1 Senja

PROLOG : Senja. Aku menyukai senja. Saat dimana aku pertama kali melihatnya. Tak apa jika dia masih berkutat dengan wanitanya untuk saat ini, sebab aku yakin bahwa suatu hari di senja yang sama kami pasti akan bertemu kembali.

Ardana Fathan Pramudya. Aku akan disini dan tetap menunggu seperti kemarin seperti ketika senja datang di sabtu sore.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pratinjau : Hanya selang beberapa menit setelah senja benar-benar menghilang laki-laki itu berjalan menuju kasir kemudian berlalu keluar coffee shop.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Jani POV

Gue Anjani Nathania. Cewek kutu buku yang seumur hidup baru pacaran satu kali. Bukannya gue bangga pernah pacaran, cuma kalau dibanding temen-temen gue kayaknya emang cuma gue yang nggak pinter dalam pacaran. Terbukti kan baru pacaran sekali ketika gue awal masuk kuliah aja cuma 2 tahun bertahan. Okay 2 tahun termasuk lama. Hmm... gue emang udah putus cuma gue sama mantan gue itu sekarang temen yang cukup baik.

"Lo beneran nggak mau ikut kita ke Green Trees coffee shop Jan?" ini adalah pertanyaan kesepuluh yang dilontarkan oleh Bella sahabat gue.

Karena malas mendapatkan pertanyaan yang sama akhirnya yaudahlah ikut aja lumayan sabtu sore begini ada yang ngajak jalan meskipun sebenernya gue lebih pengen di rumah di kamar baca novelnya Dan Brown yang tinggal seperempat buku lagi.

"Bel menurut lo gue aneh nggak sih pakai baju ini? Gue nggak tau fashion kayak elo Bel haha malu kan kalian cakep-cakep gitu masa iya gue kayak gembel," gue serius dengan ucapan itu.

"Apa sih Jan? Lo jadi diri lo sendiri aja, mungkin lo pikir lo nggak kece nggak menarik tapi orang lain ada kok yang ngaku ke gue kalau menurut dia lo tuh unik dan menarik banget dengan gaya lo fashion lo yang sedikit tomboy dan apa adanya," Sarah yang menurut teman-teman satu kampus gue dulu adalah princess langsung menyahut ketika Bella baru akan membuka mulutnya.

"Oke deh kalau gitu yuk kita berangkat," ajak gue nggak menunggu lama karena malam ini gue sudah berencana menghabiskan waktu untuk sang idola, Dan Brown.

Kami tiba di Green Trees saat matahari sedang menuju peraduannya, segera kami memilih tempat duduk tepat di samping jendela besar yang langsung menghadap ke taman dari coffee shop ini. Ini adalah kali pertama gue ke tempat ini. Menurut gue sih lumayan. Dengan taman di belakangnya dan ada beberapa rak buku di sudut sebelah kanan dekat jendela besar di depan kami. Sebenarnya bentuk bangunannya sederhana saja hanya persegi dengan letak kasir dan penyaji kopi di sebelah kiri pintu Masuk. Gaya arsitekturnya cocok dengan namanya Green Trees, dengan pot-pot bonsai yang di tata dengan apik. Gue rasa gue bakalan betah disini menatap taman dengan kolam ikan oh dan yaa ada meja di taman tersebut untuk pengunjung namun gue rasa hanya tinggal satu meja tersisa di sudut taman. I think this place is the right choice to read my novel.

"Jan, lo inget Rangga kan?" pertanyaan itu terlontar dari mulut Reza.

Kami datang berempat dan dari tiga teman gue tersebut sepertinya cuma Reza yang suka banget ngungkit tentang Rangga.

"Hmm inget gue, kenapa?" gue balik bertanya.

"Kalian sekarang kan temen tuh, nah terus temenannya model gimana kalo mantan gitu? Gue suka ngiri sama lo kenapa lo sama Rangga berasa semua baik-baik aja setelah putus," gue melihat jelaga pada mata Reza.

"Rez... cerita ke kita kalo lo mau cerita, ini udah yang kesekian kalinya lo ungkit Masalah Rangga ke Jani tapi lo gak pernah cerita ke kita soal kenapa lo selalu nanya hal yang sama ke Jani," Sarah menimpali.

"Iya Rez jujur gue juga penasaran," sambung Bella.

Gue? Gue bukan tipe orang yang suka kepo hidup orang termasuk ke sahabat-sahabat gue. I'm not introvert, i'm just uhh i don't wanna disturb them when they still wanna be alone. You know what i mean.

"Gue bingung mesti gimana, gue gak pernah cerita ke kalian selama ini karena gue takut kalian akan ngejudge gue, please jangan bahas dulu gue belum siap cerita ke kalian," tiba-tiba saja air mata Reza menetes tanpa diperintah. Ini yang gue maksud dengan "they still wanna be alone".

"Udah jangan paksa Reza cerita dulu ya, kan kita mau happy-happy katanya," gue menengahi.

Dan seperti itulah kami berempat. Saling peduli dan mengerti. Meskipun gue merasa guelah yang paling nggak suka terlalu kepo hidup orang lain karena akan ada masa dimana mereka siap bercerita ketika mereka memang sudah siap. Setelah beberapa saat kami menunggu akhirnya pesanan kami datang. Gue lebih suka greentea latte daripada espresso or something like that.

Baru mau minum tapi sepertinya urusan buang air memang paling nggak bisa gue cuekin begitu aja. "Guys gue toilet dulu yaa kebelet," tanpa menunggu jawaban gue langsung pergi ke toilet. Baru sampai depan rak buku-buku, entah darimana datangnya laki-laki dengan kacamata dan kemeja kerja digulung sampai siku serta rambut yang sudah tidak rapi lagi.

Entahlah dari sekian banyak pengunjung laki-laki di coffee shop ini menurut gue dia ini yang paling menarik. Dalam satu kali tatapan mata aja gue udah tertarik sama dia. Jujur imajinasi gue langsung berlari-lari tanpa henti sampai gue selesai dari toilet.

Author POV

Jani kembali duduk ke meja dimana teman-temannya sedang tertawa riang karena cerita lucu dari Sarah. Namun yang dilakukan Jani adalah duduk sambil terus menatap setiap gerakan laki-laki yang saat ini duduk di dekat jendela besar di depan rak-rak buku. Laki-laki itu nampak beberapa kali melihat ke arlojinya dan sesekali menyeruput kopinya sambil terus membaca buku yang dia ambil dari rak tersebut. Entah siapa yang sedang ditunggunya. Hanya selang beberapa menit setelah senja benar-benar menghilang laki-laki itu berjalan menuju kasir kemudian berlalu keluar coffee shop.

"Woy! Ngelamunin apa sih lo?" Sarah menepuk pundak Jani yang otomatis membuat gadis tersebut tersentak kaget. Sarah kemudian melihat kemana arah pandangan Jani tertuju. "Lo lihatin cowok barusan?"

"Cowok yang mana Sar?" Reza ikut kepo.

"Udah deh ah kalian kepo deh," Jani memutar bola matanya malas.

Jani dan sahabat-sahabatnya menghabiskan waktu di Green Trees dengan saling bercanda riang. Selepas maghrib, Jani kembali menangkap sosok yang sedari tadi sedikit banyak merebut atensinya. Laki-laki dengan kacamata itu kembali masuk ke dalam kafe.

"Kok ya ada manusia seganteng itu ya?" Jani tiba-tiba berbicara sendiri.

Sahabat-sahabat Jani yang sebelumnya tertawa cekikikan karena joke dari Sarah, satu per satu menghentikan tawanya dan melihat ke arah Jani. Sarah dan Bella saling menatap. Begitupun dengan Reza yang mengangkat alisnya tinggi. Mereka bertiga kemudian melihat ke arah pandangan Jani. Seketika mereka bertiga ternganga melihat laki-laki yang dimaksud Jani.

"Mayan sih, tapi lebih ganteng Rico." Bella memutus perhatiannya dan mengambil minumannya.

"Yaelah elo Bel! Pacar sendiri ya jelas di pujilah." Reza mencemooh.

"Suka-suka gue," Bella nampak menjulurkan lidahnya ke arah Reza.

Sarah terkikik geli. "Mayan ganteng kok Jan, lo naksir apa gimana?"

"Naksir gue, penyakit jomblo akut gue kayak nemu obatnya." Jani terkikik.

"Lebay lo ah!" Reza menimpali jengah.

"Seriusan deh, kali ini gue pengen juga punya cowok biar nggak melulu dibilang jomblo akut," Jani meminum greentea latte miliknya.

"Punya cowok jangan karena omongan orang tapi ketika hati lo udah siap menerima dan mulai jatuh cinta, nah itu baru lo bisa pacaran lagi," Bella memberi petuah.

"Bener kata Bella, Jan. Kita semua tahu banget cerita lo di masa lalu, kita maunya lo nggak asal comot cowok buat dipacarin." Reza menambahkan. Bella hanya nampak menganggukkan kepalanya setuju dengan kedua pendapat tersebut.

"Gue nggak asal comot kok, gue cuma asal lihat eh nemu mas-mas ganteng nan kelihatan dewasa." Jani tersenyum sambil menaik turunkan alisnya.

"Selera lo udah berubah ya?" Sarah bertanya.

"Gue sekarang pengen nyoba sama yang dewasa dan mapan. Ganteng, baik, setia, cinta sama gue, ramah, manis dan-" belum selesai Jani berbicara sudah dipotong oleh Bella.

"Dan nggak akan ada cowok sempurna!" mereka berempat tertawa terbahak-bahak.

avataravatar
Next chapter