47 47. Rahasia yang Terbongkar

Thalita menghela nafas panjang.

"Anne, tidak perlu ini semua bukan barang- barang yang diperluakan Nyonya Burcu ataupun Tuan Karem. Ini sangat berlebihan!"

Sang Ibu tentu menggertak sang Putri yang dianggapnya tak sopan. "Thalita, ini semua sangat penting! Siapa bilang Mereka tidak perlu barang- barang ini?! Ini adalah sebuah tradisi dimana Calon Mertua mempelai Wanita memberikan banyak hadiah untuk calon Mertua mempelai Pria.

Putrinya hanya bisa pasrah dengan apa yang dipersiapkan oleh Ibunya untuk dibawa ke Rumah Furkan.

Kakak Thalita, Zeynep, juga sudah bersipa mengenakan gaun merah selutut dengan rambut panjangnya terurai cantik.

"Thalita, Anne... Aku sudah siap! Ayo Kita berangkat ke Rumah Furkan!" ujarnya sembari tersenyum centil

Thalita lebih keheranan lagi.

"Loh, loh.... Abla juga mau ikut?!" tanya Thalita.

Zeynep terkejut dengan pakaian yang dikenakan Thalita dimana Ia hanay memakai hijab hitam, cardigan hitam, dalaman putih dan celana jeans boyfriend.

"Ya Allah Thalita... bagaimana mungkin Kau memakai pakaian sesantai ini saat Kita akan berkunjung ke Mertuamu! Ganti sekarang! Ayo ganti! Kau sangat membuatku ingin sumpah serapah! Ini sangat tak sopan tahu! Belum lagi pakaianmu yang serba hitam itu membuatmu seperti sedang ingin melayat! Benar- benar sudah gila!" umpat Zeynep.

Thalita mengernyitkan dahinya.

Dia yang paling heran melihat kelakuan Ibu dan Kakak tirinya yang sangat kegirangan berkunjung ke calon Mertua bohongannya.

"Aku lebih baik tak jadi pergi saja!"

"Anak kurang ajar Kau malu dengan keluargamu sendiri?! Mentang- mentang dipersunting Seorang Pengusaha kaya, Kau sudah berani memperlakukan Ibu dan Kakakmu seperti ini, Thalita?" Sang Ibu memasang wajah sedih bak di drama- drama Turki.

Zeynep mencoba menenangkan Cansu.

Cansu memegangi dadanya.

"Aku tidak percaya, Putriku sangat malu dengan keluarganya sendiri..." Ia mengurut dada seakan jantungnya berdebar kencang.

Zeynep memeluk Cansu. "Anne, kalau Thalita malu padamu, masih ada Aku yang sangat menyayangimu! Aku tak akan pernah malu memiliki Ibu sepertimu."

"Anne... Bukan begitu... Aku tak pernah malu! Demi Allah Aku sangat menyayangimu dan sangat menghargaimu, Anne. Aku minta maaf jika itu menyakiti hatimu, Anne! Baiklah... Ayo Kita pergi ke Rumah Tuan Furkan."

Zeynep berdeham. "Jangan lupa diganti bajunya menjadi baju yang lebih layak ya Thalita!"

Thalita pun menuruti apa kata Zeynep.

Ia pun berganti memakai baju gamis berwarna ungu dan dipadukan hijab pasmina hitam. Warna hitam harus tetap ada di padanan busananya karena warna tersebut adalah warna kesukaannya.

Mereka bertiga pun pergi ke Rumah Furkan menaiki sebuah taksi yang telah dipesan oleh Zeynep.

**

Furkan sudah bersiap- siap menyambut kedatangan calon Mertuanya di rumahnya.

Hidangan yang sangat lezat dan lengkap khas ala jamuan makan malam Turki telah dipersiapkan oleh koki di rumahnya.

Keluarga Furkan yang kaya raya tentu memiliki banyak pilihan koki ingin memilih masakan seperti apa. Semua bisa terwujud dalam waktu yang sangat cepat.

Furkan membantu Ibunya yang tengah berdandan dengan memilihkan bsana karena Buru sangat senang mendengar pilihan Putranya tersebut dalam masalah fashion.

"Anne, Aku pikir Kau sangat cocok mengenakan gaun biru ini, renda payetnya sangat indah. Kau sangat menawan memakai pakaian ini," puji Furkan.

Burcu tersenyum lebar mendengar pujian dari Sang Putra. "Kau sangat pandai memuji, namun entah mengapa mendengar pujianmu bukan bualan atau gombalan semata! Ayahmu saja tak sepandai Kau dalam masalah memperlakukan wanita, Furkan! Anne benar- benar sangat dimanja apabila di dekatmu. Kau benar- benar Anak yang paling spesial di mata Anne!"

Furkan tersenyum tipis. "Anne, anmungkin karena Anne adalah Ibuku makanya Kau merasa Aku sangat spesial. Aku juga Putramu satu- satunya! Kau hampir lupa?"

"Anne hampir lupa kalau Putra Anne di dunia ini hanya satu! Tapi Anne terkadang sangat iri saat Kau memperlakukan Nine, Kau sepertinya lebih sayang dengan Nine dibading dengan Anne."

"Itu hanya perasaan Anne saja! Aku tentu lebih sayang dengan Anne, Ibu kandungku sendiriq. Namun Nine sangat berjasa karena membantumu membesarkanku, tentu Aaku tak bisa mengabaikan apa yang dilakukan oleh Anne kepadaku."

"Baiklah, Anne mengerti. Kau tak mungkin sampai mengabaikan apa yang dilakukan oleh Nine kepadamu, kan?"

"Anne sudah tahu kan kalau begitu? Berarti tak perlu ya cemburu lagi dengan Nine."

"Putraku ini sangat pandai mengambil hati Anne. Anne sangat mudah tenang jika Kau yang menenangkan."

"Krena memang tak perlu ada yang dikhawatirkan dan diperdebatkan kepada siapa Aku akan lebih sayang." Furkan pun kini pergi ke tempat Neneknya di lantai bawah di pojok kiri, dimana kamar sang Nenek ini dekat dengan taman belakang.

Jendelanya langsung menghadap ke taman di belakang dan sangat sejuk tentunya.

Furkan mengetuk kamar Neneknya. "Nine..."

Sang Nenek pun membuka kunci pintu kamarnya.

"Furkan tentu yang datang, siapa lagi ya memangnya..." Sang Nenek seperti tampak malu- malu kucing.

"Nine, Kau kenapa?"

"Ah tidak kenapa- napa."

"Nine, mau Aku bantu keluar?"

Zubeyde nampak sudah sangat rapi mengenakan gamis coklat dengan motif wajik di bawahnya dengan memakai kerudung khas Turki atau biasa yang disebut Naymaz.

"Nine, Kau benar- benar sangat cantik lho..." puji Furkan.

Zubeyde menyentuh pipi Cucunya.

"Kau harus bersiap ya Furkan... mungkin sesuatu akan segera terjadi... Aku takut jika nanti mungkin Nine sudha tak bisa menemanimu lagi."

Tentu apa yang dikatakan Zubeyde sangat membuat Furkan terkejut.

"Anne, kumohon... jangan melakukan atau berbicara sesuatu yang aneh! Aaku sangat tak mengerti apa yang Kkau maksud! Kumohon supaya Kau tak membuatku khawatir." Furkan balas menyentuh tangan Neneknya.

"Sebelum semuanya terlambat, Kau putuskan saja pertunanganmu ini..."

Jelas bagai kapal berjalan di air yang tenang tiba- tiba tenggelam ataupun bagai hari cerah yang diterpa hujan yang deras.

"Nine, tidak mungkin. Aku tak mengerti mengapa Nine menentang pertunanganku dengan Thalita?"

"Hubunganmu dengan Thalita hanya membawa banyak kemudharatan, Furkan. Nine sangat khawatir jika hal yang Nine takutkan terjadi."

"Hal apa Nine?" Furkan mengernyitkan dahinya.

"Sesuatu yang mungkin tak pernah Kau bayangkan, ini jauh lebih buruk dari apapun.

Tentu Furkan sangat penasaran dengan apa yang dimaksud oleh Neneknya tersebut.

"Nine tahu jika Kau dan Thalita hanya pura- pura saja! Benar, kan?"

Furkan sangat terkejut dengan terkaan sang Nenek yang menjurus ke kebenaran.

"Tidak, Nine. Hayir! Aku..."

Zubeyde memotong pembicaraan Furkan. "Cucuku, Kau tidak bisa membohongi Nenekmu yang sudahq renta ini! Aku tahu mengenai hubungan pura- pura itu. Kau yang ungin mengganti Dilla dengan Thalita, bukan? Namun Kau dengan sengaja membuat perjanjian dengan Thalita. Kau pandai sekali menyembunyikan semuanya, namun Nine sudah tahu lebih dulu."

**

avataravatar
Next chapter