7 Waktu Satu Minggu

Natalia mengeliat pelan ketika mendengar dering ponsel yang sejak tadi berbunyi, rasanya benar-benar mengganggu tidur tenang di pagi hari. Dengan malas, dia meraih bantal di dekatnya dan menutup telinga, berharap suara ponsel tidak lagi terdengar. Namun, harapan hanyalah harapan. Pada akhirnya, dia tetap mendengar dering ponsel yang tidak juga berhenti.

Natalia yang mendengar berdecak kecil dan membuang bantal asal. "Astaga, apakah dia tidak tahu kalau aku baru tidur tiga puluh menit yang lalu," gerutu Natalia dengan pandangan kesal. Dengan malas, dia mulai meraih ponsel di nakas yang terletak di pinggir ranjang. Manik matanya mulai menatap nama yang tertera di layar, menunjukan wajah yang siap menerkam sang penelfon. Namun, ketika melihat nama yang tertera, nyalinya seketika menciut. Dengan cepat, Natalia bangkit dan mengatur napas.

Natalia menarik napas dalam dan membuang pelan, berusaha tetap tenang. Setelah dirasa cukup tenang, dia mulai menggeser gambar tombol di layar dan meletakan ponsel di dekat telinga.

"Kamu lama sekali, Natalia."

Natalia yang mendengar kalimat pembuka dari Arav hanya mampu diam dan menjauhkan ponsel dari telinga. Pasalnya, Arav berbicara dengan cukup keras yang membuat telinganya merasa sakit. Namun, hal tersebut hanya berlangsung sejenak karena setelahnya Natalia kembali mendekatkan ponsel di telinga, enggan mendapat amukan dari Arav pagi ini.

"Kamu itu ke mana saja? Aku bahkan menghubungimu sudah hampir sepuluh kali, Natalia," oceh Arav dengan nada kesal.

"Maaf, Pak. Saya baru tidur tiga puluh menit yang lalu. Jadi, saya tidak sadar jika ponsel saya berbunyi," sahut Natalia berusaha tenang.

Hening. Arav yang mendengar jawaban tersebut hanya diam, tidak berkomentar sama sekali. Sampai terdengar helaan napas dari seberang, membuat Natalia kembali memasang wajah serius, siap mendengar ocehah Arav selanjutnya.

"Baiklah, kali ini aku coba mengerti. Jadi, lebih baik sekarang kamu mandi dan datang ke kantor. Aku memberimu waktu satu jam dan ingat, jangan datang dengan penampilan acak. Aku tidak suka melihat seseorang tidak rapi ke kantorku. Kamu ingat itukan, Sayang?" ucap Arav dan mengakhiri ucapannya dengan nada genit.

"Baik, Pak," sahut Natalia dengan nada malas. Dia langsung mematikan panggilan dan meletakan ponsel di ranjang.

"Kamu ingat itukan, Sayang," gerutu Natalia mengikuti nada suara Arav yang membuatnya muak. "Aku bahkan enggan bersikap manis kalau bukan karena kontrak dengan perusahaannya. Rasanya aku benar-benar mual mendengar dia memanggilku sayang. Astaga, dia bahkan sudah memiliki istri dan selalu saja genit dengan semua wanita," lanjut Natalia. Dia mulai membuka selimut dan turun dari ranjang.

Natalia melangkah pelan ke arah kamar mandi dengan mulut yang tidak berhenti berceloteh dan mengatai Arav. Sejak pertama berada di penerbitan tersebut pun, rasanya malas jika harus berhadapan langsung dengan Arav. Namun, sialnya Arav selalu mengambil alih tugas yang berhubungan dengan Natalia, membuat gadis tersebut harus selalu berhadapan dengannya.

Lima belas menit Natalia mulai keluar dengan baju handuk. Kakinya kembali melangkah ke arah lemari, menatap pakaiannya dengan lekat. Hingga pilihannya jatuh pada sebuah dress berwarna marun dan tanpa lengan.

"Aku rasa sudah lama aku tidak menggunakan ini," gumam Natalia yang langsung menariknya. Dengan cepat, dia langsung mengenakan. Manik matanya menatap jam dinding yang sudah menunjukan pukul delapan lewat dua puluh lima menit. Secepat mungkin, Natalia langusng merapikan pakainnya dan menuju ke arah meja rias.

Kali ini, Natalia memilih hanya mengggunakan lipstik, membiarkan wajah putih mulusnya tidak tersentuh make up sama sekali. Tangannya segera meraih benda kecil di dekatnya dan menatap lekat.

Semoga kamu membawa keberuntungan untukku hari ini, batin Natalia yang memasukan ke dalam tas. Perlahan, dia mulai menarik napas dalam dan membuang pelan. Kakinya mulai melangkah keluar apartemen dengan wajah tegang.

"Semoga semuanya membaik, Tuhan," gumam Natalia dengan penuh harap.

*****

Hening. Natalia yang sudah berada di depan Arav hanya diam dengan tatapan cemas. Pasalnya, saat ini pria tersebut tengah memeriksa tulisan kejar tayang yang baru saja dibuatnya. Ya, Natalia memang baru membuat beberapa lembar bab untuk pembukaan novelnya yang dia sendiri tidak yakin dengan apa yang dia tulis.

Sejak datang dan duduk di depan Arav, Natalia hanya diam, memainkan jemarinya pelan. Bahkan, dia tidak berani mendongakan kepala sama sekali, takut kalau nanti manik matanya bertatapan dengan Arav yang menatapnya tajam. Hingga deheman pelan terdengar.

"Natalia," panggil Arav dengan penuh ketegasan.

Natalia yang mendengar hal tersebut langsung mendongakan kepala, menatap ke arah Arav lekat. Mulutnya masih saja bungkam dan menatap lekat. Dia mulai menelan saliva pelan ketika Arav mendorong pelan flashdisk dengan gantungan doraemon ke arahnya.

Astaga, selanjutnya apa, batin Natalia masih dengan pandangan cemas.

"Aku tidak mengerti dengan apa yang kamu tuliskan di sana, Natalia. Aku merasa kali ini aku tidak merasakan apa yang sedang kamu tuliskan. Seakan kamu hanya tinggal menulis dan tidak ada yang kamu tuangkan. Seakan kosong dan aku tidak bisa menerima itu. Untuk ukuran penerbitan besar seperti mereka, aku rasa ini cukup mengecewakan," jelas Arav dengan wajah serius.

Seketika, Natalia yang mendengar hanya menganggukan kepala pelan, mengerti dengan penjelasan Arav. Kali ini, dia bahkan tidak menjawab ucapan Arav sama sekali.

"Aku akan memberi kamu waktu satu minggu, Natalia. Kamu perbaiki dan aku akan berikan dengan mereka," lanjut Arav.

"Baik, Pak," sahut Natalia sembari menganggukan kepala pelan.

"Atau, kamu butuh bantuanku agar kamu lebih menjiwai?" tanya Arav dengan bibir mengulum senyum dan menatap lekat.

Seketika, Natalia yang mendengar menggeleng cepat dan menatap serius. "Saya rasa tidak perlu. Saya akan memberikannya dengan anda dalam waktu satu minggu," jawab Natalia cepat.

"Jadi, saya rasa saya harus segera pergi. Permisi," lanjut Natalia dengan senyum lebar.

Arav yang mendengar hal tersebut hanya diam dengan bibir mengulum senyum. Dia hanya diam, menatap Natalia yang mulai bangkit dan keluar dari ruangannya. Sedangkan di luar, Natalia berdecak kecil dan memutar bola mata pelan. Dengan malas, Natalia melangkah ke arah tangga tidak jauh dari ruangan Arav.

Ke mana aku harus mencari ide. Astaga, apa aku tanya saja dengan Sasa yang sudah banyak mantan pacar, batin Natalia. Sejak keluar dari ruangan Arav, dia terus terpikir hal tersebut. Bahkan, dia mengabaikan sapaan para karyawan.

Natalia mulai berada di depan kantor penerbitan, menarik napas dalam dan membuang pelan. Manik matanya menatap sekitar dan menunggu taksi melintas. Namun, tepat saat itu juga manik matanya menatap seseorang yang dikenalnya, membuat dia hanya diam dengan pandangan tidak suka.

"Astaga, aku rasa aku memang selalu bernasib sial karena lagi-lagi aku harus bertemu dengan kamu."

*****

avataravatar
Next chapter