28 28. Suara Ledakan

"Dilraba, asal kau tahu jika itu bukan keinginanku. Aku dan Thalita dijodohkan." Furkan memeluk bahu Dilraba dari belakang.

"Aku benar- benar kecewa jika hubungan kita berakhir secepat ini." Furkan menyilangkan tangannya di dada. Angin meniup rambutnya hingga rambut panjangnya yang hitam legam melambai.

Furkan membelai rambut Dilraba. "Aku tak akan menikahi Thalita, percayalah padaku!"

Batin Furkan. Mungkin aku bukan menikah dengan Thalita, namun seseorang yang merupakan sahabatmu sendir yang haus kuwaspadai.

Dilraba masih memasang wajah ketus. "Aku tidak bisa membiarkan ANDA MENIKAHI WANITA LAIN, TUAN!" ujarnya. Dilraba menggeleng sedih.

"Aku tahu jika ini akan membuatmu sedih namun aku janji jika kau harus menungguku sementara.

"Anda janji akan putus dengan wanita itu?"

Dilraba menyipitkan matanya.

"Aku tak pernah ada hubungan apa pun dengan dia! Aku janji tidak akan menikahi wanita yang akan dijodohkan denganku karena sekarang ini satu- satunya wanita yang kulihat di depanku adalah dirimu seorang Dilraba..." Furkan lagi- lagi meyakinkan Dilraba.

Dilraba pun melpaskan nafas panjang. "Baiklah, aku percaya padamu namun kau tak tahu betapa aku sangat khawatir dengan semua itu? Aku takut kau akan jatuh cinta dengan wanita itu. Aku takut jika kau akan benar- benar jatuh cinta..."

"Hayir! Tidak akan mungkin itu terjadi!"

Batin Furkan. Semuanya ini hanya permainan semata.

Dilraba pun memeluk Furkan erat. Ia memegang pinggang Furkan.

"Tuan, Tuan harus janji tak akan melepaskan aku. Tuan janji harus terus berada di didiku. Aku mencintai Tuan..."

Furkan tersenyum, Ia mencium rambut Dilraba. "Askim, saya janji akan mencintaimu dengan sepenuh hati saya!"

Dilraba pun merasa lega karena janji dari Furkan.

**

Dilla masuk ke masjid Ahmet Besiktas. Ia sholat.

Selesai Sholat, Ia memanjatkan doanya.

"Ya Allah, berikan aku kekuatan dalam meghadapi cobaan ini. Berikan aku jalan keluar dari perjodohan yang tak kuinginkan ini, Aku mohon supaya perjodohan ini cepat berakhir, aku tak mu ada hati yang terluka karena perjodohan ini. Aku mohon Kau bukakan hati dan mata Orang Tuaku jika perjdohan ini tak seharusnya terjadi. Aku mohon berikan aku kemudahan dalam menghadapi mssalah ini."

"Aamiin."

Suaranya lirih, sayu- sayu.

Ia pun mengakhiri doanya dengan sujud terakhir.

Dilla pun merapikan hijabnya kembali dan berkaca dengan cushionnya yang Ia simpan di tas kecilnya.

Wajahnya yang putih, bola matanya yang coklat olive, bulu matanya yang lentik, serta hidungnya yang mancung, serta bentuk wajanya yang oval dengan pipi yang sedikit chubby menampakan sosok wajah innocent yang sendu.

Ia berjalan sendiri menuju sebuah Taman yang ada di alun- alun Besiktas.

Taman yang cantik dimana bunga Tulip masih tampak mekar.

Ia pun duduk di sebuah bangku taman sembari membca buku. Ia mengeluarkan sebuah buku yang berjdul "Perjalanan Dua Hati"

Ia membaca buku tersebut ditemani semilir angin yang berhembus.

Tiba- tiba seseorang duduk di sebelah Dilla.

Dilla tak memperhatikan Orang yang duduk di sebelahnay tersebut.

Pria tersebut menengok ke Dilla yang masih asyik membaca.

"Nona Dilla..."

Dilla pun tertegun mengetahui namanya dipanggil.

Ia pun menoleh. Seketika Ia terkejut.

"Ji Inwoo Sajangnim..."

"Anyeonghaseyo, Dilla-ssi..." sapa Inwoo santai dan dengan diliputi senyum yang lebar.

"A... Anyeonghaseyo... An... Anda bagaimana bisa disini?"

"Saya senang bisa bertemu denganmu Dilla-ssi di tempat yang secantik ini."

Ji Inwoo adalah CEO dari Cheonsa CO,Ltd. Perusahaan tersebut adalah Perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur jaringan dan juga perushaana yang menjual berbagai macam perangkat Hardware dan Software IT.

"Tuan Inwoo, Anda mengikuti saya?" Dilla langsung menuduh. "Sejak kapan Anda menguntit saya?" kedua bola matanya mengarah ke sudut tengah batag hidungnya.

Inwoo tergelak. "Kau sedang puasa kan? Sebaiknya tak langsung berprasangka buruk dulu dengan seseorang."

Dilla pun menarik nafas panjang. "Ne... Saya sedang puasa."

"Saya juga sedang puasa."

"An... Anda puasa?" Dilla terkejut.

"Hanya mencoba- coba saja, tidak boleh kah?"

"Boleh, kalau kau kuat boleh- boleh saja!"

"Lelah juga rasanya puasa 15 jam, hebat sekali kalian yang memutuskan puasa. Aku acungi jempol dengan kekuatan kalian!"

"Anda katakan, mau apa Anda mengikuti saya sampai sini?"

"Esensi puasa bukannya harus bisa menahan hawa nafsu ya termasuk menahan amarah?" Inwoo tersenyum kembali. "Sabar dulu Dilla-ssi!"

"Ma... Maaf... Saya tahu saya salah karena hampir emosi, saya hanya tak suka diikuti. Maafkan saya Tuan!"

Batin Dilla. Tuan Inwoo tahu dari mana jika puasa itu bukan hanya sekedar menahan lapar dan haus saja? Dia beneran puasa? Apa dia sedang mempelajari Islam? Mungkin...

"Tidak apa- apa... semenjak tinggal di Turki saya tertarik mempelajari Orang Turki termasuk agama yang mereka anut. Kembaran saya juga kebetulan tinggal di Negara yang mayoritas Islam juga seperti Turki, Ia terlebih dahulu yang tertarik dengan Islam daripada saya karena Ia sudah 5 tahun tinggal di negara tersebut sedangkan saya baru tertarik dengan Islam beberapa bulan ini karena saya di Turki."

"Tuan mau mepelajari Islam?"

"Hanya penasaran saja! Saya suak belajar hal- hal baru! Keunyang... (hanya itu)!" Inwoo mengangkay kedua bahunya santai.

Dilla mengangguk. "O..."

Inwoo mengeluarkan sebuah berkas dari punggungnya yang sudah daritadi Ia sandari.

Ia menyerahkan berkas tersebut kepada Dilla.

"Ini Cvmu bukan?" tanyan sembari meletakannya di pangkuan Dilla,

Dilla pun terkejut. "Loh... ini..." Dilla mengambil berkasnya.

"Kau lupa pasti jika terjatuh?"

"maksud Anda?" Dilla memincingkan matanya.

"Aku menemukannya di tempat sampah di depan Kantor Kedubes Korea. Aku memanggilmu namun kau tak menoleh dan kau sudah berjalan cukup hingga halte bus dan aku harus mengejarmu dengan bus selnjutnya. Lalu aku melihatmu berhenti di Halte Bus Oseze. Tapi saat kau akan kudekati, kau sudah keburu masuk Masjid. Sampai Aku pun mengikutimu masuk masjid, namun aku baru tahu ternyata bagian wanita dan pria dipisah sehingga aku tak bisa melihatu dan menunggumu keluar, akhrnya aku menunggumu di luar masjid. Dan kau pun berjalan sampai ke taman ini."

Inwoo suka sekali menjelaskan panjang.

Dilla menahan tawa. "Tuan, jangan repot- repot.... Ini bukan orang yang membuangnya, saya sendiri yang membuangnya."

"Loh kenapa kau membuang Cvmu sendiri?" Inwoo keheranan.

Dila pun terdiam sejenak. "Sudahlah Tuan, sini biar saya buang lagi. Kenapa sih Anda mau repot- repot memungut berkas ini dari tempat sampah?"

"Karena pas sekali aku melihat fotomu. Lagipula kenapa dibuang? Kau mau melamar kerja di kedubes Korea kan?"

"Iya... aku sudah memasukannya lewat email kok... Itu cukup, aku tak perlu mengirim lagi ke kantornya."

Batin Dilla. A, Tuan Inwoo repot sekali jadinya...

"A... chinjayo (benarkah)?"

"O...."

"Semoga kau bisa mndapatkan pekerjaan yang kau mau ya!" Inwoo menyemangati.

"Ne, kamsahamnida."

"Anyway, apakah kau bisa buka puasa denganku hari ini?"

Dilla membelalakan matanya. "Yang benar saja? Anda mengajak saya?"

"Sekalian Kau jadi tutor Bahasa Turkiku!"

Dilla pun memandang Inwoo.

"Anda mau mengajak kemana?"

"Kita mencari makanan buka puasa di dekat Stadion Istanbul bagaimana?" ajak Inwoo.

**

Yusuf sedang mempersiapkn barisan protokol yang akan mengawal sang Ayah untuk melakukan kampanyae di Stadion Istanbul.

Kini semua sudah siap, Mereka pun berangkan dengan diiringi banyak mobil penjagaan.

Yusuf memakai baju serba hitam dan juga kacamata hiitam.

Ia berkoordinasi dengan para polisi yang melakukan penjagaan terhadap kampanye Sang Ayah tesebut.

Ia pun kini sudah tiba di Stadiun Istanbul dan mengawal Sang Ayah.

Warga Turki pendukung Mansur Gul sudah berkumpul ramai di Stadiun tersebut menanti kedatangan Mansur Gul.

Teriak- teriakan, terompet nyaring mengiringi kedatangan Mansur Gul.

Mansur pun keluar mobil, lalu berjalan ke panggung yng telah disediakan, seperti biasa Yusuf ikut mengawal Sang Ayah.

Mansur pun sudah ada di panggung yang disediakan.

"Selamat sore semua..." Mansur menyapa semua warga Turki pendukungnya.

Yusuf sudah memastikan jika tak akan ada orang yang lolos dalam pengecekan di stadion tersebut sehingga Ia yakin tak akan membatalkan Sang Ayah di Stadion tesebut.

Saat di tengah- tengah kampanye, dari luar stadion terdengar suara ledakan yang asalnya dari luar stadion

**

avataravatar
Next chapter