1 1. The Crazy Side of Beautiful Girls

Amsterdam, Belanda

Desember 2018

Kediaman Rumah Mewah Tn. Jeff

Sepi gelap tiada cahaya yang dibiarkan merambah masuk ke dalam ruangan. Tirai-tirai yang menggantung rapi di setiap sisi dinding ruangan pun masih ditutup rapat seakan menolak dengan tegas kehadiran sinar sang surya yang kini mulai menyembul di balik celah gumpalan awan putih di atas luasnya bentangan cakrawala.

Sedikit ragu, namun ini adalah keputusan terakhir sesaat setelah ketukan pintu yang kesekian kali dilakukan oleh gadis bersurai panjang dengan ujung sedikit ikal itu tak mendapat jawaban apapun dari sang tuan rumah.

"Dia tidak ada di rumah?" gumamnya sembari terus melangkah menyusuri satu persatu anak tangga untuk sampai ke ruangan yang berada di lantai atas.

Langkahnya tegas menyapu satu persatu petak ubin yang memantulkan samar bayangannya kala cahaya remang lampu lorong ruangan menyorot tubuh ramping berbalut mantel tebal sebab musim dingin masih datang menyapa meskipun salju telah habis tak turun lagi. Namun, siapa suka dengan dinginnya hawa kala pagi datang dan sinar belum tegas turun untuk mengakhiri tugas embusan dinginnya sang bayu di pagi buta? Tidak ada!

Irama gerakan kaki yang diciptakannya kini mulai memelan. Gadis itu hapal dengan benar bahwa ia sudah tak akan menemukan ruangan apapun lagi jikalau ia meneruskan langkah dan berbelok di ujung lorong rumah mewah yang menjadi tujuan singgahnya pagi ini.

Sebuah ruangan pintu kayu yang tak tertutup rapat dengan membiarkan kuningnya cahaya lampu kamar mengintip keluar dari celah-celah pintu yang terbuka. Aneh! Dalam batinnya kini mulai bergejolak. Sejenak melirik jam kecil yang melingkar di pergelangan tangan kirinya kemudian tegas mencekram gagang pintu yang ada di depannya.

Perlahan namun pasti, mendorong pintu kayu untuk masuk ke dalam ruangan yang sungguh meskipun ia sering datang kemari untuk mengunjungi sang pacar, ia tak pernah masuk selancang ini tanpa seijin dari sang tuan rumah. Akan tetapi, mau bagaimana lagi? Ada hal penting yang harus dibicarakannya dengan sang pacar pagi ini sebelum waktu habis dan jam kuliah datang menghampirinya untuk segera menyudahi aktivitas bertamu dan segera datang ke kampus pagi ini.

Ia menoleh. Menatap pemandangan asing yang membuat jantungnya sejenak berhenti berdetak. Dadanya sesak, matanya pedih dan hatinya hancur. Dua tubuh yang saling beradu di atas empuknya ranjang berukuran besar dengan satu selimut tebal yang membalut tubuh mereka. Tak ingin kalah satu sama lain, segala gerakan yang diciptakan keduanya seakan saling menghanjar untuk memenangkan 'permainan' yang sedang mereka lakukan pagi ini.

Pagi ini?! Ah, sialan! Bagaimana bisa mereka berhubungan intim di pagi hari dan tidak mengunci pintu utama?

"Jalang sialan," ucapnya dengan nada lirih. Menatap sejenak wanita dengan wajah terkejut kala suara menyela aktivitas panas mereka pagi ini.

Pria yang baru saja melihat wajah sayu sang kekasih kini sigap bangkit dengan kasar mendorong tubuh wanita sialan yang sedang menindih tubuhnya.

"Honey! Honey! Aku bisa jelaskan ini—"

"Jelaskan? Setidaknya pakai dulu pakaianmu," tukasnya memutar tubuh dan berjalan ke luar dari kamar. Membanting pintu dengan keras untuk menunjukkan betapa kesalnya ia pagi ini.

Berkunjung ke rumah mewah sang kekasih bukan ini yang ia harapkan untuk bisa dilihat oleh kedua lensa cokelatnya. Pemandangan menjijikan dua tubuh telanjang bulat yang sedang beradu di atas ranjang dengan adegan yang sering ia tonton di film-film dewasa bersama teman-temannya.

"Honey! Please!" Suara lantang bersama derapan langkah kaki kini nyata menggema di ruangan. Menyusul kepergian gadis yang sudah berada di lantai dasar sembari menyandarkan tubuhnya di sisi jendela besar rumah mewah milik sang kekasih.

"Jelaskan," tuturnya lirih memutar tubuh ramping nan tinggi miliknya untuk menatap perawakan kekar sang kekasih yang hanya berbalut celana pendek selutut tanpa baju yang menutup dada bidang nan berotot miliknya.

"Aku dalam keadaan mabuk kemarin malam dan—" Ucapannya terhenti kala jari jemari kuat mencengkram jahitan celana yang melingkar di pinggangnya dan menarik tubuh pria berbadan kekar itu untuk mendekat pada sang gadis.

"Tak ada bau alkohol," tuturnya. Melirik ke sebuah sudut ruangan yang menjadi tempat menyimpan persediaan alkohol, wine, dan bir milik sang kekasih.

"Semuanya masih penuh juga," sambungnya kemudian.

"Kita putus." Gadis bersurai pekat itu kini mendorong pria di depannya dengan kasar. Segera mengemasi tas kecil yang tadi ia letakkan di atas sofa tengah ruangan.

"Ah, satu lagi ...." Ia merogoh kantong yang ada di sisi kiri mantel cokelat muda yang dikenakannya. Melempar lipatan kertas tepat mengarah pada wajah pria yang masih diam mematung menunggu gadis lima tahun lebih muda darinya itu untuk kembali berbicara.

"Aku sudah melunasi segala biaya rumah sakit ibumu dan rumah ini akan tetap jadi milikmu. Jangan menjualnya," pungkasnya menutup kalimatnya.

"Luna! Luna! Apa maksudmu dengan—"

"Ibumu sudah dioperasi kemarin malam saat kau menghilang dan bermalam bersama jalang sialan itu!" teriaknya dengan suara nyaring nan lantang. Menyita perhatian wanita dengan penampilan ala kadarnya yang menjadi penonton bisu pertengkaran yang disebabkah olehnya.

"Mari jangan bertemu lagi. Apapun alasannya, Tn. Jeff." Gadis itu kini benar melangkah pergi. Meninggalkan pria yang baru saja berstatus menjadi mantan kekasihnya.

"Luna!" teriaknya mencoba mencegah kepergian gadis berparas cantik yang baru saja menghilang kala pintu utama ditutup dengan kasarnya. Meninggalkan suara dentuman yang nyaring mengema di udara.

•••Imperfect CEO•••

-- dan itu adalah kisah tragis percintaan kami. Aku dan Tuan Jeff. Pria brengsek yang usianya lima tahun lebih tua dariku. Seorang pria gagah perkasa dengan fisik kekar berdada bidang, perut kotak-kotak, dan sepasang lengan berotot yang menyempurnakan tubuh indah miliknya. Dia bukan orang berkulit putih layaknya orang Belanda yang sering kutemui. Kulitnya sedikit gelap namun bisa dikatakan bahwa itulah pesona yang membuatku jatuh cinta padanya beberapa tahun lalu.

Dia bukan temanku, sebab melihat usianya yang lebih tepat dikatakan kalau dia adalah kakak laki-lakiku.

Pekerjaannya? Saat kami bertemu, dia adalah manajer sebuah perusahaan kopi tempatku menghabiskan senja bersama kawanku. Namun entah sebab apa ia dipecat setelah satu minggu menjalin hubungan denganku. Sedikit aneh memang, namun aku takut untuk mempertanyakan hal-hal yang mungkin akan menyinggung dan menyakiti hatinya. Jadi aku memilih diam dan mulai 'menghidupi'nya saat pria brengsek itu berada dalam masa sulitnya.

Akan tetapi, dia mengkhianati dan tidur bersama wanita jalang penghibur pada pria berhidung belang seperti Tuan jeff. Jadi aku memutuskan untuk tak pernah bertemu dengan pria itu lagi bahkan seluruh keluarga dan teman-teman terdekatnya.

Trauma? Aku mengalami trauma setelahnya? Bukan aku namanya jikalau itu benar terjadi. Hal sepele seperti itu tak akan pernah membuatku berhenti untuk mencintai laki-laki. Anehnya, selalu saja aku mencintai dan tertarik pada pria yang usianya jauh lebih tua dariku. Seusia kakaku? Pamanku? Bahkan mungkin ayahku.

Seperti Tuan Ge Hansen Joost misalnya.

... To be Continued ...

avataravatar
Next chapter