webnovel

Chapter 01: Kemudian, Kita Mengambil Kembali Semua yang Telah Hilang

Di dunia ini manusia selalu dibagi menjadi dua: mereka yang meninggalkan orang lain dan mereka yang selalu ditinggalkan oleh orang lain—Pernyataan seperti itulah yang selama ini kupikirkan.

Sepuluh tahun yang lalu, pada musim semi di bulan Mei di saat usiaku baru menginjak delapan tahun, kakek mendirikan sebuah dojo. Meskipun aku bilang 'sebuah', gedung sederhana yang baru dibangun itu dibagi menjadi dua bagian.[Dojo memanah]tempat teman masa kecilku, Hakuharu Hajime melatih kemampuan memanahnya-—Dan[Dojo pedang]dimana aku mengikuti ajakan kakekku untuk melatih kemampuan berpedangku.

Namun, pada awalnya tidak banyak orang yang tertarik dengan sebuah tempat yang baru dibuka itu. Dojo memanah, tempat berkapasitas 10-15 orang hanya ditempati dengan satu nama: "Hakuharu Hajime", kamu dapat menemukannya pada daftar anggota di sebelah utara dinding, yang seringkali ditemani oleh Kyoka atau kakekku pada jam-jam latihan kami.

Namun ada dua anggota untuk dojo pedang. Selain diriku sendiri, seorang gadis pony tail berkulit putih sekitaran umur 18 tahun bersamaku, rambut kecoklatannya menyiratkan sesuatu yang memberikan kesan seperti tekad dan keberanian.

Gadis itu, Aneko Yuuki bertemu dengan kakekku pada musim gugur, bulan November lima setengah tahun yang lalu. Permainan pedangnya yang anggun telah menyihir banyak orang meskipun usianya masih sangat muda.[Bakat]adalah kata yang seringkali Yuuki dengar pada dua belas tahun kehidupan masa kecilnya. Dan sudah tak terhitung berapa banyak master pedang yang ia kalahkan di waktu itu.

Pada usianya yang menginjak ketiga belas, kakekku melawan Aneko Yuuki dalam sebuah pertandingan pedang satu lawan satu. Yuuki mengeluarkan segalanya. Segala bakat, teknik dan kerja keras dia tuangkan dalam pertandingan yang panjang.

Pada serangan terakhirnya, Yuuki menggunakan sebuah teknik yang sangat dia banggakan, yang telah menumbangkan lawan dalam pertandingan-pertandingan sebelumnya, Yuuki keluarkan dengan bangga. Pertandingan yang panas itupun berakhir.

Berakhir, dengan kekalahan Aneko Yuuki. Teknik yang sebelumnya belum pernah dipatahkan itu kakek lewati dengan teknik lain yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Mereka menjadi rival setelah itu, dalam lima tahun yang terlewati, Yuuki mencatatkan dirinya sebagai "rival" dari seorang master pedang yang mengalahkannya.

Yuuki adalah gadis yang tekun dan disiplin. Seringkali aku menemukannya sedang berlatih mengayunkan pedang di tengah malam atau di pagi hari ketika tidak ada seorangpun di dojo pedang. Tidak jarang dia melewatkan makan siang yang malah membuatnya kelaparan dan pingsan pada malam hari. Semua orang memberinya nasehat dan bantuan tapi tidak ada yang benar-benar menghentikannya.

Pukul 12.00 hingga 13.00 adalah waktu istirahat yang diberikan kepada kami, tentu saja kamu tidak harus mentaati peraturan itu dengan ketat. Kebanyakan orang mengambil waktu istirahat yang lebih banyak pada sebuah kelonggaran yang diberikan, tapi bagi Aneko Yuuki hal itu adalah kata lain untuk "mari mencoba lebih disiplin lagi!"; Yuuki akan mengambil kotak makan siangnya dan menghabiskan semua makanan dan minuman dalam waktu singkat, sebelum melanjutkan kembali pelatihan berpedangnya.

Pada waktu istirahat yang diberikan, Kyoka seringkali membawa bekal makanan untuk kami makan— yah, lebih tepatnya ia 'hampir selalu' membawa bekal besar dengan banyak porsi yang dibuat bersama dengan ibunya di rumahnya, yang kemudian membagikannya dengan kami.

Dengan begitu, sesi istirahat yang panjang akan membuatmu merasakan sensasi sebuah piknik. Kami berlima akan tertawa dan berbagi cerita bersama, apakah itu aku, kakek, Yuuki, Hajime dan juga Kyoka sangat menikmati waktu sederhana ini dengan kesenangan, kegembiraan dan semua unsur-unsur manis di dalamnya. Bagiku, mereka adalah sesuatu yang nyata, sebuah bintang yang memberiku semua perasaan yang tak tertahankan ini.

Seiring waktu anggota dojo kami bertambah, dan seiring waktu itu juga kami bertambah kuat. Suatu 'bakat' yang dimiliki Hajime telah membuatnya berkembang pesat hingga pada titik dimana kamu akan menyebut kemampuannya sebagai 'kecurangan'.

Aku tidak tahu ada dimana batas kemampuan Hajime, tapi orang yang disebutkan itu pernah menembak target latihan sejauh 70m dengan mata tertutup, dan masih tidak terlihat kesusahan sama sekali. Hajime sangat dihargai dan dihormati oleh anggota yang lain dalam dojo memanahnya.

Di sisi lain, aku menjadi seseorang yang 'dapat' mengikuti perkembangan lelaki itu, pada tingkatan kemampuan yang sama dengan kemampuan berpedangku. Aku berkembang dengan suatu 'bakat' yang jauh melampaui Yuuki.

Pada tahun pertamaku berlatih pedang, aku mulai mengumpulkan medali-medali dalam kejuaraan-kejuaraan yang kuikuti. Dan pada tahun keempatku, di kala umurku yang kedua belas, aku melawannya.

Itu adalah pertandingan yang panjang dan pada titik yang juga sangat melelahkan. Pertandingan pedang itu bagiku terasa sangat menyenangkan. Tapi di sisi lain, apa yang lawanku, Aneko Yuuki rasakan bukan seperti itu.

'Harga diri' sebagai seorang berkemampuan, 'harga diri' sebagai seorang yang telah lama bekerja keras, 'harga diri' sebagai seorang yang berbakat, dan 'harga diri'-nya sebagai seorang pendekar pedang-—Yang dalam satu pertandingan itu, aku mengalahkannnya. Itu adalah waktu setelah aku mempelajari teknik yang kakek gunakan tujuh tahun yang lalu, pada pertandingan melawan Yuuki waktu itu.

Dan dengan teknik yang sama, aku mengalahkannya. Seluruh 'harga diri' yang Yuuki bangun dalam 22 tahun kehidupannya hancur. Apa yang Yuuki inginkan pada saat itu, apa yang Yuuki rasakan pada saat itu, aku tidak mengetahui semuanya. Seperti apa keinginan Yuuki untuk memenangi duel melawanku, bagaimana perasaannya saat aku mengalahkannya, aku juga tidak mengetahuinya.

Seandainya saja kautidak ada....

Dengan hanya satu kalimat, hatiku dipenuhi dengan keretakan dan hancur berkeping-keping. Dadaku terasa sakit. Kepala, tangan dan seluruh anggota badanku yang lainnya membeku. Otakku berhenti bekerja. Aku tidak sanggup memproses sebuah arti dari perkataan Yuuki yang hampir diiringi dengan isak tangisan.

Aku menyesal melakukannya. Aku menyesal telah mempelajari teknik kakekku. Aku menyesal telah melawan orang yang selalu menemani latihanku, dan aku meyesal telah mengalahkannnya.

Pada waktu itu, di usiaku yang kedua belas, aku keluar. Aku memutuskan untuk keluar dari dojo, keluar sebagai partner berlatih gadis itu, Aneko Yuuki. Keluar sebagai murid kakekku, keluar sebagai seseorang yang memiliki bakat, dan keluar dari jalan seorang pendekar pedang.

Kakekku memarahiku habis-habisan karena keputusanku yang seenaknya sendiri ini. Melihat raut wajahnya yang diwarnai dengan kekecewaan, aku selalu menundukkan kepalaku saat melihatnya.

Tapi di sisi lain, Hakuharu Hajime dan Hakuharu Kyoka, hanya kedua orang inilah yang masih tetap tersenyum ketika melihatku. Mereka adalah satu-satunya yang tetap menerimaku setelah keputusan yang juga sangat menyakitiku. Aneko Yuuki, aku bahkan tidak pernah bertatap muka dengannya lagi sejak saat itu.

Begitulah bagaimana aku kehilangan dua orang yang berharga bagiku, sesuatu hal yang nyata yang telah menemaniku dalam dua belas tahun kehidupanku. Sebuah bintang yang telah kehilangannya cahayanya. Dan mereka, atau memang dirikulah yang meninggalkan sesuatu itu.

~**~

Gelap. Ya, kegelapan-—Hanya satu kata itulah yang dapat mewujudkan perasaanku ke dalam sebuah kata. Aku tahu apa yang akan kalian pikirkan—'aku sudah mati' iya kan?. Kukira juga begitu. Tapi semakin banyak dan dalam aku memikirkannya, hanya suatu kegelapan itulah yang akhirnya kudapatkan. Atau mungkin yang kulihat sebenarnya hanya kelopak mataku— aku tidak tahu

Hajime... Kyoka... dua nama itu untuk seketika terlahir dalam alam bawah sadarku. Dua orang yang sangat kusayangi, mereka adalah teman masa kecil yang kuanggap sebagai suatu hal yang sangat berharga, suatu hal yang nyata, dua di antara keempat bintang yang telah memberiku cahaya dalam beberapa tahun ini. Dua di antara Alice dan Hugo, dan pada sepuluh tahun yang lalu, dua di antara kakek dan Yuuki. Mereka adalah dua orang yang tidak sempat kulindungi ketika kecelakaan lalu lintas beberapa saat yang lalu.

Aku ingin melihatnya, tapi aku tidak merasakan sensasi sebuah kelopak mata yang dapat kubuka. Jika aku mengangkat tanganku, mungkin aku akan dapat menyentuh mereka sekali lagi—Tapi aku tidak merasakan sensasi sebuah tangan yang dapat kuangkat. Jika aku membuka mulutku, mungkin aku bisa membuat percakapan kecil yang biasanya dengan mereka—Tapi aku tidak merasakan sensasi sebuah mulut untuk mengucapkan kata-kata.

Menjengkelkan, yah? Bagiku yang tidak mampu melindungi dua orang sahabatku... orang macam apa aku ini?

Cahaya--—Sedikit cahaya yang redup itu membasahi pandanganku. Sebuah 'bintang'... kenapa aku memikirkan kata itu? Cahaya yang bersinar redup itu mengingatkanku pada sesuatu yang disebut sebagai bintang. Aku ingin menyentuhnya, aku ingin memegangnya, aku ingin meletakkan tanganku padanya, aku sangat ingin menggapai bintang itu. Cahaya itu bersinar lebih terang, semakin terang mencapai titik yang dapat membutakanku.

"Bukankah ini saatnya kalian bangun?"

Perlahan, kubuka kelopak mataku. Rasa panas dari luka pada waktu itu telah sepenuhnya menghilang. Perlahan. Perlahan. Sesuatu memasuki pandanganku yang agak buram.

Rambut merah tua yang begitu indah-—Yang disebut juga cardinal. Punggung, pinggang, paha dan kaki yang ramping. Juga postur yang tidak begitu tinggi dan tidak terlalu rendah-—Memasuki penglihatanku.

Gadis berambut cardinal itu memberi kesan seperti keberadaan yang disebut sebagai seorang gadis yang sangat cantik. Anehnya lagi gadis yang sangat cantik itu membawa kayu yang tidak biasa, dimana ujung tongkat itu melengkung melingkari bola kaca yang bersinar dengan cahaya crimson. Ditambah lagi, sepotong jubah yang dipakainya adalah sesuatu yang jarang kamu temui pada zaman yang sudah modern ini-—Yang mengingatkanmu pada keberadaan seperti 'penyihir' era pertengahan. Dia berbalik, merentangkan kedua tangannya dan membuka mulutnya lebar-lebar.

"Selamat datang di[Aula Langit], tempat creator tinggal dan mengawasi. Berdirilah, kalian bertiga."

Melalui bola kaca crimson, 20 cahaya kuning transparan terlahir, menyentuh dan membangunkanku perlahan.

kesadaranku kembali. Pikiran-pikiran yang tidak dapat dimengerti berkumpul di dalam otakku, membentuk lusinan pertanyaan di dalamnya.

Gadis cantik? Aula langit? Tapi yang paling membingungkan adalah-—'kalian', Pada sesuatu seperti apa kata 'kalian' itu merujuk? Aku berpikir untuk mengecek ke kanan kiri, tetapi sebelum hal itu sempat terealisasikan—'brukk' sesuatu memelukku dari samping.

"Aria! Aria!~ aku senang sekali.... aku senang sekali bertemu denganmu, Aria~"

Sesuatu, atau lebih tepat disebut 'Kyoka' memperlihatkan wajah khawatirnya.

"Hahaha~ aku heran bagaimana kamu bisa bereaksi secepat itu, Kyoka."

Sekali lagi suara penuh rasa nostalgia mengejutkanku. Mengalihkan pandanganku 90 derajat ke arah kiri, seorang berambut goldenrog terlihat; Hajime menampilkan sebuah tawa yang terkesan mengejek. Menanggapi Hajime, Kyoka bergerak secepat yang dia bisa untuk melepaskanku dari pelukannya.

"Tunggu, ini... bagaimana kalian bisa ada disini—"

Aku melanjutkan, "Tidak, bukan itu, lebih tepatnya yang ingin kutanyakan adalah..."

Aku mengalihkan pandanganku pada seseorang yang tersenyum di belakang meja.. Rambut cardinalnya sesaat mengembang bersama bola-bola cahaya yang menghilang.

"Bisa kamu jelaskan semuanya...? Apa yang terjadi, dan tempat apa ini?"

Tapi gadis cantik itu hanya memberiku jawaban yang dipenuhi dengan ambigunitas.

"Hahaha, tadi aku sudah bilang, kan? Yah, biar kuulangi sekali lagi; selamat datang di[Aula Langit], tempat creator tinggal dan mengawasi."

Tidak, bukan itu, kaupaham apa maksudku, kan?

Kukepalkan tanganku.

"Jangan bercanda...! Penjelasanmu itu tidak—"

Tapi sebelum aku sempat menyelesaikan semua kalimat yang ingin kukatakan, uluran tangan terbentuk di depanku.

Setelah berusaha menghentikanku, Hajime melangkah ke depan satu, dua kali, mengatakan dengan nada yang tenang:

"Yah~yahh~ harusnya kaumenjelaskan apa itu creator atau[Aula]apalah itu sebelum membuat temanku yang satu ini tenggelam dalam emosinya, atau kaumemang sengaja melakukannya?"

Hajime tersenyum, senyumannya berada pada titik yang jauh dari kata 'ramah'.

Dia melanjutkan:

"Ya kan, creator?"

Gadis cantik berambut cardinal itu tersentak, menahan tawannya untuk dua detik.

"Aha~ahahahhahaha~ menarik, hey, kamu menarik, Hakuharu Hajime, kamu menarik. Hahaha~"

Aku tidak tahu kapan atau dimana gadis ini mengenal Hajime atau apakah dia juga mengenal Kyoka atau tidak, dan aku sendiri tidak sedang dalam mood untuk menanyakan tentang hal itu pada gadis ini juga.

"Jadi apa tadi? Kamu bertanya apa itu[Creator]dan[Aula Langit]...?"

Yang ingin kutanyakan adalah semuanya, benar-benar semuanya. Tapi tidak masalah dengan memulainya dari sini.

"Yah, itu,[Creator]-—Bisa kalian sebut juga dengan[Dewa],[Penguasa Tertinggi]atau[Sang Pengatur]. Mereka adalah bentuk kehidupan yang memiliki 'hak tertinggi' di antara makhluk hidup lain; ada lebih dari satu creator di dunia, dimana para creator tersebut dibagi menjadi tiga:[Sea Creator]yang mengatur lautan,[Earth Creator]yang mengatur tanah/daratan, dan[Sky Creator]yang mengatur langit. Tempat ini, yang tadi kusebut dengan[Aula Langit]adalah tempatku untuk mengamati kehidupan makhluk hidup yang lain, bisa kalian sebut juga dengan kantorku; dan soal pernyataanmu tentang aku seorang creator, itu tidak sepenuhnya salah."

"Apa maksudmu?"

Spontan aku menanyakan hal itu. Raut wajahnya yang selalu senang seketika berganti dengan sesuatu yang lebih serius.

"Baiklah, kalian bertiga tolong dengarkan aku...."

'Dengarkan aku'—Menanggapi kata-katanya, aku merasakan atmosfer berat di udara. Tanpa kusadari kami telah menajamkan mata dan telinga kami.

"2.000 tahun yang lalu, di dunia yang kuawasi ini terdapat 'seorang dewa' yang berusaha menghentikan siklus kehidupan para makhluk di dalamnya. Ia mengarahkan semua monster di bawah perintahnya untuk membunuh dan menguasai. Ia menggerakkan ribuan bahkan jutaan monster untuk membantai mereka yang masih anak-anak dan tidak bersalah. Ia adalah keberadaan yang orang-orang sebut sebagai 'dewa penghianat', sang 'diktaktor kehidupan'-—Dan masih banyak lagi sebutan untuknya.

Untuk melawan kekejaman sang 'dewa' orang-orang kuat berdiri dan melawan. Mereka membentuk kelompok dengan 51 orang sebagai anggota, dimana aku adalah salah satu anggota dari kelompok itu. Mereka disebut dengan[Argonaut].

Perjalanan yang kami lakukan sangat panjang dan sulit, tragedi buruk terjadi satu demi satu, dan jumlah kami berkurang sedikit demi sedikit. Pada akhirnya dari 51 hanya 35-lah yang tetap hidup.... kali itu adalah pertarungan terakhir kami. 'Dalam bertahun-tahun perjalanan itu, segala kerja keras dan perjuangan kami akan ditentukan pada satu pertarungan ini' begitulah yang kupikirkan. Tapi korban lagi-lagi berjatuhan. Dari ke-35 yang tersisa, 20 di antaranya mati untuk melawan dan melindungi yang lain.

Meski begitu pertarungan yang panjang masih belum berakhir. Untuk menyegel sang diktaktor kehidupan, 12 Argonaut tidak ada pilihan lain kecuali mengorbankan nyawa mereka dan menyisakan tiga anggota dari semuanya. Untuk menjaga segel sang diktaktor ketiga Argonaut itu menempati tempat sang dewa dan mengambil posisi sebagai seorang creator.

Namun, pada satu tahun yang lalu, segel itu melemah. Gelombang serbuan monster yang disebut[Ragnarok]terjadi. Kami para creator berusaha sebaik mungkin untuk memperbaiki situasi ini, sebisa mungkin, kami mencegah terjadinya korban untuk kedua kalinya. Tapi apa yang bisa kami lakukan benar-benar sangat terbatas; kami tidak bisa begitu saja pergi dan menyelamatkan orang lain, untuk sekedar berbagi informasi saja kami tidak bisa... jika kami lakukan itu, segel yang telah memenjarakan sang dewa selama 2000 tahun akan hancur dan dunia akan sekali lagi diselimuti dengan kegelapan.

Oleh karna itu... kami butuh bantuan dari orang lain. Karna itu kami tidak punya pilihan selain memanggil orang-orang dari dunia lain."

Hajime menyela.

"Begitulah yang kaukatakan. Dan orang-orang dari dunia lain yang kaumaksud itu adalah kami?"

"Benar, kalian adalah orang-orang yang kupanggil.... Aku mengambil jiwa dan ingatan kalian tepat sebelum kalian mati dan merealisasikan bentuk tubuh yang ideal bagi kalian berdasarkan satu ingatan itu.. ... karena itu... karena itulah, aku...."

Gadis berambut cardinal meletakkan tongkatnya pada lantai dan menundukkan kepalanya sedalam-dalamnya. Kemudian, memohon kepada kami,

"... Tolong selamatkanlah dunia ini... kumohon selamatkan nyawa mereka yang tidak bersalah!"

Hajime, Kyoka dan aku melirik satu sama lain, tidak dapat mempercayai semua indera dan akal sehat yang menunjukkan suatu pemandangan dan penjelasan yang tidak masuk akal itu. Kyoka menggerakkan bibir tipisnya dan berkata:

"Sebenarnya aku masih tidak bisa mempercayai semua hal yang kamu katakan. Tetapi jika misal, misalkan saja apa yang baru saja kudengar adalah sebuah kenyataan, dan dunia dengan begitu banyak kehidupan itu sedang berada dalam bahaya besar, maka aku akan sedih. Aku ingin menolong mereka, aku ingin membantu mereka sebanyak yang kubisa, dan menyelamatkan mereka yang tidak bersalah. Tetapi aku tidak memiliki apa pun, aku tidak bisa melakukan apa pun dan menolong mereka meskipun aku mau.... jadi tolong beri tahu aku. Beri tahu aku apa yang harus kulakukan untuk menyelamatkan mereka!"

Sang creator menangakkan kepalanya. Namun setelah itu Hajime memberikan respon di pernyataan Kyoka yang terang-terangan.

"Apa kautidak dengar apa yang baru saja dia katakan? Ada kemungkinan kamu mati jika monster-monster itu menyerangmu. Aku sebagai kakak tidak akan membiarkan adiknya melakukan hal yang berbahaya seperti itu. Jika ada yang harus bertarung maka aku yang akan melakukannya. Dan jika ada seseorang yang harus berdiri dan melawan, maka aku juga yang akan melakukan itu."

Tiba-tiba aku menarik sebuah garis di bibirku, membuatnya terlihat sedikit angkuh dan melirik gadis yang sangat kucintai tanpa khawatir pada hal apa pun.

"Dan jika ada seseorang yang harus melindungimu, maka dengan senang hati akulah yang akan melakukan itu."

Kyoka menatapku, rambut dan pupil kecoklatannya terlihat di pandanganku.

"Aria..."

Aku menghadap gadis berambut cardinal dengan serius, dan berkata padanya:

"Aku paham kenapa kaubutuh bantuan untuk menyelamatkan dunia itu. Tapi kenapa dari semua orang yang ada kaumemanggil kami? Apa karena kebetulan kami yang mati?"

Creator itu menggelengkan kepalanya.

"Tidak, bukan itu. Alasan kenapa aku memilih kalian bertiga adalah karena Aria Horizon, Hakuharu Hajime dan Hakuharu Kyoka adalah orang-orang dengan bakat tempur yang jauh melebihi orang lain, seorang berbakat yang hanya lahir tiap seribu tahun sekali—yang dengan fakta ini aku memilih kalian.

Ah, benar juga, aku lupa bilang bahwa apa yang akan kalian terima dariku bukan hanya informasi ini saja. Karena itu aku, Emilia Evelyn sebagai sky creator memberkati kalian dengan sebuah kemampuan spesial, yang akan membantu kalian di dunia dengan pedang dan sihir, dan membantu dalam menghadapi pertempuran besar Ragnarok."

Kami mendengarkannya dengan serius. Memproses semua kalimat itu dan mengubahnya dalam bentuk data yang siap untuk kami gunakan Tapi dari semua kalimat yang penuh dengan hal yang tidak masuk akal itu, ada satu hal yang tidak dapat kupahami.

"Tapi..." Aku mencari kata-kata yang tepat untuk melanjutkannya, dan membuka mulutku sekali lagi.

"Kaubilang bakat yang hanya ada setiap seribu tahun sekali, iya kan? Aku tahu kautidak sebodoh itu sampai sengaja membuat pernyataan yang tidak benar, dan bukan kesalahan juga jika berpikir aku dan Hajime memiliki suatu bakat yang kausebutkan... tapi Kyoka berbeda. Kyoka tidak pandai dalam olahraga apa pun dan dia juga tidak memliki kemampuan fisik yang terbilang kuat, jadi tidak mungkin dia memiliki bakat yang barusan kaukatakan... .... kecuali..."

Suara lain memasuki telingaku. Ada empat orang disini, tapi seseorang yang kupikir menjadi pemlik suara itu hanya ada satu.

"Kecuali sihir, benar kan?"

Hajime mengatakkan kalimat yang belum sempat kuucapkan menjadi sebuah perkataan. "Fufufu~" gadis itu yang menyebut dirinya Emilia Evelyn tertawa kecil. "Panggil saja aku Emilia. Seperti kata kalian, bakat milik Hakuharu Kyoka adalah sihir."

"Sihir...?" Kyoka kebingungan mendengar fakta yang tidak terduga ini, ia membuka mulutnya untuk mengajukan teori baru yang lebih masuk akal.

"Tapi di dunia kami tidak ada yang namanya sihir; jadi kenapa aku menjadi pemilik bakat sihir yang tidak ada itu? Apalagi, seribu tahun sekali, benar? Aku tidak paham"

Emilia tersenyum.

"Tidak ada, huh.... lalu bagaimana bisa kamu tahu kata itu?"

Kyoka membuat reaksi, seolah dia tersentak dan menyadari sesuatu. Emilia Evelyn melanjutkan penjelasannya.

"Sihir—bukannya tidak ada, kalimat yang lebih tepat untuk itu adalah 'pernah ada'. Pernah ada seseorang yang membawa pengetahuan tentang sihir di dunia kalian. Dan pada zaman dimana kalian hidup, untuk sebab yang tidak diketahui pemakai sihir telah menghilang dari dunia... bukankah fakta ini bisa lebih masuk akal?"

Pendapat-pendapat ini memiliki faktor pendukungnya masing-masing. Tapi pendapat Emilia adalah teori dengan kemungkinan tertinggi di antara keduanya. Bagaimanapun juga itu diikuti dengan fakta bahwa dia adalah seseorang yang lebih memahami situasinya saat ini, tidak ada satupun dari kami yang menyangkal fakta itu.

Bahkan aku, yang selalu mencari pemikiran-pemikiran logis mengenai berbagai hal. Bahkan Hajime, yang selalu menggunakan perhitungan-perhitungan yang rumit untuk memecahkan banyak hal. Dan bahkan Kyoka, sebagai pihak terkait yang disebutkan memiliki bakat sihir yang luar biasa. Kami menyetujuinya dalam pikiran kami masing-masing.

"Jadi begitu... aku bisa menggunakan sihir, begitu ya?"

Kyoka tersenyum.

"Tentu saja bisa, aku akan memberimu sedikit pelajaran sihir setelah ini. Dan untuk bakat kalian berdua, Hajime adalah memanah dan berpedang untuk Aria-—Apa ada yang ditanyakan?"

Tidak ada pertanyaan, tapi, seperti yang diduga... meskipun sudah empat tahun sejak aku tidak menggunakan pedang lagi. Meskipun pada hari itu aku sudah membuang semuanya: semua bakat dan kemampuan berpedangku, dan jalan hidupku sebagai seorang pendekar pedang. Aku tidak menyangka harus menggunakannya pada situasi seperti ini.

Setelah menghancurkan seluruh harga diri Yuuki dalam pertandingan pedang waktu itu, setelah menghianati harapan kakek dengan keputusan di hari itu, dan setelah semua hal yang terjadi, kenapa aku masih mau menggunakannya? Untuk melawan? Untuk melindungi? Untuk alasan apa aku mengangkat pedangku kali ini?— meskipun aku sudah mengatakannya sejak saat itu.

—Aku tidak boleh serius.

Pada hari setelah pertandingan melawanku Yuuki, kukatakan satu kalimat itu pada diriku sendiri. Setiap hari, kukatakan sebelum tidur dan setiap bangun tidur keesokan harinya.

Dan setelah semua hal yang kubuang seenaknya sendiri ini, akan kuambil kembali semuanya; bakat, kemampuan, dan jalan hidupku sebagai seorang pendekar pedang?

—Lucu sekali ya, diriku yang dimasa lalu?

"Aku masih punya satu hal lagi untuk kalian. Pertama untuk Aria, majulah."

Aku melangkah satu kali sesuai instruksinya. Emilia memejamkan mata, cahaya kemerahan terpancar dari bola sihirnya, setelah satu, dua detik, sesuatu terbentuk di depanku.

"Sebuah pedang?"

Pedang bermata dua itu bersinarkan dalam cahaya berwarna giok; sangat membingungkan berpikir logam jenis apa yang mungkin menciptakan warna tersebut. Panjang bilahnya hanya sekitar 60cm, yang membuatnya disebut dengan 'pedang pendek'. Bagian rain guard dan cross guardnya membentuk pola yang sangat rumit; saling menyilangkan seperti akar rambat kecoklatan. Dan seperti dua bagian tersebut, gagang pedangnya terselimuti dengan tekstur sebuah akar, meski begitu aku yakin teksturnya tidak sekasar itu sampai kamu akan terganggu ketika memegangnya. Pangkalnya memiliki tampilan permukaan yang sama dan bentuk lambang api yang membeku.

"Namanya[Lambent Gladius]. Argonaut yang gugur sebelumnya menitipkan pedang ini padaku, yang sekarang kuserahkan padamu... Aria, coba bayangkan panjang pedangnya berubah."

Aku mengambilnya, memegangnya dengan kedua tangan, dan membayangkan pedang yang lebih panjang. Cahaya giok pada bilahnya bersinar lebih terang dari sebelumnya... satu, dua detik, sesuatu berubah. Panjang dan beratnya berganti.

"—Pedangnya berubah?"

"[Lambent Gladius] terbuat dari campuran material langka; ditempa oleh seorang Dwarf dan dibumbuhi sihir seorang Elf. Sekarang coba bayangkan sarung pedangnya."

Aku mengikuti arahannya. Pola akar dari rain guard pedang itu memanjang mengikuti bentuk bilah pedang bermata dua, menyelimuti Lambent Gladius dengan sempurna.

"Hebat kan? Lambent Gladius dapat merubah panjangnya menjadi 60cm-150cm. Sarungnya akan otomatis terbentuk jika kamu membayangkannya. Kualitasnya juga sudah terjamin karena bahan dan prosesnya sangat sulit didapatkan.

Sayangnya, masa hidup dari pedang ini hanya tersisa sedikit, begitulah yang kudengar darinya, dan akan semakin berkurang seiring dengan pertarungan yang dilaluinya, mungkin ia akan hancur setelah beberapa minggu ke depan. Maaf tapi aku tidak punya pedang yang lain, kuharap kamu bisa menemukan pedang baru sebelum itu terjadi."

Aku tidak bisa mengangguk, meskipun aku sudah paham inti dan garis besarnya. Tapi apa itu, masa hidup pedang? Apa itu sesuatu seperti sisa usia item, hitung mundur waktu pemakaian item, atau sesuatu semacamnya?

Aku menanyakan itu dan Emilia menjelaskan.

"[Ether]—Dari zat itulah kemampuan pedang ini berasal. Bukan hanya pedang, semua item kualitas tinggi pastinya mengandung ether, seperti tongkat sihirku contohnya. Ether juga dikenal sebagai zat yang membentuk sihir di dunia ini."

Sistem-sistem dan pengetahuan baru memasuki pikiranku terus-menerus. Aku heran apakah dua orang ini bisa mencerna itu sepenuhnya atau tidak. Tapi seharusnya tidak apa-apa, Hajime itu cerdas. Hajime....

"Dan pedang itu, Lambent Gladius adalah item legendaris yang hanya ada di dalam legenda, tidak mungkin itu tidak mengandung ether. Zat itulah yang memberi kemampuan misterius pada suatu item. Namun lama-kelamaan, ether itu jugalah yang akan menghancurkannya. 'Lambent gladius sudah hampir mencapai batasnya.' Begitulah yang orang itu katakan padaku 'biarkan dia mati dalam pertarungan melawan'nya'. Berikan Lambent Gladius pada seseorang yang mampu melakukannya'.... itu adalah kata-kata terakhirnya. Aria, kumohon padamu... kabulkanlah keinginan orang itu."

Aku merasakan apa yang Emilia maksud dengan 'orang itu' bukanlah seseorang yang tidak dianggapnya 'sangat berharga' atau sesuatu semacam itu.

Dengan beban baru dari pemilik Lambent Gladius yang sebelumnya, aku mengangkat Lambent Gladius di depanku, memegangnya 270o secara horizontal. Sambil tersenyum dengan angkuh aku berkata:

"Katakan pada orang itu 'akan kubunuh dia(pedangnya) di tempat yang seharusnya.' "

Emilia tertawa kecil.

"Akan kusampaikan."

Aku mengambil satu langkah ke belakang. Menggenggam Lambent Gladius di tangan kananku. Gadis berambut cardinal itu melanjutkan,

"Selanjutnya, Hakuharu Hajime, maju ke depan."

Hajime mengambil satu langkah ke depan. Mengulangi proses yang sama, sebuah busur terbentuk di depan Hajime.

"Namaya [D-Intidial]. Anak panah cahaya akan keluar jika kamu membayangkan sebuah anak panah cahaya di saat menariknya. Meskipun kualitas anak panahnya tidak terlalu tinggi tapi itu memiliki jumlah yang tidak terbatas dan cocok untuk penggunaaan busur yang dikatakan boros. Jadi itu sangat cocok untuk bertahan hidup, dan tentu saja, kamu bisa menggunakan anak panah biasa jika kamu mau."

Hajime membuat ekspresi 'tidak bagus, itu curang, kalian tahu.' Sambil membuka mulutnya dan berkata:

"Apa-apaan fitur tidak masuk akal itu? Harusnya aku punya satu yang seperti ini dari dulu, huh."

"Kamu tidak puas?"

"Tidak, bukan itu, tentu saja aku puas. Terima kasih, akan kujaga baik-baik busur ini."

Hajime mundur ke belakang. Mengikuti giliran berikutnya, Emilia menyuarakan satu nama.

"Terakhir, Hakuharu Kyoka, majulah."

Mengikuti instruksi Emilia, Kyoka melangkah satu kali. Cahaya kemerahan kembali tercipta dari bola kaca, membentuk sepotong kayu kecoklatan di hadapan Kyoka.

"Senjata milik penyihir tidak seperti pedang atau senjata lainnya yang bersentuhan langsung dengan tubuh musuh. Tongkat sihir dibuat untuk memperkuat sihir dan menghemat penggunaan ether; tentu saja kamu bisa menggunakan sihir tanpa tongkat, tapi efiensinya tidak akan sebagus saat menggunakan tongkat sihir, ingat itu baik-baik."

Kyoka mengannguk. Merespon itu, Emilia melanjutkan, "Ini tongkat sihir lamaku, kekuatannya setara dengan yang saat ini kugunakan. Hanya saja milikku didesain untuk penggunaan sihir skala besar dan milikmu untuk skala kecil, yang sangat cocok untuk dipakai pemula. Untuk pelajaran sihirnya tolong tempelkan tanganmu saat sudah sampai di dunia itu nanti.... Namanya adalah [Early Evelyn]. Ambilah, Kyoka, sekarang ini milikmu."

Kyoka memegangnya, bola kaca tanpa cahaya seketika memancarkan warna kekuningan.

Kyoka dengan lembut memeluknya, meniupkan perasaan iri di dalam otakku.

"Terima kasih, Emilia. Tongkat sihir ini akan jadi temanku untuk menghadapi monster, ya? Memikirkannya saja sudah membuatku berdebar-debar. Aku tidak sabar bertempur bersama mereka. Sekali lagi, terima kasih, Emilia, karenamulah kami bisa bertemu lagi. Karenamulah aku bisa melihat Hajime dan Aria sekali lagi. Terima kasih."

Kyoka menarik garis lengkung di antara pipinya, tersenyum yang lebar. Memikirkan itu aku juga tersenyum, begitu juga Hajime yang membuat sebuah senyuman dengan memerlihatkan giginya setelah mendengus dengan 'hnh'. Emilia menggeleng satu, dua kali dengan garis senyuman ringan, mengatakan:

"Tidak, seharusnya akulah yang berterimakasih. Terimakasih karena telah memenuhi permintaan egoisku. Dan terima kasih telah menemaniku setelah 2000 tahun ini. Ini adalah pertama kalinya aku berbicara dengan orang lain setelah pertempuran itu; terima kasih karena telah menjadi teman mengobrolku, meskipun hanya beberapa menit, yah? Tapi bagiku, ini terasa sangat menyenangkan. Terima kasih....."

Emilia mati-matian menahan perasaan ingin menangis tersedu-sedu. Meskipun dia sudah menelan suara dan kata-katanya, perasaan itu terus keluar dalam pecahan-pecahan kecil. Giginya menggertak dengan ribut dan kata-katanya dipaksa keluar dengan sendirinya.

"Sekarang pejamkan mata kalian. Ini adalah pemberian terakhirku. Ketika sudah sampai di dunia sana, kalian bisa melihatnya dengan kata: 'status'...."

Kami mendengarkannya dengan baik, kata-kata Emilia yang dibumbuhi dengan perasaan nyaman dan manis itu. "dengan begitu ini adalah pertemuan pertama dan terakhir kita di dunia ini. Sekarang pejamkan mata kalian. Bayangkan sesuatu yang paling kalian inginkan di saat-saat terakhir kehidupan kalian di dunia itu. Ingat, dan bayangkan baik-baik, sesuatu itu, yang belum sempat kalian dapatkan dan belum sempat kalian dapat lakukan dan perjuangkan. Tutup mata kalian.... selamat tinggal... Hajime... Kyoka... dan Aria.... selamat tinggal... jangan lupakan aku... ..."

—Yah... selamat tinggal, Emilia,

—Chapter 01: Kemudian, Kita Mengambil Kembali Semua yang Telah Hilang End -

Next chapter