40 40. Heart Scream

Cukup lama Luna menatapnya. Pria kekar berjas mahal dengan penampilan kacau super duper tak keren seperti biasanya. Tuan Ge bisa dikatakan bak seorang pemulung elit sekarang ini. Rambutnya berantakan dengan wajah lesu yang tak kunjung kembali pada kesadarannya. Tingkat kewaspadaan Tuan Ge tentu turun drastis selepas meneguk habis semua isi botol minuman beralkohol di sisi meja itu. Aroma kuat masuk ke dalam lubang hidungnya sekarang ini. Selepas Tuan Ge melepaskan pelukannya untuk Luna, gadis itu tak henti-hentinya menatap pria itu dengan penuh iba. Luna tahu apa kiranya yang membuat pria pemilik gedung Ge Sketchbook Company itu bisa jadi begini. Skandal yang menyeret namanya. Membuat masyarakat mengecam dirinya dengan serempak. Tak peduli apa yang sebenarnya terjadi, mata dunia hanya memandang apapun yang terlihat secara fisik saja.

Ada satu pertanyaan yang kini mendarat tepat di dalam benak gadis itu, mengapa Tuan Ge tak mengatakan saja bahwa semua itu ulah sang istri? Tak masalah jikalau karier istrinya hancur bukan? Toh juga, yang berkewajiban untuk mencari nafkah adalah dirinya.

Tuan Ge mengerang ringan. Tubuhnya menggeliat kasar sembari terus mencoba untuk mengusir rasa aneh di dalam hatinya. Samar bibir itu bergerak. Seakan sedang mencoba mengucap sesuatu sekarang ini. Luna tak tahu, apa pastinya. Akan tetapi apapun yang dikatakan oleh Tuan Ge pasti berasal dari dalam hatinya yang sedang terluka.

"B--bisa ambilkan aku air putih, Nona?" Suara lirih itu menyela. Kini pria yang sedari tadi menyandarkan kepalanya di sisi tembok bilik tempatnya menghabiskan lelah senja ini mulai menarik posisi dan duduk tegap menghadap ke depan. Di luar sana, sudah tak ada orang lagi. Mungkin, kedai ini tak terlalu ramai sebab dekorasinya yang monoton dan kuno. Segala tata ruang dan komponen yang dipilih untuk membuat ruangan ini tak kosong, benar-benar jauh dari kata sempurna.

Luna sigap menarik sebotol air putih yang dipesan sendiri oleh Tuan Ge sebelum ini. Membukakan tutupnya untuk segera menyodorkan itu untuk Tuan Ge. Sigap tangan itu menariknya. Menghentikan aktivitas Luna yang baru saja ingin membuka tutup botol. Tatapannya tak lagi bersahabat. Kosong dengan penuh kesedihan di dalam sana. Luna tahu pria satu ini sedang mabuk berat sekarang.

"Jangan membukanya. Nanti akan tumpah!" erangnya menyela. Gadis yang baru saja mendengar kalimat aneh itu tertawa kecil. Senyum kuda mengembang untuk menutup aktivitas kecilnya. Tuan Ge terlihat lain kalau sedang mabuk seperti ini. Luna banyak belajar kalau setinggi apapun jabatan dan sebanyak apapun yang uang dimiliki, kalau sudah mabuk berat pasti semua akan terlihat sama. Bodoh dan suka meracau seperti ini.

Luna kembali meletakkan botol itu. Tatapannya ia berikan untuk pria yang kini tersenyum manis sembari terus mencoba untuk menyeimbangkan posisinya.

"Kenapa kau datang ke sini, Tuan Ge?" tanya Luna menelisik. Nada bicara gadis itu lirih. Tenang dan bersahaja. Ia tak ingin merusak suasana hati Tuan Ge yang memang sudah rusak parah. Luna hanya ingin membuat pria itu berbicara banyak untuk melepaskan semua beban yang ada di dalam hatinya.

Sesuai dugaan, pria itu hanya diam sembari sesekali mengerjap-ngerjapkan matanya. Menyesuaikan cahaya remang lampu kala ia mencoba melibat keadaan di sekelilingnya.

"Karena masalah Aleta Britt?" Luna kembali membuka suaranya. Masih dengan cara yang sama. Gadis itu tak ingin mencampuri urusan pribadi calon boss-nya ini. Ia hanya berniat untuk membuat Tuan Ge menuangkan segala perasaannya. Mengatakan pada dunia bahwa ia tak sedang baik-baik saja. Ada luka besar di dalam sana. Entah siapa gerangan yang bisa mengobati itu, Tuan Ge terlihat benar-benar pasrah sekarang ini.

"Kau tau~" Pria itu menyela. Memanjangkan kalimat dengan helaan napas berat yang terdengar. Tuan Ge menatap samar wajah gadis yang ada di depannya. Diam sejenak membentang dengan Luna yang cukup sabar untuk menunggu Tuan Ge yang tak kunjung mengimbuhkan kalimatnya.

"Elsa mengatakan bahwa Aleta masih menyukaiku," ucapnya mulai meracau. Luna yang tadinya diam dengan ekspresi wajah datar kini mulai masuk ke dalam suasana. Tatapannya perlahan menyapu setiap inci bagian tubuh kekar milik Tuan Ge.

Luna teringat akan satu pepatah yang disampaikan oleh orangtuanya. Setiap kali tubuh kita dalam keadaan mabuk berat, maka yang berbicara bukan bibir ataupun suara, namun hati kita.

"Elsa mengatakan ... bahwa ia melakukannya sebab Aleta masih menyukaiku." Kalimat itu terus saja berulang. Seakan tak puas hanya dengan mengucap satu kali saja.

Ia menghela napasnya kasar. Kembali menarik segelas minuman beralkohol untuk mencoba menenangkan pikirannya. Tuan Ge sedang duka. Meskipun raganya terlihat baik-baik saja, namun siapa sangka kalau luka di dalam hatinya benar-benar sudah parah.

"Aku bertemu dengannya sebelum ini. Aku bahkan menyewa ruangan mewah untuk perbincangan kami yang tak seberapa harganya," susulnya mengimbuhkan. Percayalah, Tuan Ge tak akan percaya jikalau ia sadar nanti. Ia tak akan bisa mempercayai dirinya sendiri nanti. Kalimat itu menguak seluruh rahasia yang disimpannya rapi dari telinga luar. Menyembunyikan itu di balik penampilan dan fisik kekarnya. Tak ada manusia yang tak punya luka. Sehebat apapun kita bergurau dan menghibur juga tertawa bercanda ria dengan sesama, manusia itu pasti memiliki luka tersendiri di dalam hatinya.

Bodoh, jikalau menilai seseorang dari luarnya saja. Gagah perkasa. Karier yang gemilang bak bintang di atas sana. Keluarga yang tak pernah diterpa berita miring. Badai yang berembus dalam kehidupan Tuan Ge pun tak pernah tercium oleh media luar. Semua yang Luna baca tentang pria ini adalah sebuah kesempurnaan yang dilukiskan oleh semesta, namun siapa sangka kalau luka itu ternyata ada.

"Lalu, Aleta mengatakan apa?" Luna ikut bermain. Kalimat yang terucap dari celah bibir Tuan Ge benar-benar menarik perhatiannya sekarang ini. Entah kesalahan siapa, si artis papan atas atau di pengusaha kaya raya ini?

"Dia tak ingin bertemu denganku lagi."

"Kau kesal karena itu?" Luna menyahut. Kini sedikit ia memiringkan kepalanya untuk mencoba menelisik arti perubahan ekspresi wajah pria yang ada di sisinya.

Tuan Ge kembali ambruk. Kepalanya kasar jatuh di atas meja. Tubuhnya terkulai lemas. Kesadaran mulai hilang benar-benar melayang di udara. Gadis itu menghela napasnya kasar. Permainan selesai!

"Nona! Apakah kau bisa membawa pria itu pergi dari sini? Kita akan tutup lima belas menit lagi." Pelayan menyela dirinya. Kasar membuka pintu bilik kaca tempatnya menghabiskan senja bersama sang bos.

Luna menarik satu sisi alisnya. Melirik jam kecil yang melingkar apik di pergelangan tangannya sekarang ini. "Kalian tutup pukul sembilan malam?" tanyanya aneh.

"Biasanya lebih cepat dari itu."

Luna menganggukkan kepalanya. Ringan ia tersenyum manis tak ingin banyak memberi bantahan sekarang ini. Ia hanya perlu menggotong tubuh kekar Tuan Ge dan mencarikan taksi untuk pria satu ini.

... To be Continued ...

avataravatar
Next chapter