5 Bagaimana Kalau Jadian?

"Kamu," teriak Natalia dan Daniel bersamaan.

"Ngapain kamu di sini? Mengikutiku?" tanya Natalia dengan tatapan lekat dan menyelidik, mengamati wajah Daniel yang sudah membuatnya muak. Dia bahkan sudah mulai bersiap kalau nantinya pria tersebut akan melakukan hal buruk dengannya.

Aku tidak mau pasrah dengan dia, batin Natalia sembari mamasang kuda-kuda, siap pergi ketika Daniel akan berbuat buruk dengannya.

Namun, Daniel hanya diam, menatap ke arah Natalia dengan pandangan menyipit. Sejak tadi, pikirannya terus bertanya, kenapa dia bertingkah seperti itu, batin Daniel dengan tatapan bingung.

"Kenapa diam? Mau melakukan hal buruk seperti yang sering kamu lakukan dengan wanita-wanita di luar sana?" lanjut Natalia masih dengan posisi berjaga.

Daniel memutar bola mata kesal dan membuang napas kasar. Rasanya kesal dengan sikap Natalia yang suka sekali mengoreksi seseorang yang tidak dikenalnya sama sekali. Dengan kesal, dia melonggarkan dasi dan menatap Natalia dengan tatapan tajam. Kakinya mulai melangkah pelan, mendekati Natalia.

Natalia yang melihat hal tersebut membelalak. Kakinya terus berjalan mundur, menatap Daniel dengan degup jantung tidak karuan sama sekali. Hingga dia mulai membentur tembok, membuat langkahnya terhenti seketika.

Daniel yang melihat wajah ketakutan gadis di depannya hanya tertawa kecil. Rasanya lucu ketika melihat Natalia sudah menolehkan kepala ke kanan dan kiri, seakan hendak mencari pertolongan. Hingga terlihat Natalia akan beralih, membuatnya segera meletakan tangan di samping kepala Natalia.

"Mau ke mana?" tanya Daniel dengan tatapan mengejek.

Natalia menelan saliva pelan. Dia beralih ke arah kiri, tetapi kembali berhenti karena Daniel yang melakukan hal yang sama, membuat geraknya terhenti seketika. Dia mulai beralih, menatap ke arah Daniel dengan emosi yang kian menggebu.

"Kamu mau apa?" tanya Natalia dengan tatapan lekat dan rahang mengeras.

Diam. Daniel yang mendengar hanya diam dengan wajah berpikir. Apa yang dia mau? Namun, ketika manik matanya menatap ke arah gadis di depannya yang terlihat begitu angkuh, sebuah ide gila terlintas di pikirannya. Membuat dia berdehem pelan dan menatap Natalia serius.

"Bagaimana kalau aku mau agar kamu melayaniku?" tanya Daniel dengan sebelah bibir terangkat dan tatapan lekat, membuat Natalia melebarkan mata dengan napas yang terasa berhenti.

"Aku rasa kamu tidak masalah untuk menggantikan wanita yang telah memukulku tadi," lanjut Daniel dengan senyum sinis.

Bagai disambar petir, Natalia yang mendengar membelalakan mata lebar. Dengan cepat, tangannya terulur, menampar Daniel dengan cukup keras dan menatap dengan pandangan kaku. Napasnya bahkan terengah dengan air mata menggenang di pelupuk mata.

"Jangan kurang ajar kamu sebagai pria," desis Natalia dengan air mata mengalir. Rasanya kesal dengan apa yang baru saja Daniel katakan.

Daniel yang merasakan bekas tamparan Natalia hanya diam, menatap dengan sebelah bibir terangkat. Perlahan, sebelah tangannya melepaskan kungkungan, mengusap pipinya pelan dan menatap Natalia tidak suka.

"Kamu mau mencoba bermain denganku?" ucap Daniel dengan rahang mengeras, tidak terima dengan apa yang sudah gadis tersebut lakukan.

Natalia hanya diam. Sampai Daniel menggenggam pergelangan tangannya dan menatap dengan pandangan mengerikan. Membuat Natalia menatap dengan rasa cemas yang kian menjalar.

"Ikut aku," tegas Daniel dengan tatapan serius.

Natalia yang mendengar semakin membelalak. Dia mulai menahan laju kakinya ketika Daniel menariknya masuk ke dalam apartemen Sasa. Sampai teriakan keras di ujung lorong terdengar, membuat keduanya berhenti dan menatap lekat.

"Daniel, apa-apaan kamu ini," teriak Sasa sembari melangkah cepat dan melepaskan genggaman Daniel di pergelangan tangan sahabatnya.

"Jangan aneh-aneh. Dia sahabatku," lanjut Sasa dengan pandangan serius. Membuat Daniel diam dan menatap dengan napas terengah.

*****

Hening. Daniel hanya diam, menatap ke arah Sasa dan Natalia dengan pandangan datar. Dia hanya menyandarkan tubuh dengan sebelah kaki disilangkan, mengamati wajah keduanya dengan wajah tanpa ekspresi sama sekali.

Sasa yang melihat kelakuan Daniel hanya memutar bola mata kesal dan membuang napas lirih.

"Daniel," tegur Sasa dengan pandangan serius.

Daniel yang mendengar mengalihkan pandangan, menatap ke arah Sasa dengan wajah yang semakin datar.

"Jangan menatapnya begitu. Dia sahabatku," lanjut Sasa.

Daniel yang mendengar menarik napas dalam dan membuang pelan. "Kalau dia sahabat kamu, lalu aku harus apa?" sahut Daniel dengan tatapan santai. "Harus aku berbuat manis dengannya?"

Seketika, Sasa yang mendengar memutar bola mata kesal. Rasanya tidak suka dengan sikap angkuh Daniel yang memang sudah ada sejak lahir. Membuatnya memilih menatap ke arah Natalia dan mengulas senyum lebar.

"Jangan takut, Nat. Dia sepupuku dan memang sikapnya menyebalkan seperti itu," ucap Sasa dengan senyum tipis.

Natalia yang sejak tadi diam menghapus air matanya dan mengangguk pelan. "Aku hanya tidak suka dengan sikapnya, Sasa. Tadi tanpa sengaja aku bertemu dia dan dia membuat aku mendapat julukan baru. Bitch. Lalu sekarang, aku harus mendengar ucapan melecehkan yang keluar dari mulutnya dan aku tidak suka dengan itu," sahut Natalia sembari menahan air matanya.

Sasa mengelus pelan punggung sahabatnya, berusaha menenangkan gadis tersebut. Dia mengalihkan pandangan, menatap ke arah Daniel dengan tatapan membunuh. Rasanya tidak terima dengan apa yang sudah Daniel lakukan.

Daniel yang melihat tatapan tidak menyenangkan Sasa mengangkat tangan dan mengulas senyum tanpa rasa bersalah sama sekali.

"Aku hanya menggodanya, Sa. Soalnya dia lucu kalau takut. Padahal aku belum menyentuh atau menciumnya, tetapi dia sudah menangis seperti masih perawan saja," celetuk Daniel pelan.

"Aku memang masih perawan," sahut Natalia cepat.

Daniel yang mendengar terdiam, menatap ke arah Natalia dengan pandangan tidak percaya. Dia perawan? Di zaman begini?, batin Daniel. Mulutnya bahkan sudah setengah terbuka, menatap dengan rasa tidak percaya.

Sasa yang mendengar membuang napas pelan. "Dia memang masih perawan, Daniel. Selama ini dia bahkan tidak pernah berpacaran sama sekali. Dia hanya sibuk menulis cerita anak-anak," jelas Sasa dengan nada tenang.

"Dan aku tidak mau kamu macam-macam dengan dia," sela Sasa ketika melihat wajah Daniel sudah berubah ceria dan menatap Natalia lekat.

Daniel yang mendengar membuang napas pelan dan memutar bola kesal. Rasanya aku benar-benar ingin mengutuk dia kali ini, batin Daniel sembari mengalihkan pandangan.

"Nat, kamu bagaimana hasilnya? Sudah ada ide?" tanya Sasa sembari menatap Natalia yang sejak tadi diam di dekatnya.

Natalia menggeleng pelan dan menatap Sasa lekat. "Aku bingung harus melakukan apa, Sa. Aku belum mendapat ide sama sekali. Kamu tahu? Aku serasa sedang berada di ambang kematian. Aku bingung harus melakukan apa. Aku tidak pernah pacaran dan tidak mengerti cinta," jawab Natalia dengan suara menggebu. Hingga dia menghentikan ucapannya dan membuang napas pelan.

Sasa mengelus pelan punggung sahabatnya, ikut bersimpati dengan apa yang tengah dialami oleh sahabatnya. Sampai sebuah pikiran gila terlintas, membuatnya mengulas senyum lebar dan menatap Natalia penuh semangat.

"Nat, dari pada kamu bingung mencari ide di buku, kenapa kamu tidak coba jalani dengan Daniel. Itu akan lebih berasa nyata," ucap Sasa penuh semangat, membuat Natalia dan Daniel menatap terkejut.

*****

avataravatar
Next chapter