8 Keinginan-nya

Aku sekarang ada di depan kakek.

Kakek menjulurkan pedang nya, lalu pedang nya bercahaya.

Aku melakukan hal yang sama, cahaya ku terlalu terang, lalu pedang ku pecah.

"Pedang mu itu hanya pedang besi, jadi gunakan energi sekecil yang kamu bisa"

"Baik"

aku melakukan nya lagi, kali ini cahanya agak redup, dan pedang ku aman.

Kakek menebas ke depan lalu sebuah gelombang mana berelemen api terhembus ke dengan cepat.

aku mencoba melakukan nya namun gagal

1 tahun kemudian ku bisa menhempaskan gelombang itu dengan mudah.

"Baiklah, ini ilmu terakhir yang bisa ku ajarkan"

"Apa itu kakek?"

"Umur mu sudah 10 tahun kurasa di saat yang tepat, mukai sekarang ku akan mengajari mu gaya bertarung pedang sihir Dremia"

"Ba-baik!"

Aku belajar sangat banyak teknik, teknik pedang dremia yang ku pelajari hampir ada 40 macam, semua nya berguna di tiap kondisi.

"Ayo Riala, tingkatkan terus konsentrasi mu"

"Uuh.."

Aku disuruh olahraga otak.

Tangan kanan ku kotak tangan kanan ku lingkaran.

Sudah seminggu ku melakukan ini, dan masih belum lancar, kakek melakukan nya dengan mudah, bahkan dia bisa melakukan itu sambil merapalkan sihir dan menggambar lingkaran sihir dengan kaki.

Ntah berapa minggu akhirnya ku bisa melakukan nya dengan mudah.

"Ok mari kita mulai latihan tingkat tinggi nya"

Sebelum nya ku di ajar cara membuat clone, sekarang ku belajar cara mengendalikan beberapa clone sekaligus

2 tahun kemudian akhirnya ku menguasai semua teknik pedang dremia.

"Baiklah sekarang kamu sudah menguasai segala yang ku ajarkan, tidak ada lagi yang bisa ku ajarkan"

"ada kakek"

Aku memeluk kakek dengan tubuh loli ku.

"Kakek setiap hari mengajariku makna sebuah kehidupan"

"Hahaha riala, kakek tidak melakukan itu, kamu lah yang memikirkan nya"

"Tetap saja kakek yang memberi inspirasi itu"

Kami menjalani kehidupan kami dengan damai

2 tahun kemudian

"Kakek makanan nya sudah siap"

"Ohh, kakek segera datang"

Aku memasakan Asuka steak sapi.

Kakek duduk di kursi tiba tiba dia batuk darah.

"Kakek!!"

Asuka langsung melompat ke kakek dan mencoba menyembuhkan nya, ku juga melakukan hal yang sama.

"Kalian berdua hentikan"

"Tapi kakek!"

"Sudah lah, rawat kakek dengan obat obatan saja"

Aku menggotong kakek ke kamar nya, ku menyuruh Asuka memasak bubur, lalu dia pergi ke dapur.

"Kakek kenapa?"

"Kakek hanya ingin seperti ini"

"Tapi kenapa?"

"Ntahlah"

Aku hanya terdiam.

"Kamu ini memang seorang dewi tapi tidak segala nya yang kalian anggap benar itu, benar menurut manusia"

"Kakek..."

"Kamu harus bisa mengatur emosi mu, jangan mudah marah, jangan mudah iba, pikirkan dulu semua kemungkinan yang akan terjadi"

"Kakek.."

"Dan juga jangan sembarangan menunjukkan kekuatan mu itu, gunakan kekuataan mu saat di perlukan"

"Kakek.."

"Inilah pelajaran terakhir untuk mu"

Aku langsung menangis.

Aku merawat kakek selama setahun, lalu ku tahu sekarang saat nya.

"Riala.."

"Iya kakek"

"Kurasa kamu sudah tahu kan?"

"Iya"

"Ku punya permohonan pada mu"

"Apa itu? Akan ku kabulkan"

"Aku ingin.... aku ingin di reinkarnasikan didunia yang kau tinggali sebelum nya"

"Kakek..."

"Aku ingin hidup di dunia tanpa monster, ku ingin menjadi seorang rakyat biasa, ku ingin hidup di dunia dimana ku tidak dipaksa untuk melakukan hal jahat"

"Kakek.."

"Riala, ku ingin ingatan soal dunia ini di hapus"

"...."

"Riala, teruslah berjuang"

Aku terdiam agak lama.

"Baiklah kakek, ku akan mereinkarnasikan dirimu di bumi, kamu akan menjalani masa anak anak yang bahagia, di sebuah keluarga berkecukupan, kamu memiliki prestasi yang biasa saja, memiliki pasangan yang setia, serta kehidupan yang bahagia"

"Trima kasih Riala"

Aku menarik nafas dalam dalam.

"Secinda lifera cimae endin tor thiasi olide minea le priestrea diriome triterain resmiurte"

Badan kakek kemudian bercahaya.

"Ku senang memiliki cucu seperti mu Riala"

Kakek kemudian menghilang.

Kaki ku langsung lemas ku terduduk di depan tempat tidur kakek, aku kemudian menangis.

"Kakek... mengapa kamu tidak mau ku sembuhkan, kenapa? kenapa?, kakek....."

Asuka kemudian menjadi wujud manusia dan memelukku.

Hampir 2 jam ku menangis akhirnya ku tenang juga, ku mengeluarkan 1 buku catatan lalu ku menuliskan semua hal yang telah ku lakukan dengan kakek.l

Setelah selesai ku memasukan buku itu ke storage.

"Asuka apa yang harus aku lakukan sekarang"

"Saya sarankan sebaiknya anda menenangkan emosi dan jiwa anda"

"Trima kasih asuka"

6 hari kemudian ku sudah bisa merelakan kakek.

Aku ke gudang dan mengambil kedua pedang kakek.

Aku ke dekat danau.

Hewan ciptaan ku menyambut ku dan berusaha menghibur ku

"Ku punya tugas baru buat kalian, ku akan memberikan kekuatan untuk menyerang, cakar kalian akan ku buat setajam besi dan kulit kalian akan sekeras baja, tapi ingat, jangan menyerang monster lain, tetaplah di danau ini"

Hewan hewan itu mengangguk.

Aku terbang ke tengah danau dan menjatuhkan kedua pedang kakek.

"Kalian jaga pedang ini, jika ada manusia mendekat ke danau biarkan saja, jika mereka memancing atau menyelam biarkan saja, jika mereka latihan sihir maka biarkan saja, namun jika menyentuh pedang ini dengan cara apapun dan di sengaja bunuh!"

Setelah itu ku mengubah mereka.

Aku kemudian masuk ke kamar ku, ku mengambil baju baju yang masih pas, serta uang peninggalan kakek.

"Asuka"

"Baik, umur anda sekarang 13 tahun saya sarankan anda untuk bersekolah di sekolah brintiant"

"Sekolah macam apa itu?"

"Sekolah yang melatih murid nya soal sihir dan dan teknik bersenjata, serta cara melawan monster"

"Baiklah ku akan mengikuti saran mu"

"Iya dewi"

Aku memakai kaos putih, celana pendek merah dan jubah merah.

Aku menyuruh Asuka berubah menjadi kucing dan dia loncat ke bahu ku.

Aku keluar dari rumah dan membuat perlindungan mutlak ke rumah kakek.

"Asuka ke kota mana kita akan pergi?"

"kita akan ke kota yang ada di utara disana ada sekolah brintiant"

"Ok"

Aku berjalan ke utara.

Selamat tinggal kakek.

Aku mengusap air mataku lalu berangkat ke kota yang ada di utara.

Sekitar 2 hari ku berjalan, ku akhirnya melihat gerbang putih.

"Kita sampai dewi"

"Iya.."

-----------------

avataravatar
Next chapter