18 -17- 80 Ribu TL

Waktu menunjukan pukul 7 malam, ini artinya 1 jam setengah lagi menuju waktu berbuka puasa. Hari ini Furkan pertama kalinya di bulan Ramadhan tahun ini ikut berpuasa. Ia juga tumben- tumbenan sholat di mushola kantornya.

Para karyawan kantor merasa aneh dengan keganjalan yang terjadi dengan seorang Furkan dimana jarang- jarang pemandangan itu terjadi.

Otomatis apa yang dilakukan Furkan ini menjadi buah bibir para karyawannya.

Hampir semua karyawan membicarakan Furkan dan menjadi perbincangan yang cukup menghebohkan terutama di kalangan para wanita.

Masalah agama di Turki tentu adalah urusan masing- masing individu namun ini berbeda karena yang dibuahbibirkan adalah bos mereka sendiri jadi tak heran menjadi bahan pergibahan terutaa di para karyawati.

Tentu kabar itu sampai ke telinga Thalita. Pelin menggosipi Furkan dengan Thalita soal Furkan.

"Thalita, ada kabar yang paling mencengangkan. Tuan Furkan hari ini sholat di Musholla kantor."

Thalita biasa saja mendengar gosip dari Pelin mengenai Furkan.

Ia tetap fokus dengan pekerjaannya.

Pelin kesal dan mengguncang- guncang tubuh Thalita. "Thalita, kau tidak mau ikut heboh?" tanya Pelin lagi sembari menatap tajam Thalita menghalangi komputer Thalita.

Thalita pun akhirnya menghentikan kegiatannya karena ulah Pelin. "Katakan kau mau bagaimana lagi? Aku tak peduli dengan apa yang dilakukan Tuan Furkan." Ujarnya ketus.

Tiba- tiba Thalita teringat jika Dia mungkin harus menerima tawaran Furkan karena Ibunya yang membutuhkan bantuannya.

"Thalita... kau benar- benar yang paling tidak peduli dengan apa yang terjadi dengan Tuan Furkan ya?"

Thalita hanya terdiam.

Ia pun melirik ke arah jam dinding dan sudah hampIr pukul setengah 8 sebentar lagi.

**

Dilla mendapat telepon dari Ibunya.

"Dilla... Anne dan Daddy mu akan berangkat ke Turki malam ini." Sang Ibu memberitahukan Dilla keberangkatannya ke Turki.

Dilla pun hanya tertunduk lesu.

"Anne kau serius akan ke Istanbul sekarang?"

"Tentu."

Tiba- tiba Sang Ayah menyambar dan meminta HP istrinya tersebut.

"Assalamualaikum Dilla..."

"Waalaykum salam Daddy." Jawab Dilla sedikit gemetaran.

Sang Ayah berbicara berbisik. "Dilla, You believe in Dad, right?"

"What do you mean, Dad?" Dilla tak mengerti.

"Daddy has said in whatsap messanger about your arranged marriage. Dad never want to force you to do it but Your Anne... You know Your Mom's family, right?" Sang Ayah memastikan jika Dilla jangan khawatir dan Ia ingin Dilla supaya tahu jika Sang Ayah hanya mengikuti protokol keluarga Ibu Dilla.

Ibu Kandung Dilla, Fetimah Celik berasal dari keluarga terhormat di Konya. Kakek Dilla adalah mantan walikota Konya yang bernama Ismet Celik. Ibu Dilla menikah dengan Ayahnya Dilla, Gareth Murraay seorang musisi, pemain drum dari sebuah band indie Inggris. Fetimah bertemu dengan suaminya tersebut saat Ia kuliah di Inggris. Fetimah memilih kuliah di Inggris saat lulus SMA, Ia tak ingin langsung menikah saat lulus SMA seperti kebanyakan temannya dulu. Wajar saja Fetimah ingin keluar dari Turki, terutama ingin pergi ke Negara Eropa yang sudah sangat maju saat itu, Ia adalah wanita pintar dancerdas dengan segudang prestasi akademik, Ia juga sangat ambisius dan ingin mengejar mimpi dan cita- citanya. Awalnya Fetimah tak disetujui orang tuanya untu kuliah ke Inggris namun Ia tetap bersikukuh untuk pergi ke Inggris untuk kuliah. Akhirnya Ia kuliah di Newcastle University jurusan keperawatan.

Sebagai anak perempuan satu- satunya keluarga Celik, Ia adalah anak yang paling disayang sang Ayah, wajar saja Fetimah adalah 8 bersaudara dan Ia adalah anak kelima, dimana 7 saudaranya adalah laki- laki, Sang Ayah tentu sangat menyayangi anak perempuan satu- satunya tersebut dan akhirnya mengizinkan sag putri menempuh pendidikan di Inggris. Fetimah yang sebenarnya telah mengenakan hijab memutuskan membuka hijabnya saat kuliah di Inggris.

Di Inggris, Kota Newcastle city, Fetimah melanjutkan pendidikannya dan disana pula Ia bertemu dengan Gareth Murray, seorang pria asal Wales yang merantau ke Inggris menjadi seorang musisi sebagai pemain drum sebuah band yang manggung dari cafe ke cafe. Mereka pun saling jatuh cinta namun sayang perbedaan keyakinan menjadi penghalang. Fetimah hampir tak ingin melanjutkan hubungannya dengan Gareth sampai akhirnya Gareth memutuskan mempelajari Islam dan akhirnya Gareth menjadi mualaf.

Selepas menikah, Fetimah baru memutuskan berhijab lagi. Ia dan Gareth dikaruniai dua anak, anak pertama bernama Alkaiya Murray dan si bungsu Adilla Murray. Kakak pertama Dilla yang akrab dipanggil Kaiya itu telah menikah dengan orang Turki campuran Italia yang juga tinggal di Inggris lewat perjodohan orang tua mereka dengan seorang pengusaha restoran Italia halal bernama Darren Gurrel. Darren sendiri berasal dari keluarga terhormat di Turki yaitu Ayahnya Serkan Gurel adalah seorang Direktur ATA Freight , Perusahaan logistik kargo terbesar di Turki.

Dilla menutup telepon dari Ayah dan Ibunya segera setelah itu.

Ia pun menjadi sangat galau. Ia tak bisa memutuskan menikah dalam waktu dekat karena Ia juga sudah punya rencana sendiri dan tak ingin menikah terburu- buru.

Dilraba tiba- tiba menepuk bahi Dilla.

"Kau melamun saja! Sebentar lagi buka puasa Dilla, ayo kita pergi ke Masjid Sultan Ahmet!" ajaknya.

"Baiklah Dilraba. Sebentar aku mau mengenakan hijabk dahulu!" ujar Dilla.

Dilraba mengangguk. "Aku juga mau pakai hijab dahulu."

Dilla dan Dilraba pun sama- sama memilih hijab yang ingin mereka kenakan ke Masjid Sultan Ahmet.

Dilla memilih jilbab pasmina berbahan voile yang warnanya senada dengan gamisnya yang berwarna mustard. Sebelum mengenakan hijabnya, Ia tak lupa mngenakan ciput berwarna mocca lalu barulah dipakai hijabnya. Ia menyelempangkan satu sisi hijabnya dan menjulurkan sisinya yang lain sehingga menjuntai hingga ke pinggangnya sedangkan yang ia selempangkan ke belakang menjulur hingga punggungnya setengah.

Dilraba memilih hijab segiempat berbahan tweedy dengan motif wajik berwarna biru. Ia mengenakan atasan outer cardigan hijau pastel dengan dalaman kaos putih dengan bawahan rok plisket biru. Ia membuat lipatan kana dan kiri bagian telinga hijabnya supaya hijabnya rapi dan kemudian mengikat juntaian hijab bagian depannya ke leher. Rambut poni Dilraba yang disisir kesamping masih nampak karena Ia tak mengenakan ciput dan memang dia sengaja membuatnya terlihat seperti itu. Ia baru akan merapikan rambutnya jika memang melaksanakan sholat nanti.

Dilla dan Dilraba sudah berencana buka puasa di Masjid Sultan Ahmet Cami tersebut yang merupakan Masjid terbesar di Turki, mereka juga akan melanjutkan sampai sholat Tarawih nanti malam di masjid tersebut.

Dilla amat senang karena sahabat karibnya tersebut mau berpuasa dan sholat bersamanya ke masjid.

Mereka berdua pun telah selesai bersiap berangkat ke Masjid Sultan Ahmet Camii yang letaknya 15 km dari apartemen Dilraba.

**

Thalita sudah ada di ruangan Furkan tepat pukul 8 malam dan itu artinya kurang lebih setengah jam lagi akan buka puasa.

Furkan tersenyum melihat Thalita tiba di ruangannya.

"Thalita, kau sudah putuskan?" tanyanya dengan tersenyum lebar.

Thalita mengangguk.

"Saya siap Tuan! Saya bersedia menjadi calon istri bohongan Anda!" ujarnya lugas. "Asalkan..."

"Kau mau berapa uangnya? Aku akan berikan..."

Thalita menuliskan di secarik kertas berapa uang yang dibutuhkannya lalu memberikannya kepada Furkan.

Furkan membacanya dan hanya tersenyum.

"Kau bercanda? Hanya 20 ribu TL? Aku bisa berikan lebih dari yang kau mau dari hanya sebesar ini!" ujar Furkan sembari memegang dagunya.

"Tidak usah Tuan! Saya hanya butuh segitu asal..."

"Iya asalkan apa?"

"Kau berikan uang itu di muka!" ujar Thalita dengan percaya diri.

Furkan tanpa ragu mengangguk.

Ia pun mencari sesuatu di buffet ruang kerjanya dan mendapatka yang Ia cari.

Ternyata itu adalah berisi lembaran- lembaran cek. I apun menorehkan penanya di lembar pertama cek yang kosong tersebut dan menuliskan sesuatu. Llau setelah selesaI Ia menandatanganinya.

Ia memberikannya kepada Thalita.

Thalita pun trkejut melihat berapa isinya yang ditulis oleh Furkan.

"Tuan, ini terlalu banyak!" ujarnya sembari meringis melihat nilai fantastis di ceknya. Furkan menulis angka 80 ribu Lira di ceknya tersebut yang apabila dirupiahkan maka sekitar 200 juta rupiah.

"Tidak masalah. Uang segitu tidak ada apa- apanya. Ambilah Thalita!" ujar Furkan.

Thalita pun menerima cek tersebut namun dengan perasaan waswas karena nilainya terlalu besar untuknya.

"Kau sudah siap kan diajak ke rumahku?" tanya Furkan.

Thalita mengangguk.

"Evet!"

**

avataravatar
Next chapter