44 44. Dingin

Thalita sontak sangat terkejut dengan jawaban tak terduga dari bibir Fahriye. Ia berusaha menjaga suasana agar tak mejadi canggung.

"Thalita, Kau jangan menganggapnya sebagai sesuatu yang serius ya?"

"Hah maksudnya?" Thalita tak mengerti dengan ucapan Fahriye.

"Aku dan Furkan mungkin memang mantan pacar namun percayalah jika Kami hanya sebatas cinta monyet saat muda, Kami tak pernah menganggap masa pacaran Kami dulu sebagai sesuatu yang serius!" Fahriye menenangkan Thalita.

Batin Thalita. Kalau begitu seharusnya Abla tak usah bilang jika Kau mantannya Tuan Furkan jika sebenarnya tak dianggap, membuat gaduh saja! Loh tunggu dulu, mengapa Aku harus merasa sesuatu yang besar, Aku kenapa peduli Fahriye Abla mantan pacarnya Tuan Furkan atau bukan?

Fahriye ingin mencabut alis Thalita.

"Abla, aku tak mau cukur atau cabut alis." Thalita meringis.

"Baiklah, akan kurapikan saja dengan concealer. Maaf, Aku wtidak fokus, biasanya Aku bertanya apakah ingin dicukur alisnya, kok."

"Iya, Abla. Tidak apa- apa kok."

Fahriye pun hanya menggambar alis Thalita dengan bantuan concealer untuk merapikan alis yang perlu dicover.

Fahriye kini menyapukan eyeshadow ke mata kanan Thalita. Thalita memejamkan kedua matanya. Perpaduan eyeshadow berwarna merah muda dan orange membuat mata Thalita tampak lebih hidup. Warna- warna cool tone dipilih menyesuaikan dengan warna tone kulit dari Thalita yang juga cool tone.

Kemudian setelah selesai dengan eyeshadow, Ia memberikan glitter di inner corner dan di tengah kelopak mata berwarna emas yang shimmernya sangat indah. Tak lupa bagian di bawah ali diberikan highlighter agar menonjolkan tulang alis Thalita. Kemudian tak lupa eyeliner hitam pekat membentuk eye cat tepat di garis mata digambar dengan rapi oleh Fahriye.

"Bulu mata palsu apakah kamu OK?" tanya Fahriye.

"Sebenarnya, enggak, tapi, nggakpapa deh!"

Fahriye tersenyum kecil menanggapi jawaban Thalita.

"Abla, Aku masih syar'i setengah- setengah, jangan mentertawaiku ya!"

Fahriye menyahut dengan lemah lembut. "Aku tahu kok, setiap orang berproses. Aku saja ingin pakai hijab, tapi sampai sekaranqg masih sekedar wacana yang perlu terlaksana."

"Semoga Abla juga cepat berhijab."

"Aamiin ya Allah, kalau pakai hijab itu mudah, tapi istiqomahnya yang susah, sayang," ujar Fahriye sembari terdiam sejenak.

Setelah itu, maskara hitam pekat disapukan ke bulu mata Thalita yang lentik, terakhir barulah bulu mata palsu dengan model yang masih terlihat natural dipasang guna mempercantik tampilan Thalita.

Thalita menatap ke cermin wajahnya yang sudah selesai dirias oleh Fahriye.

"Abla, terima kasih banyak. Aku suka sekali dengan hasil makeup mu ini, demi Allah ini cantik sekali hasilnya. Sangat flawless hasil makeupmu, Abla, masyaAllah!"

"MasyaAllah, terima kasih atas pujiannya Thalita. Kau sudah cantik dari sananya, kulitmu pun juga bagus, effortku mendandanimu juga tak seberapa, Kau cantik ciptaan Allah, sayang."

Thalita tersenyum menatap dirinya sendiri. "Terakhir kali Aku dimakeup MUA itu saat wisuda, sudah empat tahun yang lalu."

"Sudah lama juga ya. Aku senang menjadi MUAmu."

"Aku beberapa kali menjadi bridesmaid tapi selalu makeup sendiri Abla, jujur Aku sangat suka makeup yang temanya natural. Kau seperti bisa membaca mataku dandanan apa yang Aku suka."

"Elhamdulillah. Aku sangat senang jika Kau sangat puas dengan hasilnya. Kini giliran baju dan hijabdo." Fahriye pun bergegas menyiapkan gaun dan hijab yang tepat untuk Thalita.

"Abla, ini sudah lebih dari cukup." Thalita berusaha mencegah Fahriye.

Namun Fahriye sudah menyiapkan semuanya. Sebuah gaun gamis berwarna putih tulang dengan model padanan bahan brokat berwarna emas di setengah roknya yang membuat gaun itu sederhana tapi ada vibes galmournya karena bagian brorder brokat berwarna emasnya. Sedangkan untuk hijab, Fahriye menyiapkan pasmina berwarna kuning mustard yang sangat cocok dipadankan dengan bajunya.

"Ayo ganti bajunya dulu. Seharusnya ini bajunya baju ukuranmu, berapa ukuran gamismu Thalita?"

"Aku pakai ukuran M."

"Kau pakai S pun masih bisa sepertinya."

"Itu akan terlalu ketat, Abla."

"Ah, masa? Coba dulu!"

"Tapi Abla..."

Fahriye sudah menyodorkan baju yang untuk dicoba oleh Thalita.

Thalita pun akhirnya menerimanya dan menuju ke kamar ganti yang letaknya di pjok ruangan bersebelahan dengan toilet.

Thalita menutup gorden kamar gantinya dan membuka rompi luarannya, lalu membuka gamisnya dan mencoba gaun dari Fahriye.

Ia pun meraba bagian bordiran brokat dari gaun tersebut. "Bajunya terlalu cantik." Thalita pun bercermin seluruh badan di cermin yang tingginya lebih tinggi dari dirinya. Ia berputar untuk memastikan kecocokannya dengan gaun tersebut. "Gaunnya terlalu cantik untukku."

Thalita akhirnya keluar dari ruang ganti.

Fahriye pun sangat terkejut melihat Thalita yang keluar dari ruang ganti. Ia tersenyum lebar melihat penampilan Thalita.

"Tuh, apa Aku bilang... Kau sangat cocok dengan gaun itu dan ukuran S masih sangat fit di badanmu."

"Bagian dadaku terlalu menojol, Abla." Thalita meraba bagian payudaranya.

"Aku akan membuat hijabdo yang menutup dada untukmu."

"Terimakasih Abla."

Fahriye pun membantu Thalita membuka hijabnya dan membantu mengikat ulang rambut Thalita.

"Bunnya jangan terlalu ke atas ya Abla," pinta Thalita.

"Iya, sayang. Aku tak akan membuat punuk unta hijabmu." Fahriye pun mengikat pony tail rambut Thalita dengan posisi yang rata dengan kepalanya, seperti request Thalita yang tak ingin ada tonjolan tinggi dibalik hijabnya alias membentuk punuk unta.

Thalita pun mendongak saat Fahriye ingin memasangkan pentul di bawah dagunya.

Seperti janjinya, Fahriye membuat pasminanya panjang sampai mentutup dada Thalita.

Thalita sangat cantik dengan gaya simple pasmina tersebut. Kulit putih, bibir merah muda, hidung mancung, mata besar merupakan standar cantik wajah wanita secara umum.

Thalita pun keluar dari ruang makeup dan menampakan dirinya di depan Furkan.

Furkan tampak sangat terpana melihat Thalita yang sangat berbeda penampilannya.

"Aku tidak salah mempercayaimu Fahriye, Thalita nampak sangat cantik dengan tanganmu."

"Furkan, Aku tak banyak menyentuh Thalita. Tunanganmu ini sudah tercipta dengan sangat cantik, tak perlu banyak yang dirubah."

"Aku sangat tersipu dengan pujian Abla, Abla terlalu melebihkan semuanya. Padahal, semua berkat Abla Aku bisa berpenampilan seperti ini." Thaluat membetulkan hijabnya yang agak naik ke atas agar tetap menutup dada.

"Kalau seperti ini, Kau sudah siap menjadi Nyonya Atagul." Furkan tersenyum menggoda Thalita.

Thalita hanya diam.

"Kalau begitu, Kalian pergi sana! Nanti Kalian telat!"

"Sudah telat! Tidak masalah kok!" ujar Furkan sembari melihat arlojinya dan tersenyum ke arah Thalita.

Thalita mendadak menjadi salah tingkah karena Furkan memandangnya dengan pandangan yang sangat takjub memandangnya.

Ia tak bisa berucap apapun di depan sang tunangan.

Thalita dan Furkan pun bergegas keluar dari Studio makeup Fahriye.

Mereka kini sudah berada di dalam mobil.

Suasanan yang dingin di dalam mobilsemakin terasa karena keduanya tak saling berbicara.

Furkan pun mencoba membuka percakapan.

"Thalita..."

"Tuan..." Thalita juga ikut buka suara.

**

avataravatar
Next chapter