1 PROLOG

Tawa liar anak-anak itu menggema di telingaku. Mereka begitu asik mengobrak-abrik isi tas berukuran sedang dengan model satu tali yang baru saja mereka dapatkan.

Salah seorang anak bertubuh jangkung diantara mereka kini mulai tak sabaran menunggu giliran untuk melihat apa saja yang ada di dalam tas itu. Benci dengan kata menunggu, kini ia merampas tas itu dengan kasar kemudian membalikkan posisinya sehingga isi tasnya mulai berjatuhan.

"Kenapa begitu lama? Kan tinggal dibeginikan!" Ujarnya riang sambil menggoyangkan pinggul tas.

Seketika tawa anak-anak lain makin riang, layaknya melihat pertunjukan badut lucu yang melakukan candaan bodoh. Mereka terlihat girang, tampak menikmati apa yang dilakukannya. Kemudian saat sebuah botol dari plastik seukuran tangan orang dewasa terjatuh dari sana tawa mereka diam sejenak dan tertuju pada botol itu.

"Pfft, bos! Lihat apa yang kita temukan," kata orang bertubuh jangkung itu.

"Hm?" Orang yang di panggil bos itu menoleh setelah puas menjadikanku samsak.

"Hei, hei, hei. Ini milikku ya!" Ujar salah satu dari mereka.

"Apa yang kau katakan? Yang mendapatkan tas itu terlebih dahulu kan aku tadi," kata yang satunya. Kemudian kerumunan itu mulai bising lagi, saling berebut barang-barang yang sama sekali bukan milik mereka.

"Ja-jangan sentuh ...," ucapku lirih selagi memegangi perut. Salah satu tanganku seakan-akan meraih isi dalam tas itu yang jaraknya jelas-jelas jauh dariku.

Kenapa jadi seperti ini? Gumamku.

Ini kah yang akan kau alami jika kau memiliki kekurangan di zaman ini? Kenapa perubahan yang terjadi di dunia ini lama-kelamaan membuat segalanya menjadi tampak lebih kejam? Bukankah revolusi memiliki visi kesejahteraan?

"Cih! Dasar orang-orang bodoh!" teriak orang yang dipanggil bos itu. Ia memutar badan besarnya. Lalu, kaki gemuknya bergerak beberapa langkah. "Kemarikan! Lempar botol itu," perintahnya kemudian. Seakan ini adalah keputusan yang tepat untuk menyudahi kebisingan ini.

Namun, seperti yang diharapkan. Sontak bunyi bising itu bungkam sekali lagi. Kemudian anak bertubuh jangkung menuruti perintahnya dan melempar botol minumanku kepadanya.

Ketika botol itu sudah ditangannya, ia mengamatinya dengan seksama. Setiap sisi dari botol itu ia perhatikan, mencari tombol di permukaan tubuh mulus botol, namun sayangnya ia tidak menemukan. Kemudian saat ia melihat sisa dart di kepala botol itu ia mengernyitkan dahi.

"Jangan-jangan ...," duganya sejenak. Kemudian ia tertawa begitu keras disusul dengan tepukan di keningnya.

Kini jari-jemarinya memutar tutup botol itu, "masih ada saja orang yang mau membawa botol minuman seperti ini. Belum lagi, ini kan model lama." Tawanya berlanjut.

Lalu dengan santai ia membuang tutup botol itu hingga terbentur tembok dengan sangat keras yang membuatku yakin pasti di bagiannya ada retakan sekarang. Kemudian ia meneguk setengah isi dari botol itu dengan ganas dan sisanya ia tumpahkan begitu saja tepat di depanku.

"Ah, segar ...," ujarnya setelah meneguk air dari botol itu. Setelah puas dengan botolnya, tak lupa ia melempar benda itu ke arah yang berbeda.

Ia tersenyum jahat, "aku sudah puas! Ayo kita kembali," perintahnya kemudian.

Ia berjalan perlahan-lahan sambil menendang barang yang berjatuhan dari tasku. Begitu pula dengan yang lain, kerumunan itu mengikuti pergerakan orang yang bertubuh besar dari belakang.

Sebelum benar-benar menghilang di ujung tikungan gang, anak bertubuh jangkung itu teriak, "jangan lupa dengan tugas kita ya, cacat! Periksa emailmu. Ada banyak hadiah dari kami, lho!" Kemudian tawa mereka menjadi pengantar atas kepergian mereka di tikungan sana.

Ah, sialan. Akhirnya berakhir juga.

avataravatar
Next chapter