10 -9- A Night

Thalita berjalan terburu- buru sembari membawa satu cup kopi starbuck dan melihat ke arah gadgetnya.

Dia sedang sibuk dengan gadgetnya sehingga tak lihat ada apa di depannya.

Bruk!

Kopi Thalita tumpah mengenai orang yang ditabraknya.

Seorang Pria berjas biru dongker dan kemeja putih sebagai dalamannya dan memiliki rambut coklat yang tingginya benar- benar menjulang.

Kopi tersebut tumpah mengenai lengan jas kanan Pria tersebut. Sang Pria yang juga berjalan terburu- buru sembari menelpon tersebut berusaha menahan emosi.

Ia tak mengeluarkan sepatah kata pun. Raut wajah Furqan tenang dan tetap berusaha stay cool melihat noda bekas tumpahan kopi di jasnya tersebut.

Sementara Thalita sangat panik akan hal tersebut. Ia pun berusaha membantu membersihkan kemeja pria tersebut.

"Tuan... maaf, saya... saya...." Thalita terbata- bata berkata, apalagi mengetahui siapa pria yang ditabraknya tersebut. "Tuan Furqan..."

Furqan pun menahan Thalita untuk tidak memegangnya. "Tidak perlu..." ujarnya datar dan dengan nada dingin. Ia pun lantas melepaskan jasnya, terlihat jelas bentuk tubuh Furqan yang atletis dengan hanya mengenakan kemeja putih yang pas badan tersebut, membuat para kaum hawa yang kebetulan berada di situ menjadi tak berkedip melihat bentuk badan atletisnya tersebut. Lalu Ia pun pergi begitu saja meninggalkan Thalita sembari menenteng jasnya.

Thalita pun masih terkejut akan apa yang baru saja Ia lakukan.

Semua karyawan melihat ke arah Thalita, Ia menjadi malu dan merasa sangat bersalah. Ia pun buru- buru menuju pantry untuk meminta office boy mengepel lantai bekas tumpahan kopinya.

**

Thalita masih kepikiran akan kejadian tadi pagi karena Ia menabrak sang CEO langsung dan sikap stay cool dari Furqan itulah yang membuatnya semakin khawatir.

Ia masih ingat jika saat meeting bagaimana sifat Furqan, terlihat jelas jika dia adalah orang yang sangat jeli, teliti, dan sangat perfeksionis, ia bahkan punya daya ingat yang bagus. Thalita semakin sadar jika sang CEO mempunyai fisik yang mendekati sempurna, tinggi, bentuk tubuh yang fit body atau bisa dibilang sangat proporsional bahkan atletis tersebut membuat ingatan Thalita semakin kuat.

Tiba- tiba Pelin menyenggol Thalita dan membangunkan Thalita dari lamunannya.

"Thalita, kau kenapa melamun?!"

"A... Hayir!" ujar Thalita sembari menggeleng cepat.

"Thalita, kau jangan- jangan memikirkan Tuan Furqan ya gara- gara tabrakan dnganmu tadi pagi?!"

"Pelin...." Raut wajah Thalita mendadak menjadi merah semu karena godaan dan candaan Pelin.

"Wajahmu merah... Apakah artinya?" goda Pelin lagi belum puas. "Wajar saja jika kau bisa terbius oleh ketampanan dan sikap Tuan Furqan, dia terlalu sempurna untuk disepelekan!"

"Pelin... kalaupun aku suka dengan Tuan Furqan itu juga sangat tidak mungkin! Kau harus tahu bagaiana ekspresinay saat menatapku, dingin sekali! Dia tak memarahiku, tidak juga memakiku dan tidak memberikan tatapan jijik namun justru berlalu begitu saja, dan bahkan tak mengijinkanku membantunya!" ujar Thalita tampak frustasi.

"Itulah kehebatan Tuan Furqan, dia sangatlah dingin namun tetap membuat orang penasaran! Aku penasaran siapa yang akan menjadi istri Tuan Furqan kelak!"

"Tuan Furqan sangat sempurna bagimu? Namun aku rasa tak sesempurna itu!"

Pelin tiba- tiba mengambil potongan paprika yang telah berlumur saus tomat yang terjatuh di jilbab Thalita.

Thalita pun baru sadar karena ia sangat ceroboh menjatuhkan makanan sampai ke hijab berwarna champagne yang dikenakannya.

Pelin pun mengambilkan tissue dan Thalita pun meraihnya dan membersihkan bekas noda potongan paprika dan saus tomat tersebut dari hijabnya. Batin Thalita. Thalita bego! Bego!

"Jilbabmu kotor jadinya! Bagaimana ini? Mau tukar?"

"Tidak apa- apa, hanya sedikit. Nanti juga hilang!" ujar Thalita santai.

Pelin menggeleng. "Itu kotor Thalita, kau sholat bagaimana?"

"Maksudmu apa sih Pelin?"

"Bukannya jika Sholat itu harus mengenakan pakaian yang bersih?"

"Pelin, ini kan noda biasa, bukan najis yang pelu dicuci sampai hilang!"

"Tetap saja, jika aku sendiri, aku tak suka jika sholat jilbabku ada bekas noda seperti itu!" Pelin menyipitkan matanya.

"Ya sudahlah aku pakai mukena juga sholatnya jadi tak terlihat!"

"Mukena?" Pelin mengernyitkan dahinya.

"Mukena adalah pakaian sholat yang berasal dari Indonesia atau Malaysia, kalau di Malaysia biasa disebut telekung!" jelas Thalita.

"Menarik sekali... ada pakaian yang dipakai khusus sholat?"

"Iya Pelin... lain kali akan kubawakan untukmu mukena made in Indonesia!"

Pelin melebarkan senyumnya. "Boleh, aku penasaran seperti apa!"

"Iya Pelin... nanti aku belikan untukmu!"

"Saudara sepupuku sangat rajin sholat, ia tidak pernah ketinggalan satu waktu pun, bahkan dia menggunakan cadar jika keluar rumah! Dia juga tak mau pacaran! Aku heran sekali! Bagaimana dia akan emndapatkan jodoh jika tak bertemu pria!"

"Dia maunya taaruf saja ya kalau begitu?"

"aku tak mengerti bagaimana bisa menerapkan konsep taaruf di jaman yang te;ah sangat modern ini?!"

"Ada saja kok..."

"Kau sendiri mau taaruf juga mencari jodoh?"

"Kupikir tidak!" elak Thalita. "Aku juga tak berpikir untuk ke mencari jodoh dengan cara taaruf! Aku merasa keislamanku masih sangat bebas dan belum setaat itu!" celetuknya sembari tersenyum kecil.

"Kau sudah pakai hijab, rajin sholat 5 waktu, masa iya belum bisa dibilang taat? Apa kabarnya aku?"

"Pelin... Aku tidak ingin menjudge orang lain!" jawab Thalita singkat sembari menggeleng ragu.

"Aku tahu banyak orang yang berhijab namun tak menjalankan sholat dan tak puasa Ramadhan kok! Setidaknya aku selalu puasa ramadhan karena itu sangat bagus! Aku tak selalup percaya orang berhijab itu taat sholatnya, bahkan pacaran hingga seks bebas, sudah biasa kok... jadi aku melihatmu yang berhijab, rajin sholat, dan tidak pacaran seperti ini merasa kau sudah menjadi muslimah yang taat!"

"Benarkah? Sepertinya belum... Tidak ada yang bsia menakar iman setiap orang selain Allah!" ujar Thalita sembari menyeruput minumannya.

**

Di sebuah kafe yang ada di Besiktas, Dilraba menemui seorang temannya, siapa lagi kalau bukan Dilla.

Dilraba melepas kaca mata hitamnya dan meletakannya di meja kafe. Ia datang dengan blus atasan putih dan rok span pendek abu- abu dan dengan rambut digerai dengan memakai bando tipis putih.

Sedangkan Dilla memakai hijab hitam dan pakaian gamis merah maroon.

"Dilla, kau sudah kujelaskan jika aku kini bukan Yasemin lagi..." Yasemin alias Dilraba menutup bibirnya dangan tangan ke samping. "Ingat ya namaku mulai skarang Dilraba Azimova yang berasal dari Kazakhastan!"

"Terserah kau saja Yasemin!" Dilla tampak emosi. "Bagaimana kau bisa mengaku- aku sebagai orang Kazakhastan?!"

"Aku merasa ini adalah yang terbaik untuk hidupku!"

"Maksudmu?"

"Aku sudah memutuskan jika ini adalah hal yang paling terbaik!"

"Baiklah, terserah saja!"

"Dilla, kau harus membantuku..."

"Apa lagi Dilraba?"

"Aku memakai identitas seorang keluarga terkaya di Azimova!"

"Lalu?" tanya Dilla nampak tertegun.

Dilraba membisikan sesuatu ke telinga Dilla.

Dilla hanya medengarkan saja, dia pun hanya geleng- geleng mendengar apa yang diucapkan Dilraba.

**

Di suatu klub malam, Furqan menikmati kelap- kelip penerangan dan musik dari klub malam yang ada di tengah kota Istanbul tersebut.

Ia bersama rekan- rekannya yang juga adalah single, seperti Ozgur dan Athay. Mereka seperti para billionaire pada umumnya di Turki yang hidup bebas dan senang menghabiskan uang mereka di bar dan klub malam yang mewah khusus untuk para eksekutif.

Ozgur menenggak birnya sembari menggoyangkan badannya sedikit mengikuti irama musik.

"Furkan, kau akan membuat malam ini akan semakin menarik bukan?"

"Maksudmu?"

"Kau bawa satu wanita dari sini untuk kita ajak bersenang- senang!" tantang Ozgur.

"Ozgur, kau gila ya... belum kapok juga mengajak wanita one night stand!" Athay mengeryitkan dahinya sembari menenggak birnya.

"Paling juga yang kau bawa pelacur yang akan kau bayar!" sejek Furkan sembari tersenyum kecil.

"Enak saja! Tidak ya... sama sekali bukan pelacur!" ujar Ozgur.

"Sudah kau tentukan yang mana targetmu?" tanya Athay.

"Aku baru saja berkenalan dengan seorang sosialita dari Kazakhastan! Dia adalah seorang pekerja magag di perusahaanku!"

"Bagaimana ceritanya sosialita bisa kerja magang di Fleur?" Athay memincingkan matanya.

Ozgur bekerja sebagai seorang manager di Perusahaan media terbesar di Turki yaitu untuk majalah Fleur.

"Jangan remehkan pemagang di kantorku! Wanita itu adalah anak orang kaya di Kazakhastan dari klan Azimova. Kau bisa cari jika keluarga Azimova adalah salah satu keluarga terkaya di Kazakhastan!" jelas Ozgur.

"Menarik... bagaimana bisa mendapat pemagang dari Kazakhastan?"

"Akhir- akhir ini perusahaanku sedang gencar- gencarnya mencari tenaga kerja asing yang punya pengalaman yang bagus dan tentunya cakap dalam banyak bahasa! Bukankah perusahaanmu juga sekarang ini telah menerima banyak tenaga kerja asing juga Furkan?"

"Iya benar... atas keputusan manager HR, Halloturk telah menerima beberapa karyawan tenaga asing, bulan ini baru ada 3 karyawan yang masuk!"

"Wah penasaran... apa ada gadis Rusia atau Ukraina?" tanya Athay bersemangat.

"Kau sepertinya sangat terobsesi dengan gadis- gadis Rusia?!" Furkan geleng- geleng sembari menenggak birnya lagi.

"Iya benar Furkan, aku juga sangat ingin melihat kecantikan natural gadis Rusia atau Ukraina! Sayangnya pegawai baru yang masuk si gadis Kazakhastan itu kelihatan sekali jika dia berasal dari etnis Uyghur, cantik sih... tapi yang cantik seperti itu bukan tipe- tipeku, gadis Asia bukanlah tipeku!" ujar Ozgur.

"Aku ingat satu gadis adalah gadis dari Indonesia, namun aku tak yakin jika asli Indonesia saja, beberapa kali aku jumpa orang di Indonesia namun agak berbeda dengan gadis ini, mungkin memang ada campuran Eropanya!"

"Indonesia?" Mata Ozgur tiba- tiba berbinar- binar. "Aku tidak terlalu suka oriental, namun jika yang ras Melayu aku masih suka, rata- rata Gadis Indonesia juga cantik- cantik! Apakah gadis itu cantik?"

"Kau ini Ozgur... Lumayan cantik, seperti yang kubilang,mungkin bukan murni Indonesia lagi, entahlah campuran darimana! Tapi dia berhijab!"

Wajah Athay dan Ozgur langsung berubah drastis.

"Yah..." ujar Ozgur.

"Hm... Berhijab ya?" Athay pun tak kalah kecewa.

"Tapi dia sangat pintar, bisa beberapa bahasa dan..." Furkan sejenak berhenti melanjutkan kata- katanya. Ia masih ingat jika Thalita menumpahkan minumannya di jasnya yang membuatnya harus sabar.

"Dan?" Athay penasaran dengan lanjutan kalimat Furkan.

"Tidak... pokoknya kalian pasti nggak akan suka! Karena dia berhijab!"

"Iya benar, gadis berhijab tidak asyik!" keluh Athay.

"Bukannya apa- apa, aku tidak suka saja melihat wanita yang terlihat terkekang dengan hijab! Aku lebih suka wanita bebas menentukan jalannya masing- masing dan tidak pelu membatasi pakaian mereka!" ujar Ozgur.

"Kalian ini harus menghargai keputusan wanita berhijab! Hak mereka untuk memakai apapunn termasuk hijab!" ujar Furkan bijak.

"MasyaAllah... Furkan kau mau punya istri berhijab ya kelak?" goda Athay.

Furkan tertawa kecil. "Wallah..." jawabnya singkat.

Mereka pun menikmati kembali musik dj di klub tersebut.

Ozgur pun melihat ke arah jam 9. "Gadis yang kumaksud ada disana!" tunjuknya.

Athay dan Furkan pun menoleh ke arah jam 9 seperti yang diinstruksikan Ozgur.

Seorang wanita memakai dress biru dongker tanpa lengan dan boots setinggi lutut dengan rambut yang digerai dengan diikat hanya setengat tersebut sedang asyik mengobrol dengan teman- teman di sekelilingnya.

Ozgur pun menghampiri gadis tersebut.

Athay dan Furkan mengikuti Ozgur.

"Merhaba Dilraba!" sapa Ozgur.

Dilraba terekjut. "Merhaba, Ozgur Bay!" sapanya balik.

Zeynep yang juga merupakan karyawan dari Fleur terkejut melihat Ozgur sang manager. Ini adalah kali pertamanya Zeynep masuk ke klub termahal di Istanbul ini. Dia ditraktir oleh Dilraba yang merupakan karyawan baru di Fleur.

Ia hanyalah karyawan administrasi dari bagian accounting di Fleur dan dia tak mungkin sanggup masuk ke Pixel Klub jika bukan karena ditraktir oleh Dilraba.

"Ozgur Bay..." sapa Zeynep.

"Merhaba, Zeynep!" sapa Ozgur. "Ini pertama kalinya aku melihatmu di klub ini!"

Zeynep tersenyum lebar. "Kalau bukan karena Dilraba saya tak mungkin disini!" ujarnya merendah.

Tatapan Zeynep tiba- tiba tertuju ke arah Furkan. Dalam hatinya memuji ketampanan Pria tersebut.

"Oh iya, ini teman- temanku!" Ozgur memperkenalkan Athay dan Furkan.

Mereka pun berjabat tangan dengan Dilraba, Zeynep, dan beberapa teman- teman Dilraba yang ikut ditraktir Dilraba.

"Jadi ini benar Tuan Furkan, CEO Halloturk?" Zeynep tertegun. Batinnya. Ternyata aslinya jauh lebih tampan ketimbang yang ada di foto.

Furkan hanya tersenyum.

"Tuan Athay, jadi Anda adalah pemilik dari Restoran Damasque?" tanya Dilraba.

"Benar!"

"Punya cabang di Makau juga bukan perusahaanmu?" terka Dilraba.

"Wah, anda tahu?"

"Sewaktu aku bekerja di China, aku pernah ke Shanghai dan mengunjungi restoranmu!" ujar Dilraba.

Dilraba lalu menatap Furqan. Tak perlu waktu lama, Dilraba langsung jatuh hati melihat senyum menawan yang terpancar dari wajah Furkan. Batinnya. Tampan, rupawan, CEO perusahaan layanan provider ternama di Turki, kaya raya, berasal dari keluarga terhormat di Turki, benar- benar sempurna, dia adalah jodohku.

Furqan menatap Dilraba. Batinnya. Cantik dan berasal dari keluarga terpandang, benar- benar sempurna jika aku kenalkan menjadi calon istriku.

Mereka pun menikmati malam ini dengan penuh suka cita dan larut akan musik dari DJ yang mengiringi.

Mereka pun tak terasa telah mabuk karena alkohol.

Tiba- tiba Dilraba pun menarik Furqan ke dalam toilet. Mereka pun buru- buru masuk ke dalam sebuah toilet wanita.

"Tuan... anda sangat tampan, aku tak bisa melupakan perkenalan kita malam ini!" ujar Dilraba sembari mebuka kancing kemeja atas Furqan. Dilraba menciumi dada Furqan. Dada Furqan yang ditubuhi banyak blu membuat Dilraba semakin bergairah.

Tak lama Furqan pun menghentikan apa yang dilakukan Dilraba, Ia balas mencium bibir Dilraba dengan penuh gairah. Ia melumat bibir Dilraba dan memainkan lidahnya. Dilraba pun pasrah akan serangan Furqan.

Mereka pun saling bercumbu di biliik toilet tersebut dalam keadaan sudah setengah mabuk.

Tiba- tiba Dilraba mendorong Furqan.

"Ada apa Dilraba?"

"Kita ke apartemenku saja bagaimana?" Dilraba menawarkan.

Furqan memincingkan matanya.

**

avataravatar
Next chapter