36 36. Kemarahan Dilraba

Thalita sedang berada di antrian terminal keberangkatan internasional Bandara Istanbul. Ia sudah membawa semua koper untuk dibawa pulang ke Indonesia.

Tiba- tiba Furkan sudah berada di belakangnya saat Ia mengantri untuk menaruh koper di bagasi pesawat.

Thalita tentu terkejut karena Furkan berhasil masuk ke dalam terminal keberangkatan padahal hanya yang sudah punya tiket saja yang bisa masuk ke dalam terminal tersebut.

"Tuan, Anda bagaimana bisa masuk kesini?"

Furkan masih ngos- ngosan.

"Itu tidak penting bagaimana Aku bisa disini." Tanpa basa- basi Furkan meraih pergelangan tangan Thalita. "Thalita... Nineku sedang dalam keadan kritis..."

Thalita kebingungan. "Tuan lepaskan..."

"Kumohon Thalita..."

Thalita merasa tak enak dilihat banyak orang di bandara. "Iya, Aku akajn mengikutimu tapi kumohon lepaskan tanganku."

Furkan pun melunak.

"Thalita, Aku tahu... Aku sangat sombong dan congkak, Aku tahu jika Aku salah karena menganggap bisa membelimu dengan uang yang kupunya namun Aku sadar jika seharusnya Aku bersikap lebih baik kepadamu." Furkan menatap Thalita.

"Saya tahu Tuan... Saya juga salah, Saya sendiri bisa menjual harga diri saya dengan ratusan juta lira. Namun Saya ingin memperbaiki kesalahan Saya yang dulu. Saya akan ikut Tuan menjenguk Zubeyde Nine namun Saya tak bisa ikut bersandiwara dengan Anda lagi. Saya janji akan mengembalikan sisa uang yang telah Saya pinjam. Saya tak akan kabur."

Furkan menggeleng. "Thalita, dengar dulu... Saya tak meminta Kau menjadi istri palsu ataupun istri kontrak, Aku benar- benar ingin Kau menjadi istriku. Semua perjanjian bisa diatur ulang tapi Aku janji ini bukn sekedar pernikahan kontrak semata."

Thalita terkejut. "Ini pasti hanya permainan Anda kan?"

"Nenekku sudah sesekarat ini kau anggap aku masih bisa bercanda? Aku masih punya hati dan nurani. Dua orang yang paling kusayangi di dunia ini adalah Nenek dan Ibuku. Mereka dua adalah wanita yang paling kuhormati sepanjang hidupku."

Thalita menatap balik Furkan dengan wajah yang tak bisa biasa saja. Batinnya. Apa aku terlalu murahan dan gampangan jika sampai Aku menerima Tuan Furkan? Ya Allah, Aku tidak ingin hidup dengan mempermainkan pernikahan, Aku juga ingin hidup bahagia layaknya wanita lain, apakah Tuan Furkan benar jodoh yang telah Kau tentukan untukku?

Furkan masih menunggu Thalita menjawab pertanyaannya.

"Tuan, Saya akan pertimbangkan lagi."

"Tidak ada waktu untuk itu, Thalita."

Furkan seperti ingin agar Thalita menerimanya dengan segenap hatinya.

"Baik Tuan... Saya akan menerimanya, jujur Saya menerima ini karena Zubeyde Nine." Thalita menatap Furkan dengan tajam.

Furkan pun tersenyum menyambut keputusan Thalita.

**

Sekarang Thalita dan Furkan telah tiba di Rumah Sakit Nisantasi dimana tempat Zubeyde dirawat.

Mereka pun naik ke lantai 4.

Akhirnya mereka pun sudah ada di dalam ruang rawat Zubeyde. Di ruang rawat VVIP tersebut, Zubeyde ditunggui oleh Burcu.

"Furkan..."

"Anne... Aku membawa Thalita."

Burcu tersnyum.

"Elhamdulillah, Tesekkkur ederim Thalita..." Ia menggenggam tangan Thalita. "Ayo sini beri salam kepada Zubeyde Nine dulu."

Thalita merasa prihatin melihat keadaan Zubeyde yang mana selang terpasang di hidungnya.

"Ya Allah, Zubeyde Nine... Saya benar- benar tak menyangka Nine bisa terbaring seperti ini." Ia mengeluarkan air mata.

"Thalita... Nine adalah orang yang sangat kusayangi dan kuhargai sepanjang hidupku. Aku sama sekali tak pernah membantah ucapan Nine karena Nine jugalah yang membesarkan Aku dari Kecil. Aku tak mau jadi anak durhaka." Furkan menatap Thalita lalau bergantian menatap Zubeyde.

Thalita pun mencium tangan Zubeyde yang terpasang selang infus. "Maafkan Thalita ya Nine... Thalita mau Nine cepat sembuh." Ia pun menitikan air matanya dan jatuh ke punggung tangan Zubeyde.

Tangan Zubeyde tiba- tiba bergerak.

"Nine... ini tangan Nine..." Thalita terkejut.

Burcu juga melihat pergerakan tangan Zubeyde. "Furkan, cepat panggilkan suster."

Furkan pun dengan sigap memanggil sang Suster.

Tak lama Sang Suster pun datang. Ia mengecek infus dan kondisi terkini Zubeyde.

"Suster... Ibu mertua Saya apakah sudah membaik?" tanya Burcu khawatir.

"Syukur ya Nyonya... Nyonya Zubeyde sudah lebih baik keadaannya, semoga saja akan terus stabil seperti ini."

Sang Suster pun pamit untuK pergi.

"Thalita, Katakan saja Kau mau berapa agar Kau mau dipersunting oleh Furkan?!" ujar Burcu.

Furkan terkejut. "Anne... jangan bicara seperti itu, apalagi ini ada Nine yang sedang koma. Anne bicara apa sih?"

"Furkan, kau kan juga tahu... Thalita ini hanya akan jadi istri kontrakmu." Burcu menyipitkan matanya mengarah kepada Furkan.

"Maaf Nyonya Burcu, kemarin—kemarin mungkin Saya tampak seperti wanita yang tak memiliki harga diri namun kini Saya ingin memperbaiki kesalahan Saya itu, Saya tak mau menggadaikan harga diri Saya demi uang lagi."

Burcu terkejut. "Thalita, Kau mau apa jadinya? Katakan! Aku tak mengerti soal harga diri yang ingin kau jaga padahal sudah jelas- jelas kau sudah menjualnya demi sepeser lira."

Thalita pun tersinggung karena Burcu seakan- akan tak menghargainya. "Terserah Anda Nyonya! Saya pamit dulu Nyonya, Tuan Furkan..."

Thalita pun membawa kopernya dan bergegas keluar dari ruang rawat Zubeyde.

"Anne, asal Anne tahu ya... Aku susah payah mambujuk Thalita agar mau kesini, tapi Anne malah membuatnya pergi dengan mudah. Sia- sia usahaku membujuknya!" Furkan pun pergi mengejar Thalita.

"Furkan..." Burcu merasa kesal karena Furkan yang terlalu mengambil hati apa yang dipikirkan Thalita.

Batin Burcu. Furkan tak boleh benar- benar jatuh hati kepada Thalita, ini hanya permainan saja, akan terlalu bahaya jika Furkan benar- benar jatuh hati dengan Thalita.

Diam- diam ternyata Zubeyde baru saja sadar. Ia mendengar percakapan antara Furkan dan Burcu.

**

Dilraba datang menemui Yusuf di markas Nato yang letaknya masih di Distrik Besiktas, tepatnya di Jalan Akatlar, berdampingan dengan Gedung Kedubes Azerbaijan.

Ia pun mengajak Yusuf untuk makan siang bersama.

"Jadi kapan Kau mau melepaskan Dilla?" pertanyaan Dilraba sontak mencengangkan Yusuf.

"Dilraba, kau ini bilang apa?"

"Aku dihubungi oleh orang tua dan Kakak Dilla, mereka sangat khawatir dengan keadaan Dilla yang sekarang. Mereka bahkan mau menjemput Dilla dan membawanya pulang ke Inggris."

"Dilraba, Kepolisian Turki memiliki aturannya masing- massing. Kini Dilla masih dalam penahanan karena mereka masih butuh kesaksian Dilla. Aku pun tak ingin menahan lama- lama Orang yang tak terbukti bersalah." Yusuf menegaskan.

Dilraba mendesis. "Aku juga tahu kok bagaimana prosedur yang berlaku di kepolisian, kalau jelas- jelas tak bersalah ya harus dilepaskan segera! Lalu kenapa Aku juga tak diperbolehkan menjenguk Dilla? Bukankah ini terlalu aneh?"

"Aku janji akan mengurus ini dengan cepat. Aku juga tak bermaksud membuat Dilla lama di tahanan. Sabar ya Dilraba!"

Batin Dilraba. Aku akan membuat sesuatu yang tak bisa dilupakan oleh Keluarga Tuan Furkan Atagul, bisa- bisnya Ia tak membantu Dilla yang kini sedang dalam kesusahan. Aku tak terima kalian membuangku dan Dilla begitu saja.

**

avataravatar
Next chapter