2 Part 1

-o0o-

Mika menghembuskan napasnya sembari menenggelamkan wajahnya pada buku. Padahal baru seminggu yang lalu ia berjanji untuk selamat, tapi hari ini dia sudah mengkhianati nyawa nya sendiri karena kini di hadapannya ada monster berparas cantik yang berbahaya.

"Apa?"

"Tidak apa-apa," jawab Mika sambil menyembunyikan lagi wajahnya di balik buku. Dalam hatinya ia komat kamit membaca mantra pelindung dari dinginnya gunung es terdingin bernama Grizelle. Kini Mika percaya tahayul yang berkata semakin kamu menghindari seseorang, semakin sering orang itu muncul di hadapanmu.

'Nenek di langit, maafkan aku yang sering tidak percaya perkataanmu' batin Mika, menjatuhkan keningnya pada meja perpustakaan.

Grizelle berdecak kesal. "Aku juga tidak suka kok harus berurusan lagi denganmu semenjak kamu mencuri pel."

"Hey!" Mika langsung mendongak terkejut dan lirik kanan kiri, kemudian menatap kesal Grizelle yang pura-pura tidak mengerti situasi yang terjadi. "Kalau ada yang dengar gimana?" tanya Mika panik walau orang-orang yang juga berada di perpustakan tidak memedulikan mereka.

"Makanya cepat kembalikan pel nya. Sesuka itu kamu dengan kain pel?" cibir Grizelle tanpa sekali pun melirik Mika yang meniup poni nya dengan hembusan nafas kasar. "Salahkan teman-teman sekelasku karena tak sengaja membuat gagang pel nya... patah."

"Sebentar lagi tulang rusukmu juga akan bernasib sama.." Grizelle memandang tulang rusuk Mika dengan senyum miring, berpangku tangan dengan angkuh. "..seperti gagang pel itu."

Mika bergidik ngeri. Ia langsung saja menutupi tulang rusuknya dengan kedua tangan dan menatap takut Grizelle dengan mata membulat ketakutan. "Psycho," desis Mika. "Siapa sangka aku akan di panggil ke sini sama guru dan bertemu denganmu."

"Diamlah, aku sedang berpikir," cetus Grizelle. Ia menggigit ujung pena nya. "Kamu tidak tau kenapa kita di panggil?"

Mika menggeleng lesu, memangku pipinya denhan helaan nafas. "Jangan-jangan kamu lapor ke guru kalau aku mencuri."

Grizelle terkekeh kecil, kemudian menyentil kening Mika yang dibalas oleh ringisan gadis itu. "Benar."

Mika terhenyak dan langsung membuka matanya lebar-lebar. "APA?!"

"Apanya yang apa?"

Grizelle melirik sejenak ke arah guru yang baru saja datang dengan wajah yang riang. Ia mendecak. Guru yang satu itu memang senang sekali menjadi dalang atas seluruh kesibukan Grizelle selama di sekolah. Apalagi, guru kuno itu sering membuat rencana-rencana yang menyebalkan di mata Grizelle. Grizelle langsung saja menatap tajam Alex yang baru saja duduk di antara mereka. "Kali ini apa, pak?"

"Sewot sekali, tidak berubah ya," cetus Alex- guru muda berumur 24 tahun- yang kini mengacak-acak rambut Grizelle dengan gemas, tentu saja mendapat tepisan dari Grizelle. Sedangkan Mika hanya melongo melihat keakraban kedua insan tersebut.

"Apa?" kata Grizelle ketus yang dibalas oleh Mika yang mengerjap gugup. "T-t-tenang saja, aku tidak akan membocorkan..." Mika mengalihkan pandangannya. "..hubungan kalian."

Baru saja Grizelle hendak menghentakkan meja, Alex segera merentangkan tangannya di hadapan gadia itu dengan tenang. "Kalau begitu, karena kalian sudah akrab," Alex menggaruk tengkuknya begitu menyebut kata 'akrab'. "Saya akan menjelaskan keinginan saya tanpa basa-basi. Jadi, Mika sebagai ketua dari tim dance dan Grizelle sebagai ketua grup vokal, bukankah terdengar serasi?"

Grizelle memutar bola matanya. "Itu sudah termasuk 'basa-basi'."

Alex terkekeh gugup. Pasalnya, ia tak tau bagaimana cara untuk menyampaikan kehendaknya pada Grizelle yang tentu saja akan menolak dalam hitungan detik. Alex menghela nafas. "Saya ingin tim kalian bergabung untuk mengikuti lomba yang akan diadakan 6 bulan lagi."

"Aku menolak," Grizelle langsung berdiri dengan tas ranselnya dan melambaikan sebelah tangannya tinggi-tinggi. "Permisi."

Alex menghembuskan nafasnya. Di tengah perasaan sedihnya- yang sebenarnya sudah ia prediksi- dilihatnya Mika yang masih mematung tanpa suara seolah tak mengerti apa yang baru saja terjadi. "Mika..," Alex menepuk pundak Mika, setidaknya ada harapan. "Kamu bersedia kan?"

Dengan gelisah, Mika lirik kanan-kiri. "Tentu saja," jawabnya. "T-tapi, bagaimana dengan Griz?" tanya Mika ragu-ragu. Pasalnya, Mika juga sedikit takut- atau mungkin banyak- untuk berinteraksi lagi dengan gadis monster yang bisa mengaum kapan saja itu. 10 menit di perpustakaan bersama Grizelle saja sudah menyesakkan dadanya, bagaimana jika 6 bulan? 6 bulan bukanlah waktu yang sebentar. "Sejujurnya, saya juga tak nyaman kalau..-"

"Ini lomba tingkat internasional yang hadiahnya bisa puluhan bahkan ratusan juta..." Alex tersenyum tipis. "...dollar."

"APA? KENAPA BARU BILANG?" Mika berdiri dari kursinya dengan mata yang mungkin sudah berubah bentuk menjadi uang, atau dunianya yang tiba-tiba saja dipenuhi dengan uang. Kalau uang, kenapa harus menolak?

"TENANG SAJA PAK, SAYA AKAN BUJUK GRIZ UNTUK SEKARANG SAMPAI 6 BULAN KEDEPAN!"

avataravatar