14 -13- Satu Perasaan

Istanbul, Juni 2018

Thalita baru saja kembali dari sholat Dzuhur dan ia pun ingin bergegas kembali ke ruangannya. Tiba- tiba Thalita dicegat oleh seorang wanita.

Seorang wanita berhijab pink dengan bpakaian kemeja dan celana harem dirangkap outer panjang yang pasti bisa jadi turunan Turki ataupun bisa jadi keturunan Eropa dari belahan lain.

"Affedersiniz Hanim (Permisi Nona)!" ujarnya.

"Evet, Sana yardım edebilir miyim (Iya, ada yang bisa saya bantu)?"

"Maaf sebelumnya saya ingin bertanya sesuatu, Saya dengar ada seorang translator Korea baru disini, apa anda tahu siapa? Kudengar dia berhijab juga!"

Batin Thalita. Itu gue... tapi gue bukan translator Korea beneran.

"Ada apa anda ingin tahu?"

"Begini Nona, saya adalah translator Korea sebelumnya di Halloturk ini... saya baru saja menyerahkan lamaran saya ke HR lagi namun lamaran saya ditolak! Saya baru tahu jika ada translator Korea baru di kantor ini!" ujar wanita tersebut.

"Maaf, nama Nona siapa?"

Wanita tersebut langsung mengulurkan tangannya mengajak berkenalan. "Evet, Benim Adim Adilla Murray! Panggil saja Dilla! Just Dilla! Nona sepertinya bukan orang Turki asli ya?"

Thalita menyambar tangan Dilla. "Benim adim Thalita assegaf. Just Thalita! Saya setengah Turki, setengah Indonesia!"

Dilla terpukau mendengar asal Thalita. "Indonesia... aku belum pernah kesana tapi kudengar banyak hal positif di INDONESIA terlebih untuk sesama Muslim!"

Thalita tersenyum. "Alhamdulillah..."

"Elhamdulillah... MasyaAllah..."

"InsyaAllah Hanim akan segera ke Indonesia!"

"InsyaAllah insyaAllah..."

"Dilla Abla asli orang Turki?"

"Sama seperti Abla... setengah Turki juga! Ibu saya Turki Ayah saya adalah asli Orang Inggris!"

"Pantas saja... saya sudah menduga! Wah saya dipanggil Abla..." Thalita menyunggingkan senyumnya. "Panggil Thalita saja!"

"Anda juga panggil nama saya saja! Saya senang bisa bertemu dengan Anda... Thalita!" Dilla menyunggingkan senyuman lebar.

"Baiklah Dilla. Tapi saya mau ke atas segera karena sudah sangat telat masuk!"

Dilla mengangguk. "Silahkan! Saya boleh minta kontakmu Thalita? Saya ada rencana berlibur ke Indonesia..."

Thalita tersenyum dan menganggguk. Ia pun menyebutkan nomor teleponnya.

Dilla pun menyimpan nomor Thalita.

Thalita pun akhirnya meninggalkan Dilla.

Dilla masih di lobi gedung Halloturk.

Ia pun hanya menumel dalam hati. Lagi puasa seperti ini kesabaranku makin diuji, sabar... sabar... Aku tidak boleh emosi.

Dilla sudah memasukkan lamarannya kembali ke HR Halloturk, Ia melamar sesuai posisi yang diinginkannya seperti apa yang dibilang Furkan. Namun ternyata ada masalah di bagian HR karena dikatakan oleh Manager HR jika posisi translator Korea sudah diisi dan Dilla sudah tak bisa lagi masuk. Dilla tak langsung mengadu kepada Furqan mengenai hal ini walau Furkan sendiri yang meminta Dilla melamar saja ke Halloturk dengan posisi ini, ia masih berusaha menyelesaikan masalah kecil ini sendiri tanpa campur tangan Furkan.

**

Furkan bersandar di kursi ruang kerjanya.

Melissa masuk ke ruangan Furkan.

"Furkan Bey, saya mau menaruh dokumen- dokumen yang tadi anda minta!"

"Taruh saja di atas mejaku Melissa!"

Melissa melihat Furkan yang sedang kelelahan membuatnya khawatir. Ia pun menawarkan diri kepada Furkan. "Furkan Bey, mau saya pijat? Sepertinya Anda kelelahan!"

"Tidak usah Melissa... Nanti juga sembuh sendiri!"

"Anda pusing sekali ya?"

"Biasa... Ini memang penyakit lama dan selalu kambuhan!"

Melissa mendekati bosnya. "'Tuan... saya biasa memijat kepala teman saya dan biasanya akan membuat mereka baikan! Saya coba pijat kepala Anda, daripada anda menderita seperti ini!"

Furkan pun berpikir sejenak.

Ia pun mengangguk. "Baiklah, lakukan!"

Melissa pun berdidi di belakang Furkan, Ia memijat bagian kepala Furkan dengan perlahan. Ia memijat bagiah dahi kanan, kiri dan kepala bagian tempurung.

Furkan pun terpejam matanya menikmati pijatan Melissa.

Tiba- tiba seseorang masuk tanpa ketuk.

"Astagfirullohaladzim, gue lagi puasa ngapa liat adegan begini..." ujar Thalita dengan Bahasa Indonesia berlogat betawi sembari menundukan pandangannya ke bawah.

"Thalita kau bicara apa?" Furkan terkejut dengan Thalita yang masuk tanpa ketuk maupun permisi.

"Furkan Bey, maaf saya kira memang tak ada orang di ruangan Anda sebab saya menelpon Nona Melissa tak diangkat dan tak ada Nona Melissa juga di depan!"

Melissa tetap melanjutakan memijat Furkan dan mengabaikan Thalita.

"Lain ketuk pintunya sebelum masuk!" ujarya sembari sedikit menegakan kepalanya melihat kedatangan Thalita.

"Ma... Maaf sekali lagi... Iya saya mengerti Furkan Bey... Saya kesini mau menyerahkan dokumen dari Mustafa Bey. Ia meminta saya mericek kepada Anda!" ujar Thalita tegas.

Furkan masih nyaman dengan gerakan pijatan yang dilakukan Melissa.

"Baiklah taruh saja di atas meja saya!" ujar Furkan dengan dingin.

Thalita merasa deg-degan dalam hatinya, Ia merasa takut berhadapan langsung dengan Furkan.

Melissa memelototi Thalita. "Thalita, kenapa kau belum keluar?" tegurnya.

Thalita yang melamun pun langsung meyahut dan bergegas berbalik badan untuk keluar ruangan Furkan.

Ketika Thalita membuka pintu, tepat di hadapannya dua wanita setengah baya ada di hadapannya.

Thalita sontak terkejut.

"Assalamualaikum..." sapanyya spontan namun sembari menatap ke arah wanita setengah baya yang mengenakan hijab dan melemparkan senyum. Thalita sendiri tidak terlalu mempunyai logat Bahasa Turki yang bagus, ia akan tetap sangat terdengar Orang asing jika tidak berbicara menggunakan Bahasa Turki.

Kedua wanita tersebut membalas. "Aleykum Salam." Mereka berdua dengan logat salam Bahasa Turki tentunya.

Wanita setengah baya yang mengenakan hijab tersebut membalas senyum Thalita.

"Cantik sekali..."

"Tesyekkur ederim..." balas Thalita dengan senyum lebar.

Seangkan wanita setengah baya yang satu lagi hanya memasang ekspresi datar kepada Thalita.

Sang wanita berhijab langsung terkejut melihat Furkan yang sudah hampir ketiduran.

"Allah... apa yang kau lakukan Furkan?" ujar sang wanita setengah baya berhijab.

Melissa sontak ketakutan dan melepaskan pijatannya dari kepala Furkan.

Furkan menegakkan kepalanya.

"Furkan..." Wanita setegah baya yang satu lagi ikut menimpali.

"Anne... Nine... maaf... ini tidak seperti yang kalian berdua salah paham... Melissa hanya ingin membantuku yang sedang sakit kepala!" jelas Furkan mencoba menenangkan Ibu dan Neneknya.

Thalita yang masih di ruangan itu merasa kepo dengan kejadian itu

Batinnya. Oh jadi itu Nenek sama Ibunya Tuan Furqan... Hmmmm....

"Estagfurullah..." ujar Sang Nenek beristigfar sembari mengurut dada dan menggelengkan kepala.

"Nine, Anne... Melissa tidak salah apa- apa... Melissa kau keluar dulu saja!"

"Baik Furkan Bey!" UJAR Melissa sembari berjalan menuju pintu keluar ruangan Furkan.

Thalita pun ikutan keluar sebelum ketahuan jika sedang kepo.

**

Thalita akhirnya kembali ke ruangannya bekerja dan melanjutkan kembali pekerjaannya.

Batinnya. Nenek sama Ibunya Tuan Furkan beda banget penampilannya, Neneknya berhijab panjang gamisan, sedangkan Ibunya Tuan Furkan bajunya ya sudahlah... duh gue kok mikirin amat keluarganya Tuan Furkan, kayak mereka bakal jadi mertua gue aja... Aduh Ta... lo lagi puasa- puasa gini tambah konslet sih otaknya...

Mustafa menghampiri Thalita.

"Thalita, kau mau pesan kopi tidak?" tawarnya.

"Buat nanti buka?" tanya Thalita.

"Oh iya kau kan puasa... Maaf lupa!" ujar Mustafa.

"Mustafa Abi tidak puasa sekarang?"

"Aku puasa 3 hari pertama dan 3 hari terakhir di Bulan Ramadhan saja!" ujar Mustafa santai.

Thalita menelan ludah hingga terdengar.

"KAU menelan ludah ya Thalita?" tanya Mustafa.

Thalita menggeleng sambil tersenyum. "Hanya perasan Abi saja!"

Pelin tiba- tiba datang.

"Thalita, nanti kita buka dimana?" tanya Pelin.

"Trserah kau Pelin!"

"Kita cari takzil di Pasar Zamara saja ya?!" ajar Pelin.

Thalita menyetujuinya.

"Pelin rajin puasa sekarang?!" ejek Mustafa.

"Dari dulu aku puasa kok!" jawab Pelin ketus.

**

Jakarta, Oktober 2017

Thalita's POV

Aku duduk di sebuah cafe ditemani dengan live music yang mendatangankan penyanyi terkenal karena Rocker Cafe merayakan ulang tahunnnya yang ke 11.

Tak lain dan tak Bukan yang diundang adalah Villea Asyakilla.

"Kau adalah... yang terindah... yang membuat hatiku tenang... Mencintai kamu... takkan pernah takut sebab kau terima segala kekuranganku!"

Aku terbawa suasana mendengar suara syahdu Villea yang membawakan tembang berjudul aku adalah dengan versi jazznya.

Di sudut kiri paling depan, tampak Rayhan duduk dan tampak fokus dengan penampilan Villea tersebut.

Aku duduk di tempat jauh namun masih bisa melihat Rayhan dengan jelas dari tempat dudukku ini.

Hari ini bertepatan banget dengan perayaan ultah gue yang ke-25. Teman- teman deket gue dari kuliah, sebut saja ada Acha, Anggi, dan Furry merayakan ultah gue ini di Rocker cafe karena pas banget ada ulang tahungga Rocker Cafe sekarang dimana ada menu spesial yang disajikan.

"Villea udah cantik, pinter, sukses... Reyhan bener- bener beruntung ya..." celetuk Anggi.

"Makanya... si Rey harusnya cepetan ngehalalin si Villea! Keburu diambil orang baru tahu rasa!" timpal Furry.

"Ya elah... jodoh ga kemana juga Fur..." Anggi tak setuju dengan Furry.

Gue Cuma diem, gue tahu gue di keadaan yang nggak mungkin komentar apapun itu. Anggi dan Furry nggak tahu apa yang dirasain temen yang duduk di sebelahnya ini, mereka tahunya...

Furry tiba- tiba nyeletuk. "Rey parah... pernah selingkuh padahal! Untung Villea maafin dan mau balikan lagi sama Rey!"

Gue kesedek denger si Furry ngomong begitu.

"Minum Ta..." Anggi nyodorin minuman gue.

Aku pun berusaha bernafas dengan sebisaku.

Acha menepuk pundakku.

Buat Rayhan.... gue ga bisa ngelupain lo sampe detik ini, gue sayang dan cinta sama lo... gue ga bisa nemuin lagi cowok yang gue anggap sempurna kaya lo di dunia ini, mungkin gue udah buta, mungkin gue udah terlalu dalem punya perasaan ke lo sampe ga bisa dihapus lagi. Ray... gue harus gimana neglupain lo? Gimana Ray?

**

avataravatar
Next chapter