25 -25- Senyum Zubeyde

Thalita pun mengurungkan niatnya untuk curhat ke Rayhan. Ia sadar jika semua itu adalahq urusannya kini. Ia juga ingin memberitahu Rayhan jika Rayhan tidak boleh menceritakan aib rumah tangganya. Ia harus bisa menjaga martabat sang Istri serta harus bia menutup aib apa pun dari Istrinya karena kini mereka telah menikah dan seharusnya memang tidak boleh ada aib yang dibuka ke siapapun.

Thalita sadar jika memang menikah itu bukanlah hal yang mudah oleh karena itu Ia yakin jika dirinya menikah tidak bisa dengan orang sembarangan yang tak Ia tahu seperti apa sifat irang tersebut.

Thalita yakin jika Ia mungkin tidak boleh jatuh cinta kepada Furkan. Kenapa? Karena Furkan bukanlah Pria yang termasuk ke dalam kriterianya. Ia selalu ingat pesan Sang Ayah jika melihat Pria haruslah melihat agamanya.

Ia tidak bisa mengikuti gaya hidup Furkan yang kelewat bebas seperti ini, maka Ia sebaiknya harus bisa menahan perasaanya kepada Furkan dan mencoba melupakan dan mengubur perasaan ini sebelum nantinya menjadi semakin subur dan mekar.

Akan jadi masalah baru jika Thalita beneran menyukai Furkan.

Pikiran Thalita mengambang kemana- mana. Ini semua sangat tak karuan, Ia semakin lama semakin merasa sesak apabila memikirkannya.

Ia pun beranjak dari kasurnya dan mengambil wudhu.

**

"Dilraba, kau benar telah berkencan dengan Tuan Furkan?" tanya Dilla sinis.

Dilraba Terkejut. "Ka... Kau tahu dari mana?"

"Dilraba, tolong berhenti... Tuan Furkan ituu tak mungkin..." Dilla ingin sekali memberitahukan perjodohan dirinya dengan Furkan.

"Tak Mungkin apa?" Dilraba menatap sahabatnya sinis.

"Pokoknya kumohon lupakan saja Tuan Furkan... Aku tahu bagaimana Tuan Furkan, Ia hanya senang mempermainkan wanita. Aku tak yakin jika Dia akan serius padamu."

"Aku rasa kau tak tahu apa- apa... ku yakin Tuan Furkan sduah berubah! Kau tak usah mengada- ada dengan pengetahuan minimmu tentang Tuan FURKAN!" Dilraba naik pitam.

Dilla pun tak ingin mengumbar emosinya. Ini akan berakhir sia- sia jika sampai dia mengekang Sahabatnya tersebut untuk putus dengan Furkan. Dilla juga tak ingin Dilraba sampai sekit hati apabila nanti diputusin oleh Furkan.

Ia pun harus sabar dengan keadaan ini. Semuanya harus dihadapi dengan kepala dingin, tak bisa Ia ujuk- ujuk begitu saja.

"Dilraba, maaf telah membuatmu marah, sungguh aku tak ingin persahabatan kita menjadi renggang karena hal sepele seperti ini."

Dilraba terdiam. Ia pun beranjak dari tempat duduknya dan bersikap tak acuh kepada Dilla.

Dilla pun menerima saja sikap dingin Dilraba.

Ia masuk ke kamarnya sendiri dan membuka beberapa web pencarian kerja. Ia harus mencari kerja lagi, bahkan kalau bisa Ia mungkin ingin pindah saja ke negara lain karena Ia sudah merasa jika Ia tak bisa lama- lama lagi di Turki.

Jiwa petualang Dilla tak pernah akan luntur sampai kapan pun.

Dilla pun melihat adanya lowongan pekerjaan di Kedubes Korea di Turki sebagai penerjemah Bahasa Korea. Ia pun memutuskan memasukan lowongan pekerjaanya ke kedubes Korea tersebut.

**

Ayah Furkan adalah salah satu pendukung Partai Republik, yaitu Partai yang menjadi naungan Ayah Yusuf. Ia berencana membuat kampanye besar- besaran dan Furkan juga ikut membantu Ayahnya tersebut.

Walau bagaimana pun Halloturk merupakan perusahaan seluler ternama di Turki sehingga Ia pun harus bisa melakukan kampaya secara terselubung.

Namun tentunya hal tersebut tidaklah mudah untuk melakukan kampanye tersebut.

Furkan pun meetng dengan bagian marketing perusahaannya. Mereka pun akan membuat iklan baru untuk melakukan kampanya terselubung Om Furkan tersebut.

**

Di Kantor imigrasi Turki yang terletak di tengah Kota Istanbul, Thalita sedang mengurus dokumen imigrasinya.

"Terima kasih Pak atas bantuannya."

Thalita pun sudah selesai dengan urusannya.

Seorang Pria melihat Thalita.

Ia terkejut.

"Anda lagi!" Thalita menyipitkan matanya.

"Kenapa denganku?"

"Tuan Yusuf..."

"Jangan panggil aku dengan sebutan Tuan!"

"Lantas?"

"Panggil Yusuf saja!"

Thalita pun menganggakt alisnya. "Baiklah, Yusuf!"

"Aku baru saja mengurus sesuatu disini, kau mau ke kantor lagi? Mau kuantar ke Halloturk?"

"Kau ini..." Thalita pun menolaknya. "Trimakasih Yusuf, aku bisa pergi sendiri! Aku terlalu sering menerima bantuanmu!"

"Aku pergi ya!" Thalita pun berjalan cepat.

"Tha... Thalita, tunggu!" Yusuf pun berjalan cepat mengejar Thalita juga.

Tiba- tiba Ia melihat Thalita dijemput oleh seseorang yang mobilnya Ia kenal.

"Furkan Abi?" gumam Yusuf.

Thalita pun naik ke mobil Furkan.

Yusuf hanya keheranan. "Benarkah Thalita dan Furkan Abi tak punya hubungan apa- apa?"

**

Akhirnya waktu yang ditunggu- tunggu pun datang juga.

Furkan dan Burcu akan mengenalkan Thalita kepada Zubeyde dan Karem.

Thalita pun sudah berdandan cantik dengan mengenakan dress putih dipadu dengan pasmina mocca, tak lupa riasan manis sederhana di wajahnya.

Thalita pun kini sudah ada di meja makan Rumah Furkan.

Karem melihat Thalita dengan takjub dan tak menyangka akan pilihan Istrinya tersebut mengenai siapa yang akan menjadi calon Furkan.

"Kau serius ini calonnya Furkan?" Kkarem geleng- geleng.

"Kau pikir aku bercanda?" Burcu tersenyum puas.

"Iya ini adalah sesuatu yang membuatku suprise!" ujar Karem dengan melihat ke arah Thalita.

"Maaf Tuan Karem Atagul... Saya adalah Thalita Assegaf, saya berasal dari Indonesia."

"Thalita, kau ini sepertinya memang ditakdirkan untuk Furkan! Aku bisa melihat, kau mirip dengan Furkan!"

Burcu tersenyum.

Zubeyde pun turun dari lantai atas dan menuju meja makan.

Begitu melihat ZUBEYDE, Thalita pun konon langsung berdiri.

"Selamat malam Nyonya Zubeyde!" Ia pun menyapa.

Zubeyde pun langsung duduk di meja makan.

"Kau yang bernama Thalita Assegaf?"

"Benar Nyonya."

"Ayahmu benar Gubernur Jakarta?"

Thalita pun mengangguk. "Benar, Nyonya!"

Zubeyde sangat pemilih, Ia mau calon menantunya berasal dari keluarga orang terpandang.

"Ibumu asalnya dari Konya ya kudengar?"

"Iya benar Nyonya."

Akhirnya mereka pun memulai makan malamnya.

Zubeyde banyak berbincang dengan Thalita.

Bagaimana pun Zubeyde terkesan dengan ucapan Thalita, tutur kata yang lembut, semua gerak- geriknya sangat menggambarkan wanita yang mempunyai tata krama, serta berpendidikan.

"Thalita, saya mau tanya satu hal." Zubeyde tersenyum lebar.

"Iya, Nyonya. Saya akan menjawab semampu saya."

"Saya mau... bercakap dengan orang tua kamu, boleh?"

Thalita pun mendadak terkejut.

"Nyo.. Nyonya ingin bercakap dengan orang tua saya?"

"Iya... Saya ingin tahu Ayah, Ibu kamu. Kudengar kan kaqu tinggal hanya dengan Ibumu kan di Istanbul?"

Thalita pun mengernyitikan dahinya.

"Iya saya memang tinggal hanya dengan Keluarga Ibu saya disini."

"Bisa video call saja dengan Ayahmu?" tanya Zubeyde.

Furkan pun mencari cara untuk menyelamatkan Thalita. "Nine, saya pikir kalau kita vudeo call Ayahnya Thalita sekarang bukanlah waktu yang tepat, perbedaan wakti Turki dan Indonesia kan 8 jam Nine. Kalau kita teleon sekarang pasti sedang sibuk- sibuknya Ayahnya Thalita!"

Zubeyde pun menatap Furkan. "Kau benar juga Furkan."

Thalita pun bernafas lega.

"Jujur ya Nak Thalita, saya menyukaimu namun saya juga punya calon yang tak kalah baik darimu untuk Furkan." Zubeyde tersenyum licik melihat Thalita.

Thalita pun nampak grogi mendengar perkataan Zubeyde. "Lalu Anda ingin saya bagaimana agar saya bisa direstui hubungannya dengan Tuan Furkan?"

Zubeyde pun menatap Thalita dengan tatapan penuh arti.

**

avataravatar
Next chapter