34 34. Apa ini?

Furkan sedang makan malam di rumah Furkan bersama keluarga besar Furkan termasuk disitu ada Nenek Zubeyde. Tak lupa tungangan Furkan, Dilla juga hadir di acara makan malam tersebut.

"Terimakasih atas jamuan makan malam dari Keluarga Atagul." Dilla tersenyum sumringah mengucapkan rasa terimakasihnya.

"Kau yang benar saja Dilla..." Zubeyde menyela seketika Dilla. "Kau ini adalah menantu keluarga ini, tentu harus duduk bersama di perjamuan makan malam ini."

Dilla hanya tersenyum.

"Kuharap kau betah ya di keluarga ini!" ujar Zubeyde.

"Saya juga ingin sekali betah dan membuat Zubeyde Nine terus bahagia..." ujar Dilla.

Yusuf tersenyum. "Aku sebagai cucumu juga akan selalu membuatmu bahagia Nine... yang bisa membahagiakanmu bukan hanya calon menantumu."

Dilla hanya tersenyum malu- malu.

Mereka pun melanjutkan makan malam.

Setelah selesai makan malam, Dilla menikmati pemandangan indah di belakang rumah Atagul yang megah. Terdapat taman dengan aneka bunga yang cantik disana.

Dilla takjub karena terdapat bunga tulp juga yang menjadi salah satu koleks di taman tersebut.

"Cantik sekali tulipnya!" Dilla ingin menggapai tulip itu.

Furkan hanya menemani Dilla di sampingnya.

Furkan nampak sangat kikuk dan sedang diluputi rasa gelisah.

Dilla memperhatikan gerak- gerik Furkan. "Tuan Furkan Anda kenapa?"

Furkan memegang lehernya. "Tidak, aku tidak kenapa- kenapa!"

Dilla tergelak. "Lalu kenapa kau tampak gelisah dan mimik wajahmu itu tak bisa berbohong!"

"Benarkah?"

Dilla pun beranjak dari tempatnya dan menuju ke tanaman yang lain. Saatu tanaman yang sangat diperhatikannya apalag kalau bukan bunga mawar.

Dilla pun memegang batang mawar tersebut.

"A..." sotak jari Dilla pun berdarah akibat tusukan duri di jari telunjuk kanannya.

"Dilla..." Furkan hendak membantu. "Tanganmu.."

"Tidak usah!"

"Sini biar kusesapi darahnya!"

Dilla menolak. "Aku bisa sendiri!" Dilla pun menggenggam jarinya yang berdarah.

"Aku ambilkan obat merah ya!"

"O..." Dilla menurut.

Ia pun duduk di bangku taman sembari menunggu Furkan mengambil kotak P3Knya.

Tak lama Furkan pun datang membawa kotak P3K.

Ia pun menarik tangan Dilla.

"Kamu sih ga hati- hati!" ujar Furkan.

"Tuan apakah anda tahu kenapa saya bisa terluka?"

"Kamu mau gombalin saya ya?!" tuding Furkan.

Dilla hanya tertawa tergelak.

"Secantik- cantiknya sesuatu, dia menyimpan kekuatannya sendiri tanpa ada orang yang lain tahu. Begitu juga dengan wanita."

"Kau menyamakan wanita sama dengan mawar maksudnya?"

"Tidak lah!"

"Ini hanya majas sebagian, tidak semua wanita punya senjata yang tersembunyi, melainkan ada yang senjatanya terang- terangan terlihat!"

"Kata-katamu ambigu sekali Dilla...."

"Aku hanya bergurau, kau tak usah masukin ke hati!"

"Berbicara denganku tak bisa hanya asal bergurau loh!" ujar Furkan.

"Aku harus memilih kata- kata dengan diksi setepat mungkin begitu maksudnya?"

"Aku sebegitu bodohnya kah sampai tak bisa mengerti kau bicara tentang apa sehingga kau harus pilah- pilih diksi?" protes Furkan.

Furkan membalut tangan Dilla dengan plester. "Begini sudah bisa?"

"Lumayan!" ujar Dilla sembari melihat ke arah tanganbnya dan memutar tangannya ke kiri dan ke kanan. "Lanjut yang tadi, kau pikir memilih diksi yang tepat tujuannya hanya agar manusia yang mendengar mengerti penjelasannya semata?"

"Sudah jelaskan saja padaku! Kau kan anak sastra, aku tidak pernah tahu bagaimana bersikap puitis selayaknya anak sastra!"

Dilla terkekeh. "Puitis tidak bisa, tapi memberikan janji- janji manis adalah jaginya. Iya kan? Dengar Ya Tuan... Asal kau tahu jika aku mungkin nampak lemah, nampak selalu menuruti semua kemauan Orang tuaku, tidak bisa mengambil keputusan berdasarkan diriku sendiri. Tapi dibalik semua itu Aku tak segampangan itu... Aku tak peduli jika kau mencintaiku atau tidak, tapi aku akan menikah hanya karena orang tuaku, aku hanya ingin menuruti mereka..."

"Dilla, kau sepertinya menganggp pernikahan Kita itu hal yang serius ya?" tanya Furkan.

"Ma... Maksud Tuan?"

"Aku sampai sekarang sejujurnya belum sama sekali berniat menikah."

"Aku tahu kok! Kau kan dicap playboy casanova yang sering mempermainkan hati wanita!" ujar Dilla ketus.

"Bukan begitu..." Furkan nampak tak suka dengan kata- kata Dilla.

Furkan memasang wajah serius. "Kita tak akan benar- benar menikah! Aku hanya ingin kita nikah kontrak saja! "

Dilla terperangah. "Maksud Anda?"

"Aku akan memperbaiki hubunganku dengan Dilraba. Aku menganggap jia Dilrab adalah yabg paling cocok denganku diantara semua wabnita yang aku kenal dan sudah kupacari!"

Dilla terkejut. "Tuan... kau bisa pacari siapapun wanita di dunia ini, tapi kumohon jangan Dilraba! Aku tak bisa membiarkanmu menghancurkannya!" Dilla memohon.

"Aku menghancurkan Dilraba?" Furkan memincingkan matanya. "Bukannya yang menghancurkannya adalah Kau? Sahabatnya sendiri!" Furkan menatap Dilla dengan wajah penuh kepuasan karena spertinya Dilla merasa tersindir.

"Aku?"

"Sudahlah Dilla... tidak usah pura- pura! Kau sebenarnya tidak benar- bnar menyayangi Dilraba kan?"

Dilla pun sangat syok.

Tiba- tiba seseorang muncul dari belakang Furkan.

"Selamat malam... apakah Anda yang bernama Nona Adilla Murray?"

Furkan seperti mengenali suara itu. Ia pun membalikan badannya. "Yu... Yusuf..."

Dilla pun menjawabnya. "Saya Adilla Murray!"

"Nona, Kami ingin memawa anda ke kantor Kepolisian Turki. Furkan Abi, boleh saya bawa tunanganmu sebentar?" tanya Yusuf.

"Loh loh loh... ada masalah apa sebenarnay?" Furkan sangat keheranan dan terkejut bukan main.

"Ini soal kasus teror di depan Stadion Istanbul. Apa benar Anda sepupu dari Almarhum Tuan Richard White?"

"Iya benar."

"Anda tahu kan jika Tuan Richard White adalah tersangka pengeboman tersebut?"

Furkan terkejut mendengar pernyataan Yusuf. "Loh maksudmu apa Yusuf?"

"Furkan Abi... biarkan aku membawa tunanganmu ini!"

Dilla pun mengangguk. "Aku akan pergi bersamamu."

Tiba- tiba Nenek Zubeyde datang. "Furkan, ada apa ini sebenarnya? Kenapa bisa ada Polisi di rumah kita?"

Zubeyde menatap Yusuf. "Loh, ada Yusuf juga ternyata disini."

"Nine... Salamun Aleykum."

"Aleykum Salam."

"Nine, aku ada perlu dengan Dilla sehingga..."

"Perlu apa? Kenapa? Masalahnya ada apa?"

Furkan menyenggol kaki Yusuf. "Jangan singgung soal teroris."

Yusuf mengangguk. "Ada kejadian pencurian, kebetulan Dilla menjadi saksinya. Jadi aku perlu penjelasannya di kantor polisi."

"Benarkah?"

Burcu dan Karem juga ikut ke taman belakang.

"Dilla benarkah yang dikatakan..." Burcu tiba- tiba menyambar.

Furkan langsung memotong ucapan sang Ibu. "Anne... Dilla hanya sebentar kok ke kantor Polisi. Dia hanya jadi saksi saja, iyakan Yusuf?"

Yusuf mengangguk.

Dilla pun ikut Yusuf ke kantor polisi.

**

Thalita sedang menunggu di Terminal keberangkatan luar negri Bandara Istanbul.

Ia pun terus melihat jamnya. "Kapan dibuka sih?" gumamnya.

Dilla sudah gelisah karena belum juga diperiksa tiketnya. Ia akan segera pulang ke Indonesai jam 2 siang ini.

Tiba- tiba seseorang menepuk pundak Thalita.

"Tessekur... Syukurlah masih ada waktu!"

Thalita terkejut melihat orang yang menghampirinya. Ia keheranan melihat orang tersebut. "Tu... Tuan.."

**

avataravatar
Next chapter