1 Tujuh (7)-

Tujuh (7)... angka yang menurut kalian jumlah yang sedikit. Tapi bayangkan kalau kalian adalah tujuh bersaudara dan hanya kau satu-satunya anak perempuan. Dan terburuknya, kau tidak diperlakukan sebagai seorang putri.

Suasana pagi saat itu terlihat cerah dikediaman keluarga Soedarmo, setiap anggota keluarga sibuk mempersiapkan aktifitas rutin mereka.

Putri memperhatikan gerak gerik ibunya yang sedari tadi terus berjalan melewati Putri. Entah mengapa meskipun banyak asisten rumah tangga yang tinggal dan dapat membantu Mariana, tapi untuk sarapan pagi Mariana akan selalu disibukkan.

Rambut Mariana yang hanya sebahu, dengan warna rambutnya yang cokelat membuatnya tampak lebih muda. Putri ingat waktu itu dia sendiri yang memilih dan meyakinkan ibunya untuk memilih warna rambut tersebut. Mariana masih terlihat sangat cantik dan Putri sangat kagum dengan ibunya. Banyak yang tidak menyangka bahwa ibunya sudah memiliki tujuh anak yang sudah dewasa.

"Aaaarrggghhh..." suara geraman Putri begitu pelan tapi cukup terdengar oleh orang-orang disekitarnya.

"Mama sudah bilang, bukan! Biar mama saja yang potong rotinya." Senyum Mariana begitu manis sambil memegangi tangan Putri yang sedikit tersayat oleh pisau roti. "Tidak begitu parah kok. Sudah mama saja yang siapin, duduk saja dengan manis! Jam berapa Andi akan jemput kamu?" Tatap Mariana kepada Putri.

"Sebentar lagi Ma... Yahh... Kalau Andi telat, sepertinya Putri bisa bareng sama Kak Rian, iya kan Kak?" Putri menatap kakaknya Rian yang sedang sibuk dengan tumpukan kertas dan tangan lainnya sedang asik memegangi segelas susu, terlihat Rian langsung tersedak mendengar permintaan adiknya.

Seketika Rian mengangkat kedua alisnya. "No..no..no... Enggak bisa ya Put! Gue udah ada janji sama orang lain." Rian langsung menenggak habis susunya, seraya memasukkan beberapa tumpukan kertas ke dalam tas punggungnya. Terlihat terburu-buru dan Putri membalas dengan menatap sinis.

"Pasti mau jemput Linda kan??" Putri memperjelas, Bambang yang sedang asik membaca koran langsung menurunkan korannya dan menatap Rian dari balik kacamatanya yang tebal. "Siapa Linda?" Tanya Bambang dengan mimik wajah serius. Rian menyeringai cemas, dan wajahnya sedikit memerah.

"Linda, pap... Anak kelas sebelas.... Kayanya Ka Rian kepincut tuh.. aauuuuuww!!!" Jerit Putri seketika karena Rian langsung mencubit lengannya.

"Enggak kok Pah... Rian mau bareng sama Jeremy! Motor Jeremy rusak, barusan dia kirim pesan." Rian pun langsung meraih tangan Bambang, dan memberikan cium tangan seperti biasanya.

Bambang masih memperhatikan dengan kecurigaan, dan melihat Rian yang seperti sedang menutupi sesuatu.

"Rian berangkat dulu ya pah..." Ucap Rian sambil berlalu tanpa mendengarkan nasihat ayahnya, yang mungkin akan keluar dengan ceramah panjang.

"Jadi...? Papa mau tanya apa sama Putri? Satu pertanyaan ada biayanya ya." Senyum Putri menjadi semakin lebar.

Bambang mengerutkan keningnya, tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Putri. "Tanya? Engga, papa gak mau tanya apa-apa kok."

Putri pun tercengang dengan sikap ayahnya, yang menjadi lunak. "Loh? tumben biasanya papa langsung cari tahu, dan papa juga biasanya akan larang ini dan itu, Kok sekarang papa jadi tidak peduli?" Ucap Putri langsung bergeser ke arah belakang Papanya, tangannya sudah mengambil koran yang dipegangi Bambang.

Putri menatap ayahnya yang sudah rapi dengan kemeja putih dan jas hitamnya, terlihat wajah ayahnya yang tampan walaupun beberapa garis kerutan terdapat diwajahnya. Dan ini diwariskan kepada putra-putra keluarga Soedarmo, dan mungkin ini juga yang membuat ibunya jatuh cinta kepada ayahnya.

"Papa udah mulai lemah nihh.. hehehe." Putri pun merangkul papanya. "Aduh... aduh.." Putri tersontak kaget karena ada yg memukul pelan kearah kepalanya. Dilihat kakak laki-laki lainnya sedang menyeringai licik ke arahnya.

"Kak Rajaaa.. sakit tahu...!" Ucap Putri dengan sangat kesal, "Raja?? haduhh aku Rafa Putri, kamu masih saja salah!" Putri pun menatap dengan seksama. "Iya Ka Rafa, apaan sih! mukul kepala Putri?" Dan tidak lama Raja pun mucul dari balik pintu dapur sambil mengambil roti di atas meja.

Mariana sempat memperingatkan soal roti yang masih panas. Tapi Raja tidak menghiraukan peringatan ibunya, alhasil Raja melempar-lempar rotinya ke tangan kanan dan kiri secara bergantian.

"Mam, hari ini kita sampai malam ya. Ada acara di kampus, rencanyanya mau ada pembahasan soal acara kegiatan untuk tanggal 1 bulan depan." Ucap Raja sambil memberikan gigitan pertama untuk rotinya.

"Ya Mam, benar kata Raja, tapi kita usahakan gak nginep kok.. auuuuchhh... maksudnya gak pulang malam." Raja langsung menyikut Rafa. Mariana pun hanya mengangguk pelan dan mengucapkan "OK" dengan cepat, sambil menuangkan kopi untuk cangkir suaminya yang masih tampak kosong.

"Mah... kapan Roy pulang dari bulan madunya?" Tanya Papa, dan mulai melipat koran. Meletakkannya di sudut meja, sedangkan Raja dan Rafa sibuk sedang menjahili adik perempuannya.

"Heii...! Kamu siapa ya??" Tanya Raja dengan senyum nakalnya.

"Aku ini adikmu kakak Raja...!" Ucap Putri dengan kesal.

"Sejak kapan kita punya adik perempuan?" Timpal Rafa dengan senyumnya yang semakin lebar. Putri pun hanya bisa memandang keji kepada kedua kakak kembarnya.

"Minggu ini pah." Jawab Mariana. Roy dan Lisa akan kembali, dan rencananya mereka akan langsung pulang ke rumah?" Ucap mama sambil merapikan beberapa piring yang ada di meja makan.

"Bii, tolong belanjaan dirapikan ya... Jangan lupa buah langsung dicuci dan simpan di kulkas," Ucap Mariana memotong pembicaraan, ketika melihat Bibi Sri masuk dari arah pintu belakang.

"Pah, jangan lupa sebelum makan siang kita harus ketemu dengan pihak dari PT. Surya Industri, setelah jam makan siang juga harus rapat dengan para dewan direksi." Mariana mengambil tablet putih, dan mulai mengusap layarnya.

"Mmm.. mama cek sebentar jadwal papa hari inj." Mariana masih terlihat sibuk dengan tablet-nya, tanpa memperlihatkan reaksi dari suaminya.

Putri melihat ibunya dengan sangat takjub. Selain menjadi ibu rumah tangga, peran Mariana sangat penting di samping ayahnya, menjadi personal assisten dari seorang pemilik sekaligus direktur utama Perusahan Soedarmo, yang bekerja di bidang industri makanan dan minuman.

"Asik... Kak Roy datang... Putri sudah titip baju sama sepatu." Ucap Putri dengan riang, dan lagi- lagi kepala Putri pun dibenturkan dengan buku matematika yang sangat tebal. Putri melirik dan melihat kakaknya yang hanya berbeda satu tahun dengannya - Wira.

Putri mendengus kesal, "Wira apaan sih...??!! Lama-lama kepala Putri bisa benjol nih!". Wira balik menatap putri, dan tanpa memberikan jawaban. Membalikkan badannya, menikmati roti dan buku matematikanya yang ia baca dengan teliti.

Walaupun Putri merasa kesal, tapi setidaknya Putri bisa merasakan senang. Karena Wira sudah mau mulai untuk berinteraksi dengannya. Setelah apa yang pernah dialami olehnya satu tahun lalu.

avataravatar
Next chapter