11 -10- Tawaran

Dilraba pun berbisik ke telinga Furkan. "Tuan Furqan..."

Furqan pun menyetujui usulan Dilraba. Mereka pun bergegas pergi dari Klub malam tersebut.

"Ayo kita ke parkiran!"

Dilraba pun menarik Furqan. "Tuan, kau mau apa ke pariran?"

"Mobilku..."

"Tidak usah, naik taksi saja! Kau tidak mungkin menyetir dalam keadaan mabuk seperti ini!" cegah Dilraba.

"O... iya... aku mabuk sekarang!"

Mereka pun pergi ke apartemen Dilraba menaiki taksi.

Dilraba memberikan alamat apartemennya kepada sang sopir taksi.

Sang supir taksi mengendarai taksinya menuju apartemen Dilraba.

Mereka pun tiba di apartemen Dilraba.

Dilraba pun berjalan sambil memeluk Furqan.

Mereka pun menaiki lift menuju apartemen Dilraba. Akhirnya mereka sampai di lantai 8.

Dilraba pun mengarahkan Furqan yang mabuk untuk bisa berjalan lurus, walaupun dirinya sendiri juga mabuk untuk menuju ke apartemennya.

Akhirnya mereka pun tiba di depan apartemen Dilraba.

Dilraba pun membuka apartemennya dengan password dan akhirnya pintunya terqbuka. Ia pun membawa Furqan masuk ke dalam apartemennya.

Begitu mereka masuk, Furqan langsung menyerang Dilraba. Ia pun mencium leher Dilraba dan Dilraba pun kegelian dibuatnya.

Dilraba pun mencoba melepaskan diri dari Furqan dengan perlahan. "Kita ke kamarku saja Tuan!"

Tiba- tiba saat Dilraba berjalan menarik Furqan ke kamarnya, seseorang berdeham dari kamar yang lain.

Dilraba pun terkejut.

"Di... Dilla..."

"Astagfirullahaladzim... Yas, apa yang kau lakukan? Siapa pria itu?" bentak Dilla sembari memelototi Furqan. Sesaat Dilla sadar jika pria yang dibawa Dilraba adalah Furqan, CEO dari Halloturk, perusahaan dimana dia pernah magang. Dilla pun terkejut. "Tu... Tuan Furqan..?"

"Dilla... kau kenapa sudah ada disini?"

"Dilraba, kau lupa? Kau tadi siang sudah memberikan alamat apartemen dan passwordmu!" Dilla mengingatkan. Dilla melihat ke jam dinding. "Ya Allah... ini sudah jam setengah tiga Dilraba!"

"Dilla... kau tiak usah ikut campur urusanku!"

"Sejak kapan kau minum Dilraba? Kau benar- benar sudah berubah..." Dilla pun geleng- geleng.

"Dilla... aku mau bersenang- senang... kau sebaiknya jangan menggangguku!"

Furkan memegangi kepalanya dan melihat ke arah Dilla. "Kua... kau siapa?"

Dilla yang hanya mengenakan piyama lengan panjang dan pasmina yang tidak dipeniti sehingga seikit lehernya tersebut terlihat pun menegur balik Furqan. "Tuan Furqan, kau kenapa bia bersama Dilraba? Kau kenapa membuatnya mabuk seperti ini?! Anda sebaiknya cepat pulang! Teman saya itu wanita baik- baik dan bukan wanita sembarangan yang bisa anda tiduri begitu saja!" geramnya.

Dilraba malah marah. "Dilla... kau kenapa sih? Tidak bisakah kau tidak ikut campur urusanku?!"

"Dilraba.. selama aku disini, jangan harap kau bisa macam- macam! Aku tidak akan membiarkanmu terlena dengan rayuan maut Tuan Furqan!" Dilla pun memelototi Furqan. "Tuan Furqan, anda pergi sekarnag juga dari apartemen ini!"

"Tuan Furqan mabuk berat, bagaimana bisa kita mebiarkannya begitu saja?!" Dilraba membela lagi. "Baiklah ssebaiknya biarkan saja dia beristirahat sampai besok!"

Dilla pun memandangi Furqan yang masih dalam keadaan mabuk. "Aku benci sekali pria playboy seperti dia!" Dilla mengangkat bahunya.

"Dilla... kumohon, jangan usir Tuan Furqan, aku janji aku tidak akan berbuat apa- apa dengan Tuan Furqan!" Dilraba memohon.

Dilla pun berpikir sejenak.

Batinnya. Wallah, Dilraba benar- benar berubah. Dia sudah berani mabuk- mabukan sekarang... Dia juga bahkan berani membawa pria seenaknya? Ya Allah lindungilah kami semua.

"Dilla... Dilla..."

"Baiklah, setelah kupikirkan, silahkan Tuan Furqan untuk menginap disini! Tapi ingat ya... kau akan tidur bersamaku Dilraba, Tuan Furqan hanya boleh di ruang tamu! Jangamn harap tidur di dalam kamar!" ujar Dilla seakan- akan dia yang menjadi Tuan rumahnya.

"Iya Dilla... aku janji!"

Dilraba ini sangat menyayangi Dilla, mereka walau belum lama kenal namun sduah sangat dekat seperti saudara sendiri. Dilraba sangat sayang dengan Dilla, begitu juga sebaliknya.

Benar saja, Furan pun hanya tidur di ruang tamu saja sementara Dilla dan Dilraba tidur bersama di kamar.

**

Keesokan paginya, Dilla sudah bangun lebih cepat, dia tidak serta merta langsung tidur saat Dilla dan Furqan pulas tertidur, melainkan dia langsung shilat tahajud dan dilanjutkan ke Sholat Subuh, barulah dia tidur kembali dan bangun jam 8 pagi. Ia pun memasak sarapan dan mandi sampai jam 10 pagi. Semua belum ada yang terbangun.

Dilla pun menengok ruang tamu, nampak Furqan masih tertidur pulas di atas sofa. Batinnya. Tuan Furqan, kau benar- benar ya... aku tak akan membiarkanmu mendekati Dilraba! Lelaki playboy sepertimu hanya bisa menyakiti hati wanita saja! Aku tidak ingin temanku sampai punya hubungan denganmu!

Dilla tahu betul bagaimana prilaku playboy Furqan karena dia pernah kerja magang dan menjadi translator di Halloturk. Ia memag pria tampan, bermulut manis, tak segan memuji wanita, dan selalu perhatian, namun ia tak suka dengan sifat playboynya yang hanya mempermainkan wanita, meninggalkannya jika sudah bosan.

Dilla pun ragu ingin membangunkan Furqan atau tidak. Namun akhirnya Ia mengurungkan niatnya untuk membangunkan Furqan.

Dilla pun masuk ke kamar Dilraba dan membangunkan Dilraba. "Yasemin... Yasemin Memet!"

Dilraba pun terbangun. Ia pun mengucek- ucek matanya.

"Dila... Kau... kenapa bisa ada disini?" Dilraba masih hangover dan tak ingat apa yang menimpanya semalam.

"Aku disini karena kau sudah mengijinkan aku tinggal disni! Kau tak ingat ya?"

"Iya, aku tak ingat!" Dilraba masih memukul- mukul kepalanya.

"Dilraba, kau ingat tidak kau mabuk kenapa?"

Dilraba masih berusaha mengingat kejadian malam tadi.

Sedikit demi sedikit Dilraba mengingat kejadian semalam. "Aku ke klub Pixel, lalu aku minum!"

"Sejak kapan kau minum?" Dilla menaikan alisnya.

"Dilla... aku sudah dewasa, aku bukan anak kecil lagi! Memang kenapa jika aku minum?!"

"Yasemin..."

"Shuuuttttt..." Dilraba menghentikan kata- kata Dilla. "Panggil aku Dilraba untuk seterusnya!"

"Dilraba, kau benar- benar sduah berubah, bukan Yasemin Memet yang kukenal! Juju aku... sedikit kecewa!"

"Dilla... kau kenapa sih? Aku minum juga hanya sesekali saja! Sudahlah tidak usah berlebihan!"

"Tetapi aku benar- benar tidak menyangka kau akan sejauh ini!"

"Dilla... kumohon, aku ingin memulai hidup baru di Turki! Aku tidak ingin memakai jati diri lamaku! Dan soal aku mabuk atau sekarang ini aku minum, itu juga bukan urusanmu!"

Batin Dilla. Aku benar- benar harus bisa menahan diri dulu, kini aku tak punya tempat tinggal dan tak punya pekerjaan, jika aku harus pergi dari sini maka aku bisa menjadi gembel. Baiklah tahan dulu, aku harus tahan akan semua perubahan Yasemin.

"Baiklah Dilraba... Kau mau minum itu hakmu, tapi kumohon jangan lagi- lagi sembarangan membawa teman pria ke rumah ini!" pinta Adilla Murray.

"Teman pria?" Dilraba memukul- mukul kepalanya sekali lagi. Ia pun ingat sesuatu. "Tuan Furkan? Dia masih disini?"

Dilraba pun tiba- tiba bangun dari tempat tidurnya dan menuju ke ruang tamu.

Ia pun mengecek keberadaan Furqan.

Dilraba pun bernafas lega begitu melihat Furqan yang masih tertidur.

"Tuan Furqan..."

Dilla pun keluar kamar juga dan menuju ruang tamu.

"Dilraba..."

"Shuuuttt... Jangan berisik Dilla! Tuan Furqan sedang tertidur!"

"Dilraba, jelaskan padaku bagaimana bisa kau bertemu dengan Tuan Furqan?"

"Akan kuceritakan nanti! Sudah kau pergu sana!" usir Dilraba.

Dilla pun pergi ke dapur.

Sementara Dilraba mendekati Furqan dan memandangi wajah Furqan.

Tiba- tiba Furqan mulet dengan merentangkan tangannya ke atas. Pelan- pelan mata Furqan terbuka.

Furqan pun mengucek- ucek matanya. Tampak jelas Dilraba ada di hadapannya.

Furqan otomatis terkejut. Ia pun langsung melihat ke arah tubuhnya, pakaiannya masih lengkap, kemejanya hanya 3 kancing paling atasnya saja yang terbuka. Ia melihat pakaian Dilraba yang mengenakan kemeja piyama dan celana pendeknya.

Furqan pun melepaskan nafas panjang. "Alhamdulillah..."

"Alhamdulillah kenapa?" Dilraba tak mengerti kenapa Furqan begitu merasa lega.

Furqan pun buru- buru menggeleng. "Hayir!"

"Kau bersyurkur karena apa ayo?" goda Dilraba.

"Tidak! Itu hanya doa bangun tidur!" ujarnya singkat sembari menundukan kepalanya dan menahan rasa sakit kepala akibat hangover.

"Waw, Aku terkesima... orang seperti anda berdoa juga saat bangun tidur?! Bukan karena..."

"Dil... Dilra..."

"Dilraba... namaku Dilraba..."

"Dilraba, aku harus pulang sekarang juga!"

"Loh, anda sudah mau pulang?"

"Iya, aku pulang saja!" Furqan pun buru- buru mengancingkan kemejanya dan membetulkan kerahnya, lalu mengambil ponselnya.

"Mobil anda masih di klub!"

"Iya, aku akan mengambilnya nanti!"

"Tunggu Tuan, sarapan saja dulu disini!" Dilraba menahan FurqaN.

Tiba- tiba Dilla datang dari dapur. "Dilraba, kau mau sarapan? Sudah kubuatkan sup tomat!"

Dilraba melirik ke arah Furqan. "Tuan, kau tidak akan menolak sarapan disini sebentar... saja..." Ia melirik ke arah Dilla. "Dilla... Tuan Furqan boleh kan sarapan sebentar disini?"

Dilla pun tertegun. Dilla pun terpaksa meneytujui. "Evet! Mari kita sarapan dahulu!"

Furqan pun akhirnya mengiyakan. "Baiklah, saya akan sarapan bersama kalian!"

Dilraba pun sangat senang melihat Furqan yang tidak menolak ajakan sarapannya.

Mereka pun menuju ke ruang makan.

Mereka bertiga sarapan bersama.

Furqan pun menikmati sarapan buatan Dilla.

Mereka pun sarapan dengan tenang.

Sesekali Dilla menatap ke arah Furqan. Batinnya. Apa aku harus meminta pekerjaan dengan Tuan Furqan? Aku masih menganggur sampai sekarang, aku tanya tidak ya? Ya Allah, kalau sampai aku memngemis pekerjaan kepada Tuan Furqan, aku pasti menjadi wanita yang paling tidak punya harga diri. Namun kau butuh pekerjaan cepat! Aku janji tidak akan mematok harga mahal untuk jasa terjemahanku! Bagaimana ini? Tepat tidak ya jika aku bertanya sekarang? Atau aku minta pekerjaan lain saja?

Furqan pun diam- diam juga melihat ke arah Dilla. Batinnya. Dilla, sejujurnya aku lebih suka cara kerjanya sebagai penerjemah sekaligus menjadi sekretarisku. Tapi aku tidak mungkin serta merta memecat Melissa, dia saja baru masuk dan aku tidak tahu dulu jika dia masuk sudah dalam keadaan hamil. Aku sepertinya keterlaluan mengeluhkan tarif hargaja jasa penerjemah Dilla, padahal itu tentu normal- normal saja! Biaya hidup di Istanbul kan memang sangat mahal.

Dilla sebelumnya pernah magang bekerja sebagai sekretaris Furqan, namun saat itu Dilla tak tertarik jika harus menjadi sekretaris seterusnya untuk Furqan. Dilla menggantikan Melissa yang sempat cuti melahirkan selama 3 bulan saat itu.

Namun sampai akhir, mereka tak ada yang berani bersuara.

Akhirnya mereka pun selesai makan.

Furkan pun pamit untuk pergi dari apartemen Dilraba.

Dilla dan Dilraba pun mengantar Furqan keluar.

"Tuan, kuharap ini bukan pertemuan terakhir kita." Dilraba tersenyum lebar untuk melepaskan Furkan.

"Evet. Tentu saja bukan!" jawab Furkan dengan nada lembut.

"Tuan Furkan, hati- hati di jalan!" ujar Dilla.

Furqan pun membalas dengan senyuman.

Furkan tiba- tiba membalikkan badannya.

Dilla pun terkejut, begitu juga Dilraba.

"Dilla... kalau kau masih mencari pekerjaan, kau bisa datang ke Halloturk!" ujarnya sembari membalikkan badan lagi dan bergegas pergi.

Jantung Adilla Murray tiba- tiba mendadak kaget mendengar Tuan Furqan menawari pekerjaan lagi.

Ia hanya diam mematung dan tak bisa membalas apa- apa.

Sementara Dilraba merasa keheranan dan bingung melihat ke arah Furqan yang terus berjalan menjauh.

**

avataravatar
Next chapter