15 Aku mencintaimu 1

Tatapan mata tajam yang sejak tadi memperhatikan mereka berdua seperti membara, hatinya berkecamuk dan perasaannya campur aduk. Dia merasa sangat bersalah dan marah pada dirinya sendiri, gadis yang dicintainya lagi-lagi meneteskan air mata karena ulahnya.

Dia melakukan itu bukan tanpa sebab, karena khawatir wanita pujaannya nanti akan celaka kalau tunangannya tau siapa Alesha. Sehingga dia memutuskan untuk mengacuhkannya, George tau betul watak putri Silvia, wanita itu tidak akan segan-segan menyakiti bahkan mencelakai setiap wanita yang berpotensi menjadi saingannya.

Hatinyapun sangat sakit ketika melihatnya kondisi Alesha. Dan yang semakin membuatnya frustrasi adalah kehadiran orang ketiga yang sepertinya akan siap menggantikan posisinya yang ternyata itu adalah sahabatnya sendiri. 'Apakah mereka ada hubungan?' tanyanya membatin. Dia kemudian memejamkan mata dan berusaha mangusai pikirannya yang kalut.

Alesha yang terisak tampak masih berada dalam dekapan Meena, sementara Bella yang baru saja dari toilet terkejut melihat keadaan sahabatnya itu.

"Apa yang terjadi?" tanyanya khawatir sambil mengelus pundak Alesha.

Meena hanya mengangkat bahu dan menggeleng.

"Alesha, ada apa denganmu, kenapa kamu menangis seperti ini?" tanyanya lagi sambil menegakkan posisi duduk Alesha sehingga dekapan Meena perlahan terlepas. Meena hanya bisa menggerutu dalam hati karena posisi nyamannya terganganggu oleh Bella.

Sedangkan Alesha yang sudah mulai bisa menguasai perasaannya menatap Meena kemudian berterima kasih dan Meena tersenyum meresponnya. Alesha kemudian terduduk diam. Hanya desahan nafasnya saja yang terdengar berat menandakan kalau dia masih belum sepenuhnya pulih.

"Kalau kau belum siap menceritakan apapun, tidak apa-apa. Hanya saja kalau masalahmu terus terpendam seperti itu hanya akan semakin memperburuk keadaanmu, so kapanpun kau mau maka ceritakanlah. Kau tau kan kalau aku tidak akan pernah membiarkanmu bersedih." ucap Bella tulus sambil sesekali menghapus air mata Alesha.

" Dan siapapun yang telah membuatmu seperti ini akan aku beri pejaran". Meena menambahkan, tangannya mengepal dan mata hitamnya berkilat karena kesal.

Melihat reaksi Meena, Alesha malah tersenyum.

" Kau tak akan mampu melawannya Meena". Ucapnya tiba-tiba lalu kembali terdiam karena sadar kalau sudah kelepasan.

Baik Meena maupun Bella sontak terkejut kemudian mereka menatap Alesha serius.

" What did you say?, siapa dia? tanya Meena penasaran. Dia sangat kesal karena ternyata ada orang yang telah menyakiti gadis pujaannya tapi Alesha tetap tidak berkata apa-apa.

Tiba-tiba handphone Bella berbunyi lalu dia mengangkat seraya menjauh, tak lama kemudian dia kembali dan dengan berat hati dia terpaksa meniggalkan Alesha karena mendapat panggilan mendadak dari orang tuanya.

Sepeninggal Bella, Meena hanya menatap gadis disampingnya itu dengan tatapan lembut. Entah apa yang dimiliki Alesha yang membuatnya semakin menyayanginya, sudah berapa kali dia mengutarakan perasaanya kepada gadis itu tapi dia terus saja menolak. Meskipun demikian, rasa sayangnya bahkan semakin besar. Dan sekarang ketika melihatnya menangis, hatinya terasa berat. Dia berjanji akan melindungi Alesha dan tidak akan membiarkannya tersakiti lagi. Setelah lama terdiam, Alesha buka suara.

" Meena, kenapa kau begitu perhatian padaku?"

Meena tersenyum dan menatap dalam Alesha.

" Karena aku sangat mencintaimu."

Ucapan Meena membuat Alesha menatap balik wajah tampannya. Tatapannya sendu dan berkaca-kaca.

" Tapi aku tidak bisa membalas cintamu karena aku mencintai orang lain, tapi orang itu ternyata sedikitpun tidak punya perasaan terhadapku. Bahkan dengan teganya dia mengacuhkanku dan menggandeng wanita lain." ucapnya sambil kembali terisak. Air matanya kembali membasahi pipi merahnya yang sembab.

Mendengar hal itu Hati Meena semakin sedih, dia tak menyangka gadis yang selama ini dicintainya ternyata mencintai pria lain dan yang membuat hatinya semakin sakit karena pria brengsek itu telah menyia-nyiakan perasaan Alesha. Seketika itu darahnya terasa mendidih, amarahnya memuncak. Ingin rasanya dia menghajar pria sialan itu sampai tak ada lagi yang tersisa, akan tetapi dengan cepat dia bisa mengendalikan emosinya dan tersenyum.

" Tidak apa, aku bisa menunggumu sampai kapanpun. Dan aku berjanji akan membantumu melupakan semua kepedihanmu tentang pria brengsek itu." ucapnya seraya menggenggam jemari lentik Alesha.

" Terima kasih Meena" jawab Alesha tersenyum. Beberapa saat dia menatap wajah pria itu, wajah tampan dan indah yang siapapun akan terpesona olehnya. Dia juga sangat baik dan sangat perhatian, benar-benar pria idaman tapi sayang perasaan Alesha terhadapnya tidak lebih dari seorang teman.

" Kalau kau sudah puas menikmati ketampananku, beritau aku ya" kata Meena tiba-tiba membuat Alesha terperanjat dari lamunannya. Dia kemudian tersenyum dan mencubit lengan Meena.

" Iihh... kau ini" ucapnya cemberut. Meena meringis kesakitan tangannya kemudian menangkap lengan Alesha yang berusaha ingin mencubitnya kembali. Mereka berdua tertawa lepas dan terlihat bahagia. Tak lama kemudian mereka meninggalkan tempat itu.

Sedangkan mata tajam yang sejak tadi masih mengawasi mereka semakin berkilat dan membara. Dia memandang Alesha dan semakin mengaguminya, betapa cantiknya dia tertawa. Tapi yang disesalinya bukan dia yang membuatnya bahagia malah sebaliknya dia hanya bisa membuatnya bersedih. Mungkin yang terbaik adalah melepasnya untuk orang yang lebih baik. Dia lagi-lagi menghela napas dalam, pikirannya betul- betul kacau.

Sesampainya di apartemen, Meena pamit.

" Besok aku akan datang menjemputmu lagi okey, aku pulang dulu. Ingat... jangan banyak melamun". ucap Meena sambil mengacak lembut rambut Alesha lalu berlalu. Alesha tersenyum lalu masuk. Dia kemudian menuju kamar dan langsung ke kamar mandi.

Tubuhnya yang lelah seketika rileks ketika air hangat mengguyur. Badannya yang semampai sangat indah tersiram air, alirannya membasahi seluruh lekuk tubuh indahnya. Tak lama kemudian dia keluar dengan hanya menggunakan handuk pendek seperti biasa yang hanya menutupi bagian tubuh intimnya saja.

Dia sama sekali tidak khawatir dengan itu karena dia tinggal sendiri sedangkan para pembantu akan pergi setelah pekerjaan mereka selesai. Dengan santai dia kemudian keluar dari kamar dengan handuk mini yang masih melekat untuk mengambil tasnya yang ketinggalan ruang tamu. Dia lalu mengambil tasnya dan melangkah kembali masuk kekamar. Tapi tiba-tiba suara pria menggema diruangan itu.

" Kau begitu sangat sempurna" Sontak dia menghentikan langkahnya dan berbalik kearah sumber suara itu. Mata bulatnya terbelalak, detakan jantungnya meningkat drastis. Dia melihat pria itu berjalan kearahnya sambil tersenyum. Badannya gemetar, dengan refleks dia menggenggam erat handuk yang terililit di dadanya yang sebagian tersembul.

" Ka..kamu..!!? ucapnya terbata sambil melangkah mundur sampai punggungnya menyentuh dinding. Dia melihat George terus melangkah menghampirinya, mata tajamnya tampak memancarkan sesuatu yang membuat tubuhnya merinding.

Dia hanya bisa menelan ludah dan menahan napas ketika dirasakannya napas George sudah terasa hangat menerpa wajahnya.

" Ka..katakan padaku, bagaimana kau bisa masuk kedalam?" Tanyanya sambil mempererat pegangan handuknya.

George menatap wajah Alesha tak berkedip, tangannya lalu menyentuh rambut basah gadis itu dan menyelipkan ketelinganya sehingga wajah cantik alaminya semakin jelas terlihat. Hati George berdesir, jantungnya bergemuruh melihatnya begitu polos dan menggairahkan. Tapi dia berusaha mengendalikan perasaannya.

" Kau pasti belum tau kalau seluruh bagunan ini adalah milikku dan otomatis aku punya akses untuk masuk kedalamnya." ucapnya tersenyum nakal.

" Tapi bukan berarti kau bisa masuk seenaknya ke apartemen orang tanpa izin, terlebih lagi kalau pemiliknya seorang wanita. Oh, atau kau memang seorang yang suka menyelinap ke kamar-kamar dan mengintip mereka!" Ucap Alesha emosi dan berusaha mendorong tubuh George, tapi tentunya itu tak berhasil.

Mendengar perkataan Alesha yang sedikit menyudutkan membuatnya ingin memberi gadis itu pelajaran, tidak ada satupun yang pernah berbicara seperti itu padanya. Dia kemudian menangkap kedua tangan Alesha yang berusaha mendorongnya kebelakang lalu memposiskannya diatas kepala gadis itu.

" Kau semakin berani ya, apa kau lupa dengan siapa kau bicara?" ucapnya menatap dalam wajah gadis itu.

Alesha meronta, dia sangat kesal dengan ulah George tapi tubuhnya ternyata merespon sebaliknya, kedekatan mereka menciptakan sesasi nikmat yang menjalar keseluruh tubuhnya. Dia mulai merasakan dadanya bergejolak tapi berusaha menguasainya.

" Apa maumu..!!? lepaskan aku..!" ucapnya sambil terus berusaha melepaskan tangannya.

" Aku tadinya datang kesini untuk meminta maaf atas kejadian di mall waktu itu, aku memencet bel berkali-kali tapi tak ada jawaban jadi kuputuskan masuk karena khawatir terjadi apa-apa denganmu. Tapi aku tidak menyangka kau menyambutku seperti ini, sekarang katakan padaku laki-laki mana yang tidak akan tergoda dengan penampilanmu sekarang?" ucapnya sambil tetap menatap Alesha, matanya bahkan sudah bergerak menatap belahan dada indahnya.

Alesha hanya terdiam, dia menyadari keteledorannya. Harusnya dia lebih berhati-hati meskipun tinggal diapartemen yang tingkat keamanannya tidak diragukan lagi.

"Dan kau dengan beraninya mengataiku seorang pengintip". George manambahkan. Tangannya semakin erat mencengram kedua tangan Alesha sehingga dia tidak bisa menggerakkannya sedikitpun. Wajah Alesha jadi pucat, melihat mata tajam George yang bagai singa yang siap melahapnya kapanpun membuat takut.

avataravatar
Next chapter