1 bagian 1

Sebuah janji memang harus di usahakan untuk di tepati...

Apalagi sebuah janji suci. Janji suci mengharuskan semua pasangan yang telah mengikatnya memenuhi janji tersebut..

Namun apa daya? Apa yang bisa aku lakukan jika janji yang di ucapkan oleh pasanganku itu hanyalah sebuah janji palsu?

***

Namaku Laura Garcelia Anderson. Orang orang bilang aku adalah orang yang beruntung bisa mendapatkan seorang CEO perusahaan besar. Meski ini hanyalah sebuah perjodohan, namun aku senang karena aku bisa di jodohkan dengan orang yang aku sukai, namanya Jason Porsch.

Aku tau sejak awal pertemuan kami, Jason menatap jengkel padaku. Bahkan sampai sekarang ia masih melakukannya. Apa aku salah? Aku bahkan tidak tahu letak kesalahanku dimana.

Kami sudah menikah kira kira 1 tahun yang lalu. Pernikahan kami di percepat waktu itu karena orang tuaku ada urusan di Paris yang mengharuskan mereka tinggal di sana untuk beberapa saat, bahkan sampai saat ini.

"Hei, makanannya sudah siap" kataku

Jason mendahuluiku dan ia pun menuruni anak tangga dengan malas. Yang aku lakukan hanya menjaga jarak dan mengekor di belakangnya.

Dia duduk di meja makan dan mulai menyuapkan makanannya. Namun entah kenapa ia menyemburkan semua makanan itu.

"Geez!!!! SUP INI TIDAK ADA RASANYA!! KAU BILANG INI MAKANAN, HUH?! MAKAN SAJA SENDIRI!!"

Jason membanting mangkok itu hingga pecah. Sedangkan aku? aku hanya meringis ketika beberapa serpihannya tidak sengaja mengenai kakiku yang berada di sebelahnya.

Ia kembali naik ke kamarnya dan menutupnya pintunya rapat rapat.

Aku hanya menghela nafasku saja. Aku usahakan agar air mataku ini tidak jatuh untuk yang kesekian kalinya. Sudah biasa bukan aku mendapat hal yang seperti ini? Harusnya aku sudah kebal.

Aku mulai membersihkan pecah mangkok tadi kemudian aku kembali memasakkan masakan baru untuk Jason. Setelah semuanya sudah siap, aku kembali naik ke atas dan mengetuk pintu kamarnya.

"Jason, aku sudah masak yang baru... Ayo makan" kataku sambil membuka pintu itu perlahan lahan.

Baru kepalaku saja yang masuk, dia sudah melempariku dengan bantal miliknya.

"ya sudah, akan aku tutup dengan tudung saji saja. Kau jangan lupa makan ya" kataku kembali menutup pintu tersebut.

Aku turun ke bawah dan menutupi makanan tadi menggunakan tudung saji. Sakit hati ini kembali lagi. Air mata kembali membasahi pipiku.

Ayolah  Celia. Cuma begini saja kau menangis. Kau jangan jadi orang yang cengeng. Mana Marcelia yang selalu kuat itu? Kataku menguatkan diriku sendiri.

Segera aku mengusap kasar air mata yang turun. Setelah itu aku langsung menyambar sebuah mantel yang berada di gantungan bajuku kemudian aku pergi keluar.

Aku bukan kabur atau melakukan hal semacamnya. Aku hanya pergi ke supermarket untuk membeli bahan bahan yang sudah habis dan juga plester untuk menutup luka karena serpihan tadi.

Aku mengambil sebuah trolly dan memasukkan barang sesuai daftar belanjaan yang sudah aku persiapkan. Pemberhentian terakhirku di depan chiller.

Segera aku mengambil minuman dingin itu kemudian aku menempelkannya ke mataku. hei, aku hanya mengompresnya agar mataku tidak terlihat bengkak, aku tidak menangis tau.

Baru saja aku akan pergi, seseorang meneriakkan namaku dan aku pun menoleh. Mereka melambaikan tangan ke arahku sambil tersenyum.

"Samuel!!! Jhonny!!!" panggilku berlari kearah mereka dan memeluknya.

"bagaimana kabarmu, Cel?" tanya Jhonny

"seperti yang kau lihat, Jhon" jawabku sambil tersenyum kemudian melepaskan pelukan kami.

"benarkah? Tapi menurutku kau terlihat kacau, girl" sahut Jhonny.

Aku hanya tersenyum kecut menanggapinya. Meski sudah 1 tahun kami tidak bertemu, dia masih saja tau apa dan bagaimana ekspresiku.

"lalu Jason dimana dan bagaimana kabarnya? Aku belum sempat menberitahu kedatangan kita" ucap Samuel.

Ya, setelah aku dan Jason menikah, tiba-tiba saja aku mendengar bahwa Samuel, Jhonny dan Mark pergi ke Melbourne. Awalnya aku sedih karena mereka pergi begitu saja. Diantara teman se-perkumpulanku, aku paling dekat dengan Mark dan Jhonny. Mungkin alasannya karena dulu aku adalah sahabat mereka sewaktu kecil.

"dia juga baik-baik saja.. Oh iya, dimana Mark?" tanyaku melihat adanya kekurangan diantara mereka.

"dia masih tidur. Maklumi saja, kami sampai di Valisia jam 3 pagi" jawab Samuel.

Aku hanya mengangguk saja. Setelah itu, kami berpisah dan aku pun pulang.

Sesampainya dirumah, aku melihat Jason yang berjalan ke arah kulkas dan mengambil air.

"Hei, aku tadi bertemu dengan Samuel dan Jhonny" kataku sambil menurunkan belanjaanku.

"hn"

Lagi lagi jawaban singkat itu yang keluar dari mulut Jason.

~~~~

Aku menuruni anak tangga dan berjalan menuju kulkas. Rumah ini rasanya sepi. Dimana dia? Ah lupakan saja. Untuk apa aku mencari wanita itu.

Tiba-tiba saja saat aku menutup pintu kulkas, dia berdiri di belakangnya.

"Hei, aku tadi bertemu dengan Samuel dan Jhonny" katanya.

Sam, Jhon? Mereka sudah pulang dari Melbourne? Kenapa mereka tidak memberitahuku?

"hn" jawabku acuh.

Aku langsung berjalan menuju ruang keluarga dan menyalakan tv. Sedangkan Laura, setelah menurunkan belanjaan dia langsung masuk ke dalam kamarnya.

Selama 2 jam penuh, aku masih belum beranjak dari tempat ini. Aku terlalu sibuk menonton acara televisi hari ini sehingga aku hampir lupa bahwa Mom bilang ia ingin bertemu dengan Laura.

Sebelum aku lupa, aku langsung bergegas pergi memberitahunya. Bisa bisa aku kena marah lagi.

Aku memang sangat malas jika harus bertemu dengan wanita itu. Aku membencinya. Kenapa? Karena dia sudah merusak masa depanku. Masa depan yang seharusnya aku jalin bersama Bella.

Tanpa mengetuk pintu, aku langsung membuka kamar Laura. Ya kamar kami terpisah, aku yang menginginkan itu. Kalian pikir aku sudi menikah dan sekamar dengannya? Uh, jangan harap.

Mataku menelisik ke penjuru ruangan ini hingga mataku menangkap sosok yang aku cari.

Laura sedang berdiri dan melamun di balkon sendirian. Membiarkan angin menerpa wajahnya dan memainkan rambut panjangnya.

"Mom bilang ingin bertemu denganmu" kataku sedikit keras agar ia mendengarnya mengingat aku hanya berdiri di ambang pintu. Aku tak sudi masuk ke dalam kamar wanita ini.

Dia gelagapan melihatku dan langsung menghampiriku.

"A-apa? Sekarang?" tanyanya.

"cepat ganti bajumu. Kalau lama, akan aku tinggal" kataku

Di perjalanan, hanya ada keheningan diantara kami. Sialnya jalanan macet sehingga aku harus terjebak kemacetan bersama dia. Menyebalkan.

Sesampainya dirumah orang tuaku, Mom langsung memeluk Laura ketika melihatnya. Sedangkan aku langsung menuju kamarku dan merebahkan tubuhku di atas ranjang. Bahkan tanpa aku sadari, aku terlelap.

"Hei, bangun... Ayo makan"

Aku bisa merasakan tangan Laura yang mengguncang guncang tubuhku pelan.

Suasana di ruang makan ini semuanya di dominasi oleh Laura dan Mom yang entah membicarakan apa. Bahkan sesekali Dad juga ikut ikutan. Dasar, sukanya mencari muka di depan orang lain.

Setelah selesai, Dad langsung menyuruhku ke ruang kerjanya.

"Dad dan Mom sudah membicarakan hal ini. Dan kami juga sudah putuskan bahwa perusahaan Dad akan kami berikan padamu.." katanya membuka percakapan.

Aku langsung tersenyum mendengarnya. Akhirnya yang aku tunggu tunggu sudah tiba.

"... tapi dengan satu syarat" lanjut Dad yang membuatku bingung.

*****************

avataravatar
Next chapter