8 8. Face for Feelings

"Kau cantik tapi kau bodoh, Nona Skye." Tidak, Damian tidak mengatakan itu dengan suara lantang dan berat miliknya. Batinnya sedang bergejolak saat ini. Melihat keadaan gadis yang dicintainya tak benar bahagia bersama sang kekasih adalah hal yang paling menyakitkan untuk Damian.

Luna Theresia Skye adalah gadis cantik yang menjadi cinta pada pandangan pertama seorang Damian Edaurus. Setelah meninggalnya kedua orang tua Damian, laki-laki yang selalu rapi dengan kemeja polos dan celana formal berjenis flat front yang menampilkan jenjang kaki lurus miliknya tak pernah mendapat kasih sayang juga merasakan kasih sayang dalam dirinya. Hingga Damian bertemu dengan Luna di tahun awal masuk ke perguruan tinggi. Berbincang ringan dengan suara dan merasakannya dengan hati yang paling murni dan tulus miliknya, Damian jatuh hati pada pembawaan Luna yang terkesan santai namun berkharisma. Setiap kalimat yang diucapkan oleh gadis itu, Damian menyukainya.

"Apa yang Eva dan Barend katakan saat aku pergi?" Luna membuka mulutnya. Bertanya dengan nada lirih namun cukup jelas terdengar sebab sunyi nan sepi dengan melodi musik Ballad yang memecah keheningan di sudut ruangan adalah situasi yang sedang terjadi di antara keduanya.

Damian menaikkan kedua sisi bahunya. Tersenyum ringan kemudian menatap Luna dengan benar. "Hanya ... berbasa-basi kau tahu 'kan? Eva dan Barend adalah pasangan yang suka menggosip," kata Damian tertawa ringan di bagian akhir kalimatnya.

Luna mengangguk. "Mereka berkata muak dan mengatakan bodoh 'kan?"

Laki-laki yang duduk di sisi Luna menoleh. Menatap paras gadis yang kini mengembangkan senyum manis di atas paras cantik miliknya. Sekali lagi, Damian suka lengkungan bibir indah milik Luna. Jika saja Luna bisa tersenyum seperti itu setiap hari, Damian akan selalu memuja dan memuji semesta yang sudah agung memberikan karunia-Nya pada sang gadis pujaan hati.

"Kau tahu?" tanya Damian berbasa-basi. Hanya mendapat anggukan kepala dari gadis yang duduk menyilangkan kakinya dengan rapi.

Luna tahu dan Luna paham benar akan hal itu. Eva dan sang kekasih, Barend Antonius tak menyukai William lambat laun. Selepas dua temannya itu mengetahui bagaiman peringai buruk milik William, Eva selalu mengatakan pada Luna untuk meninggalkan lelaki jalang penyuka dunia malam seperti William Brandy. Mencari pria yang lebih mapan dan mampu menjamin kehidupannya adalah kalimat tambahan yang diucapkan oleh Barend untuk mendukung sang kekasih.

Bukan Luna namanya kalau sekali diberi tahu dan pengertian akan paham juga memindahkannya. Luna, menolak dengan tegas! Pada dirinya sendiri gadis itu berjanji akan mengubah William menjadi pria baik dan akan segera mencarikan pekerjaan untuknya.

Memang benar 'kan kalau cinta itu membuat segala yang pandai menjadi terlihat dungu dan tak berdaya?

"Eva dan Barend adalah temanku sejak kami masuk sekolah menengah atas. Kita sudah berteman hampir enam tahun lamanya. Aku mengetahui isi hati mereka hanya dengan sekilas pandang saja," tukas Luna menarik cangkir kopi yang ada di depannya. Mengakhiri kalimat dengan senyum manis kemudian menawarkan kopi pada Damian yang mengangguk ringan.

"Minum kopinya selagi hangat, cuaca sedang tak baik 'kan?"

"Bagaimana dengan hatimu sekarang, Nona Skye?" Damian mengubah topik pembicaraan mereka. Menatap Luna dengan tatapan sendu kala gadis di sisinya bungkam tak mau menggubris.

"Maksudku, kau selalu melihat kekasihmu dalam keadaan mabuk dan membuatmu malu di jalanan seperti tadi. Bukankah itu sedikit menyakitkan?" Damian mengimbuhkan. Mencoba menerangkan apa yang sedang mengganjal dalam benaknya perihal Luna. Meskipun Damian bisa dibilang dekat dengan Luna Skye, namun masih banyak hal yang belum diketahuinya hingga sekarang ini perihal Luna Skye. Seperti sang kekasih yang suka datang dan menginap di rumah Luna, misalnya.

"Tentu. Itu memalukan dan membuat hatiku sakit. Tapi tak apa. Aku masih bisa menahannya," papar gadis berambut pendek sedikit ikal itu dengan tak mengurangi senyum manis di atas paras cantiknya.

Damian mengalihkan pandangannya. Tak kuasa lagi menatap senyum manis yang terkesan begitu dipaksakan oleh Luna Theresia Skye. Damian mengerti, alih-alih bahagia sebab mempunyai seorang kekasih, Luna terlihat dan terkesan sebaliknya. Gadis itu kesepian.

"Kenapa kau mencintainya? William yang aku maksudkan."

"Karena dia William," tukas Luna menyahut. Menyeruput secangkir kopi yang tak lagi mengepulkan asapnya di udara. Sejenak melirik Damian yang kini merapatkan bibirnya tak mampu berucap apapun lagi.

"Terlepas dari semua dosa yang telah dibuatnya padaku, aku tetap mencintainya dengan segenap rasa dan waras yang kupunyai. Aku tetap menyukainya sebab dia adalah ... Dia." Luna memungkaskan kalimatnya. Meletakkan perlahan secangkir kopi yang hanya bersisa ampas di dasar cangkir. Kemudian memutar tubuhnya serong dan menatap Damian yang ada di sisinya.

"Kau sendiri. Kau mempunyai seorang gadis yang kau suka?"

Damian terdiam. Ditatapnya sepasang lensa cokelat indah yang begitu teduh menatapnya. Sesekali tersenyum simpul sebab Damian yang masih enggan menggubris dan tertarik untuk menjawab pertanyaan singkat dari Luna.

"Kau tampan. Penampilanmu rapi dan kau pandai. Semua gadis akan menyukaimu," sambung gadis itu kemudian.

Damian tersenyum ringan. Menundukkan wajahnya sebab ingin menyembunyikan parasnya yang memerah kali ini. Pujian dari Luna sangat membuat hatinya bergejolak.

"Hm. Aku memiliki seorang gadis idaman," jawab Damian dengan nada tegas. Memberi penekanan pada kata di bagian penutup kalimatnya. Damian paham, bahwa Luna tak akan pernah peka dengan semua yang dirasakan Damian padanya.

"Kau sedang dekat dengannya?" tanya Luna antusias.

Laki-laki yang ada di depannya tersenyum sembari menganggukkan kepalanya ringan. Menatap Luna yang kini tersenyum manis sembari menunggu jawaban dari Damian Edaurus.

"Tentu. Aku sedang sangat dekat dengannya saat ini." Damian tegas menyetralkan fokusnya untuk menatap sepasang lensa indah milik Luna Skye. Memblokir segala fokus gadis yang ada di depannya itu untuk juga ikut memberi tatapan padanya.

Luna menimang. Mencoba menebak siapa gerangan yang sudah mampu meluluhkan hati teman baiknya itu?

"Aku mengenalnya?" tanya Luna mulai memberi arahan.

Damian lagi-lagi mengangguk. "Sangat mengenalnya."

"Dia cantik?" sahut gadis itu kini mulai terhanyut dalam percakapan ringan mereka. Semakin mendekat kan posisinya pada Damian yang terdiam dengan anggukan kepala untuk menyetujui clue yang diberikan Luna padanya.

"Secantik apa?" tanya Luna memungkaskan kalimatnya.

"Matanya indah. Hidungnya sempurna dan alisnya memukau. Senyumnya menghanyutkan dan suaranya meluluhkan hati." Laki-laki berambut klimis itu mulai mengibaratkan. Sukses membuat Luna terdiam sebab kalimat yang diucapkan oleh Damian begitu indah dan cantik.

"Dia gadis yang baik. Penyabar dan penyayang. Pekerja keras dan pantang menyerah. Dia adalah gadis tercantik kedua setelah ibuku," sambung Damian menutup kalimat dengan anggukan kepala dan senyum ringan.

Luna menatap. Dikembangkannya senyum ringan untuk mengimbangi laki-laki berhidung tajam di depannya itu.

"Sayangnya ... dia tak mencintaiku," Pungkas Damian dengan nada melirih.

... To be Continued ...

avataravatar
Next chapter