang dikunjungi orang, karena di bagian taman tersebut tumbuh satu pohon beringin besar yang konon sangat angker. Kursi taman yang Ob duduki tepat di bawah pohon tersebut. Saat jam makan siang tiba, aku pun lebih suka menghabiskan waktu istirahat di taman untuk sekedar menghabiskan bekal makanan kemudian tidur sejenak. Memang banyak pohon beringin yang tumbuh di taman ini dan mungkin hanya di taman inilah satu-satunya lokasi yang masih ditumbunhi pohon beringin. Ada lima pohon beringin besar yang tumbuh dan yang paling besar tumbuh di bagian sudut di selatan taman. Taman ini berbentuk persegi empat dengan masing-masing sudut tepat berada di empat posisi mata angin utama. Kelima pohon beringin tersebut tumbuh di setiap sudut taman dan di bagian tengah taman. Namun pohon yang paling besar ada di sudut bagian selatan, belum tahu alasan kenapa pohon tersebut bisa tumbuh lebih besar dari pohon yang lainnya. Ini menjadi salah satu keanehan dari pohon beringin selatan tersebut, karena pohon beringin di tempat lainnya mempunyai tinggi yang hampir sama, besar rindang cabang pohon yang juga tidak jauh berbeda.

Posisi kursi yang selalu kududuki memang tepat berada di arah depan dari kursi yang Ob duduki. Karena setiap aku pergi ke taman, hanya kursi inilah yang tersisa, kursi lain pasti sudah diduduki orang lain. Mungkin karena kursi ini tepat menghadap ke arah selatan lokasi pohon beringin angker tersebut tumbuh sehingga tidak ada satu orang pun yang mau duduk di kursi ini. Kalau diperhatikan pohon tersebut memang tidak ada bedanya dengan pohon beringin lainnya, tapi entah kenapa selalu muncul perasaan tidak nyaman ketika melihat pohon itu, mungkin itulah yang membuat orang-orang takut.

"Jadi merinding," ucapku dalam hati.

Aku tidak mengerti kenapa Ob bisa duduk setenang itu di kursi di bawah pohon yang angker. Di kursi itu, dia selalu terlihat sedang membaca sebuah buku dengan serius. Apakah buku tersebut sebegitu menariknya sampai-sampai aura seram dari pohon beringin angker tidak sanggup mengganggunya? Ataukah dia merasa dunia ini hanya milik dia berdua dengan buku kesayangannya itu? Wah, kenapa dari tadi aku jadi terus mikirin si Ob?

Tak terasa waktu istirahat pun sudah mau habis. Aku mulai beranjak dari kursi tempat aku duduk ini. Ketika aku mulai mengangkat kepala dari posisi duduk dan mau berdiri. Ketika tak sengaja aku melihat ke arah Ob, aku melihat setitik sinar terang menetes dari mata Ob dan perlahan jatuh ke atas buku yang dia baca. Dia pun terlihat langsung mengusap air mata yang keluar dan perlahan mengalir menuruni pipinya. Aku hanya bisa berdiri kaku dan terus melihat ke arah Ob yang sedang menangis. Tiba-tiba Ob melihat ke arahku lalu sepasang mata kami pun bertemu satu sama lain. Waktu terasa berhenti sejenak, kemudian aku tersadar ... sepertinya dia juga.

Aku segera mengambil tas yang kusimpan di atas kursi tadi kemudian bersiap untuk segera berjalan dan pergi dari taman, berharap dia tak menyadari bahwa sejak siang tadi aku terus memperhatikannya, walaupun sebenarnya aku tahu tadi itu aku sudah tertangkap basah memperhatikannya diam-diam.

"Hah ... kenapa denganku hari ini? Biasanya juga tidak ketahuan," gerutuku dalam hati.

Setelah mata kami saling bertatapan, ketika aku berusaha untuk pura-pura tidak melihatnya, aku melihat Ob masih berusaha berhenti menangis dan terus mengusap air mata yang terlihat masih terus mengaliri pipinya. Tak biasanya Ob seperti ini, hari-hari sebelumnya aku belum pernah melihat Ob seperti ini.

"Jangan-jangan pohon itu?" bisikku dalam hati.

Emmm ... tidak mungkin, berpikir buku itu adalah penyebab dia menangis akan jauh lebih masuk akal.

"Ah, sudah-sudah. Ini bukan urusanku." Aku pun berusaha berhenti memikirkan hal itu dan terus berjalan ke arah utara menuju satu-satunya pintu masuk dan ke luar taman.

"Tunggu!!!"

Sepertinya ada yang memanggilku.

"Tunggu!!! Kau pria yang selalu melihatku!!"

Hah ... sepertinya dia tahu aku selalu memperhatikan dia setiap aku duduk di kursi taman itu. Emmm ... tapi kenapa baru kali ini dia memanggilku? Aduh, bagaimana ini? Kenapa rasanya jadi malu seperti ini karena tertangkap basah olehnya? Pura-pura tidak mendengar, aku pun terus mempercepat langkah kaki.

"Tunggu!!!"

Tiba-tiba terasa telapak tangan seseorang menggenggam bahu kananku dari arah belakang dan menahanku agar tidak berjalan lebih jauh. Aku tidak memiliki pilihan selain berhenti dan membalikan badan.

"Mati deh," gumamku pelan.

"Mati kenapa?"

Setelah membalikan badan dan melihat orang yang menahanku ini. Seperti dugaanku dia memang Ob. Spontan aku langsung bicara ...

"Ma ... ma ... ma ..."

"Mati kenapa?" tanya Ob lagi.

"Ma ... mati??? Kok mati? Bukan. Maksudku ... maaf, aku tidak ada maksud apa-apa. Aku hanya kebetulan duduk dan melihat seseorang yang ada di depanku saja. Sekali lagi maaf ..."

"Apa kau mengenalku?" tanya Ob, kembali melontarkan pertanyaan.

"Namamu Ob, kan? Kita teman satu jurusan," jawabku apa adanya.

Setelah mendengar jawabanku, sepertinya Ob sangat terkejut tapi seketika ekspresi ketenangan mulai terlihat dari wajahnya. Berbeda sekali ketika aku melihat wajahnya ketika dia berusaha menghentikanku dari belakang tadi. Terlihat sangat khawatir akan sesuatu.

"Ob? Emmm ... maaf sudah mengganggumu," katanya lirih.

Ob pun berjalan kembali ke tempat duduknya tadi untuk mengambil tas dan mulai berjalan meninggalkan kursi itu. Sepertinya dia juga akan kembali ke kelas. Sedangkan aku masih dalam kondisi diam mematung semenjak kata maaf untuk Ob tadi terucap secara spontan dan tanpa pikir panjang, aku masih berdiri kaku di sini. Melihat Ob terus berjalan ke arah pintu keluar melalui jalur taman sebelah timur. Tiba-tiba terdengar lonceng tanda waktu istirahat sudah habis. Aku tersadar dan bergegas untuk kembali ke kelas.

Semenjak kejadian itu, baru kali ini aku melihat Ob berbicara dengan orang lain lagi dan orang lain itu ternyata diriku sendiri. Ada apa ini? Apakah Tuhan tahu jika aku sangat penasaran terhadap kehidupan Ob sehingga pada hari ini aku dipertemukan dengannya?

"Aku kan hanya penasaran, lalu kenapa juga dia selalu duduk tepat di depan posisi kursi tempat aku duduk?" gumamku pelan sehingga hanya aku yang bisa mendengarnya.

Next chapter