16 16. One’s heart sinks

"Gadis William tak hanya kau dan aku saja, Nona Luna." Suara itu masih terekam jelas di dalam ingatan Luna. Menahan setiap langkah kaki yang terasa begitu berat saat ini. Luna tak ingin mendengar apapun lagi selepas kalimat demi kalimat yang lepas dari bibir Nona Odile benar-benar melukai hatinya.

Ada satu kalimat tambahan yang mengiringi kepergian Luna dari bangunan rumah kopi. William dipecat sebab pria sialan itu sudah melecehkan pelanggan di sana. Keadaannya memang tak stabil, sebab mabuk berat terjadi kala itu. Namun itu bukan kali pertama William melakukan hal semacam itu. Toleransi, tak ada untuk menyertai kalimat perminta maafan yang dilontarkan oleh William. Menyesal? Bos pemilik bar tak lagi luluh dengan kata itu lagi.

William resmi dipecat. Menjadikan laki-laki bertubuh tinggi besar nan kekar itu sebagai pengangguran yang tak punya tempat untuk menjemput rejeki lagi.

"Luna!" Seseorang memanggil namanya. Menarik perhatian gadis yang menoleh sembari menyipitkan matanya. Langkah kaki orang itu tegas mengarah padanya. Disertai lambaian tangan ringan penuh semangat dan kebahagian. Seakan bertahun-tahun lamanya ia tak berjumpa dengan Luna.

"Damian?" Luna melirih. Bibirnya berucap seiring dengan lensanya yang menajam. Mengiringi kedatangan Damian yang menghampiri dirinya.

Pria itu masih sama. Khas seorang Damian Edaurus yang selalu berpenampilan rapi dan memukau. Rambut klimis itu ia pertahankan seakan itulah yang menjadi ciri khas dari seorang Damian Edaurus.

"Kenapa kau bisa berada di sini?" tanya Luna kembali melangkahkan kakinya. Beriringan dengan sepasang kaki jenjang bersepatu boots pendek dengan warna senada seperti mantel tebal berbulu yang dikenakan oleh pria itu.

Damian tersenyum. Menampilkan rentetan gigi putih nan bersih miliknya. Lesung pipi tercipta. Dengan indah menghias di atas paras tampannya kalau Damian tersenyum manis. Kedua mata pria itu melengkung apik. "Aku mengikutimu." Damian membuat pengakuan sukses membuat Luna mengernyitkan dahinya samar.

"Mengikutiku? Sejak kapan?" Luna menunjuk dirinya sendiri. Sukses membuat Damian tertawa geli dengan perubahan ekspresi wajah gadis itu. Luna bukan hanya cantik untuk Damian, namun gadis itu sangat menggemaskan. Tak patut sebenarnya kalau Luna memperkenalkan diri dengan menyebut angka 21 sebagai usianya sekarang ini. Sebab fisik dan parasnya lebih cocok kalau disebut sebagai anak remaja yang baru dilanda pubertas.

"Sejak kau keluar dari Ge Sketchbook Company. Aku melihatmu," paparnya membuat pengakuan.

Luna terdiam. Sejenak berpikir untuk menyesuaikan suasana yang terjadi padanya sekarang ini. Ah, benar. Tempat magang dirinya dan Damian berdekatan. Jadi wajar kalau pria itu beralasan demikian.

"Kenapa tak memanggilku?" tanya Luna meletakkan segala fokus untuk menatap Damian.

"Sudah ku lakukan. Tapi kau tak mendengarnya. Kau terlihat buru-buru dan sedikit panik. Jadi aku berpikir untuk mengikutimu. Aku berpikir kau sedang berada dalam masalah. Jadi aku berjaga-jaga, barang kali kau membutuhkan bantuan nantinya," terang pria itu menjelaskan panjang nan lebar.

Luna tersenyum ringan. Ada sedikit penyesalan yang terbesit di dalam benaknya. Mengapa semesta mempertemukan Luna dan Damian dengan sedikit keterlambatan yang menjadi waktunya? Jika Damian dan Luna bertemu lebih awal dari alur yang dibuat semesta dulu, pastinya Damian adalah laki-laki yang dicintai olehnya alih-alih sang kekasih yang menjadi rajanya pecandu alkohol, William Brandy.

"Aku memang sedang berada dalam sebuah masalah." Luna menyahut. Perlahan pandangannya turun. Menatap irama langkah kaki yang diciptakan bersama Damian. Ada rasa malu yang menyelimuti dalam dirinya sekarang ini. Bukan hanya seorang pecandu alkohol, sang kekasih kini dinyatakan sebagai pria cabul yang pengangguran tak ada pekerjaan.

"Ada hubungannya dengan William?" Damian menebak asal. Sebelum ini, netranya menangkap tubuh Luna ada di depan bar tempat William bekerja selepas pulang dari kampus. Berbincang dengan seorang wanita asing yang terlihat sinis dan menyeramkan dari caranya memandang.

Awalnya, Damian mengira wanita itu adalah orang jahat. Setidaknya satu tamparan akan didapat Luna jikalau terus bercakap dengannya. Akan tetapi Damian salah besar. Wanita itu membuat Luna kembali dengan tatapan menyedihkan. Langkahnya gontai terlihat berat dan ekspresi wajahnya sayu juga lesu. Entah apa yang dikatakan oleh wanita itu untuk Luna. Namun apapun itu pastilah berita buruk yang menghancurkan dan menghilangkan senyum di atas paras cantik Luna Theresia Skye.

"William dipecat lagi." Luna masih menundukkan pandang. Tak kuasa dirinya menatap Damian. Entah mengapa, Luna hanya takut. Bukan takut Damian akan menertawakan takdir buruk yang menimpa sang kekasih, namun Luna takut kalau Damian tau dirinya ingin menangis sekarang ini.

"Karena apa?" tanya Damian melirih. Kelopak matanya kini menyapu permukaan matanya beberapa kali. Mencoba tetap tenang meskipun jujur saja, Damian terkejut. Dalam satu tahun terkahir, ia sudah mendengar kabar dipecatnya William dari pekerjaan beberapa kali. Bukan hanya sekali atau dua kali.

"Mungkin akan lebih melegakan kalau dia dipecat karena terlambat atau mencuri wine dan wiskey karena harga yang mahal. Aku mungkin bisa mengganti rugi dengan uang." Luna berkelit. Tersenyum pahit menutup kalimatnya.

"Tapi dia pecat karena mencoba memperkosa pelanggannya. Aku sangat malu karena itu," imbuhnya menghela napas kasar.

Luna terdiam. Dirinya kalah! Jika menundukkan kepala sembari mencoba terus tersenyum adalah caranya mengusir rasa aneh di dalam hatinya selepas mendengar kabar gila yang menyeret nama sang kekasih di dalamnya, maka dirinya dinyatakan kalah. Matanya kini berenang dengan air mata. Basah adalah kondisi kedua pipi tirusnya. Gadis itu menghentikan langkah. Diikuti dengan sepasang kaki jenjang Damian yang mengimbangi.

Luna membungkuk. Sesenggukan ringan tercipta kala dirinya benar-benar payah dalam menahan air mata. Dirinya terisak hebat. Memicu reaksi dari Damian yang kini merengkuh tubuh Luna. Mendekapnya erat sembari menepuk-nepuk pundak gadis itu.

Luna menjadi seorang pecundang dunia akhirat. Sebab dirinya selalu saja lemah jikalau dihadapkan dengan fakta sialan sang kekasih. Dirinya mencintai William sepenuhnya. Mempertaruhkan jiwa raga hingga mampu membuang nyawa sekalipun. Akan tetapi William mengkhianatinya.

"Kau menangis karena William dipecat lagi?" tanya Damian dengan nada lirih. Tak mendapat jawaban dari Luna. Hanya suara sesenggukan yang samar terdengar masuk ke dalam lubang telinganya saat ini.

"Aku akan membantu mencarikan pekerjaan baru untuk William." Pria itu mengimbuhkan. Kini mengusap puncak kepala gadis yang amat dicintainya.

Cinta Damian memang bertepuk sebelah tangan. Dirinya mencintai Luna, namun Luna mencintai sang kekasih. Jika dibandingkan, Damian lah yang menjadi pria baik di sini. Yang patut menemani dan menjadi kekasih gadis baik seperti Luna Theresia Skye. Akan tetapi, takdir tak mengijinkannya. Cinta Luna pada William mengalahkan harga diri Luna yang selalu saja jatuh sebab rasa malu yang ditumbuhkan akibat perilaku bodoh William.

Melihat Luna seperti ini, tentu adalah 'penyakit' tersendiri untuk Damian. Ia ingin mengumpat pada semesta. Mengutuk dan memberi sumpah serapah.

Tidak! Damian tidak ingin melakukan itu. Dirinya hanya ingin meminta pada semesta, jika tak bersamanya biarkan Luna bahagia bersama orang yang mampu menghargainya sebagai seorang anak Tuhan yang baik dan berhati suci.

... To be Continued ...

avataravatar
Next chapter