1 Prolog

Mendung berkelana di langit, akar – akar awan pun mulai menyambar bumi. Keheningan menyelimuti malam yang penuh kedinginan ini. Tiada suara, yang ada hanyalah suara ranting pohon yang saling bersentuhan. Suara pijakan kaki milik seorang gadis menyentuh dedaunan yang telah mengering menemani langkahnya di tempat dimana ia tidak bisa menemukan jalan keluar.

Selintas cahaya meteorpun menjatuhi bumi bersamaan dengan gemuruh – gemuruh menawan. Malam yang semakin menakutkan dengan jiwa lemahnya. Terkilat bayangan hitam melintas di depan sang gadis, membuat jantungnya bagai berlari kencang dibuatnya. Diputarlah bola mata miliknya, menyapu pemandangan gelap di hutan yang penuh kegelapan dan misteri.

Seketika ia merasakan tubuhnya ringan bagai terhempas angin. Matanya tertutup, membayangkan apa yang akan terjadi padanya. Ya, membayangkan kejadian buruk yang akan menimpa dirinya. Ketakutan sudah menyeruak di dalam dada. Mulutnya ingin  menjerit tapi trakea miliknya bagai diikat dengan rantai.

Angin yang berhembus semakin kengcangnya menusuk pori – pori kulit putihnya. Bukan, yang dirasakannya adalah napas seseorang. Benar, ia merasakannya tepat di depan wajah cantik miliknya. Perlahan ia membuka mata miliknya yang masih redup, tubuhnya langsung kaku seketika setelah melihat siapa yang berada di depannya. Seorang berperawakan tinggi, memakai jubah dan menutupi wajahnya semakin membuat hatinya menjerit tak karuan.

" Lyra! " Desisnya mengusap pipinya dengan lembut.

Itu suara milik seorang pria, tapi siapa dia dan siapa Lyra?

" Siapa kau? Aku tidak mengenalmu. " Akhirnya ia bisa mendapatkan suaranya.

" Kau tidak mengingatku, Lyra? " Tanya pria itu menatap mata biru milik Carrone.

Hal itu membuat gadis cantik benar - benar kebingungan. Kepalanya seperti berputar - putar setelah apa yang ia lihat dan dengar.

" Namaku Carrone, bukan Lyra! " Teriaknya menendangnya hingga ia terlepas dari kukungannya.

Sedetikpun dia tidak menghentikan langkah cepatnya. Berlari dan terus berlari. Menerjang angin malam yang penuh kedinginan dan melewati pepohonan berduri. Sesekali dia mengerang kesakitan karena begitu banyak duri yang mengenai kulitnya.

Suara - suara naungan pun mulai terdengar sebagai tanda hari sudah menjelang tengah malam. Bulan purnama pun tak malu - malu menampikkan wajah bulatnya yang bersinar. Menyinari sederetan jalan hutan yang penuh kegelapan.

Suara - suara naungan itu semakin dekat dan sangat jelas. Langkahnya tiba – tiba saja terhenti ketika pemilik suara - suara itu sudah berada di depannya. Segerombolan serigala - serigala yang manatapnya dengan mata lapar. Serigala itu terus menyerangnya dengan suaranya yang ingin menerkam gadis polos itu. Sontak ia memundurkan kakinya ketika mereka semakin mendekat. Sunggu, ia ingin berteriak meminta pertolongan, tapi ini hutan, siapa yang akan menolongnya?

Entah dengan apa pria itu tiba - tiba muncul secepat kilat yang membuat serigala - serigala itu langsung pergi tanpa perlawanan. Mata yang awalnya memerah kini kembali menghitam. Makhluk apakah dia? Tidak mungkin jika manusia dapat muncul secepat itu dan mengusir segerombolan serigala itu tanpa perlawanan. Dan mata itu yang sekilas membuat dirinya bergidik ngeri saat menatap pria itu.

" Jangan lari dariku, atau itu akan membahayakanmu. " Ucapnya yang tanpa ia sadari ia sudah berada tepat di depannya dan meraih pinggangnya.

Tubuh ini sama sekali tidak menolak saat ia semakin mengeratkan pelukannya. Mata itu seakan menghanyutkannya dalam alam bawah sadarnya.

" Terimakasih. " Ucap Carrone melepaskan kontak matanya darinya.

Gadis itu menunduk untuk menutupi pipinya yang memerah sekarang. Pria ini tidak menakutkan seperti apa yang ia bayangkan.

" Hey! " Ia mengangkat dagu Carrone. Lagi - lagi mata itu membuat jantung ini bagai di kejar anjing.

" Kumohon jangan pergi dariku, aku sangat mencintaimu. " Ucapnya memiringkan wajahnya.

Wajahnya semakin mendekat, aku merasakan deru nafasnya di depan wajahnya Spontan mata Carrone terpejam tanpa dipinta, membiarkan suasana ini larut dalam kegelapan dan kedinginan ini.

Apa yang terjadi selanjutnya?

Carrone tidak merasakan apa - apa, yang ia rasakan hanya silauan matahari yang menusuk matanya ketika ia membuka mata. Kini gelap berubah menjadi terang. Apa baru saja Carrone bermimpi? Tapi kenapa terlihat nyata di matanya. Pria misterius yang hampir menciumnya kini hilang dalam mimpi yang penuh kegelapan.

Sempat saja Carrone terhanyut dalam tatapan matanya. Bagaimana jika ini kenyataan? Carrone berharap tidak bertemu lagi dengan pria misterius itu, ia takut akan terjadi hal buruk padanya, tapi ia juga penasaran dibuatnya. Ini sungguh aneh. Tapi kenapa saat ia menyentuhnya, ia tidak menolahnya sama sekali. Benar ia menawan dan menarik, tapi ada sisi misterius di balik ketampanannya.

Carrone berdiri dari tempat tidurnya dan mandi di bawah rintihan air shower mungkin bisa melupakan mimpi buruknya. Tinggal di rumah kecil di kawasan Swiddle Street sudah ia jalani selama tiga tahun terakhir ini. Ayahnya meninggal saat aku berusia sepuluh tahun dan ibunya meninggalkanku saat pertama kali aku memasuki high school. Menjadi anak tunggal adalah resikonya tersendiri, ia harus berangkat kuliah dipagi hari dan setelah mata kuliahnya selesai ia harus mencari uang. Ya, itulah hidupnya yang sederhana. Sebatangkara menjalani kehidupan.

Carrone merasakan ada yang menyentuh kakinya saat ia melangkah keluar rumahnya. Carrone hanya menemukan sebuah bola yang menggelinding di sampingnya. Ya, ia tahu ulah siapa ini. Pasti Clavin, anak kecil tetangga depan rumahnya. Setiap bertemu dengannya pasti ia tidak akan berhenti menjahili Carrone.

" Hey, Calvin! Apa bola ini milikmu? " Teriaknya tapi tidak ada jawaban.

Matanya menyapu seluruh pemandangan yang ada di depanya. Sepi dan sunyi. Langkah kakinya menuruni anak tangga, masih dengan mata yang menyapu sekeliling.

" Hwwaarr... " Carrone terperenjat kaget saat Ia melihat anak kecil dengan memakai topeng menyeramkan tiba - tiba muncul dari balik semak - semak begitu saja.

Sial! Ini hanyalah Calvin, si anak kecil pengganggu. Tapi begitu jahilnya dia, dia tetaplah anak kecil yang menggemaskan dengan mata birunya.

" Calvin! Kau hampir membuat jantungku lepas. " Ucap Carrone mengelus dadanya.

" Aku mau bolaku. " Pinta Calvin dengan tangan yang menengadah seperti anak kecil berusia tujuh tahun yang meminta permen pada ayahnya.

" Aku akan memberinya jika kau mau berjanji tidak akan mengulanginya lagi. " Ucapnya membungkuk, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Calvin.

" Ya, ya, ya, aku berjanji. " Balasnya tak acuh.

" Aku pegang janjimu, oke. " Ucap Carrone sembari mengembalikan bolanya dan mencubit pipi merahnya yang menggemaskan.

Tanpa pamit ia langsung lari dan entah kenapa ia tiba - tiba berhenti. Ia kembali berlari ke arah Carrone.

" Siapa pria tadi malam yang berdiri di depan rumahmu? " Tanyanya membuat kening Carrone berkerut.

" Pria? " Tanya Carrone balik.

" Iya, pria tinggi dan tampan. "

Carrone masih di landa kebingungan dengan pernyataan Calvin. Apa ia serius? Arhh, apa ini mungkin gurauannya. Lagipula Carrone tidak pernah dekat dengan pria manapun, siapa pria yang mau dengan gadis yang tidak mempunyai apa - apa sepertinya ini, batinnya.

" Baiklah, kembalilah ke rumah dan pergi mandi. Aku tidak tahan dengan baumu. " Ucapnya mengalihkan pembicaraan.

Entah Carrone harus percaya pada anak kecil seperti Calvin atau tidak, tapi hatinya mengatakan bahwa Carrone harus percaya ucapan Calvin.

TBC

avataravatar