1 Pertemuan Pertama

Brak!

Devan tersentak saat menyadari mobil yang tengah dikemudikan menabrak sesuatu. Devan mematikan mesin mobil lalu turun dari mobil untuk memeriksa apa yang telah ditabrak Devan. Devan tercengang saat melihat seorang gadis terjerembab di depan mobil yang dikemudikan oleh Devan.

"Apa kamu tidak apa-apa?" tanya Devan kepada gadis itu

Gadis itu mendongkakan kepala lalu menatap ke arah Devan.

Deg..

Ada yang berdesir di hati Devan saat melihat wajah gadis cantik di hadapan Devan saat ini. Ya. Devan terkesima dengan kecantikan alami gadis yang ditabrak beberapa saat yang lalau setelah gadis itu mendongkakan kepala ke arah Devan. Devan tertegun beberapa detik sebelum kesadaran kembali setelah mendengar suara lembut gadis itu.

"Saya tidak apa-apa Pak," balas gadis itu berusaha untuk berdiri namun tidak bisa karena kakinya terasa sakit

"Awww.." Gadis itu merintih sembari memegang kaki yang terasa sakit dan tampak terluka

Devan tersentak mendengar rintihan gadis itu lalu membantu gadis itu berdiri dengan memapah tubuh gadis itu.

"Maaf.. Gara-gara kecerobohan aku, kamu terluka. Aku akan mengantarkan kamu ke rumah sakit iya sekarang,"ucap Devan sembari memapah tubuh gadis itu setelah meminta izin kepada gadis itu

Gadis itu menggelengkan kepala membalas ucapan Devan, "Tidak usah Pak. Ini bukan salah Bapak. Saya juga kurang hati-hati saat menyeberang jalan tadi," balas gadis itu

"Tidak apa-apa. Ayo.. Saya akan mengantarkan kamu ke rumah sakit," imbuh Devan

Gadis itu menuruti apa yang diminta Devan setelah dipaksa oleh Devan untuk memeriksa luka yang dialami ke rumah sakit. Devan mendudukan gadis itu di tempat duduk yang berada di samping kemudi lalu Devan memutar setengah badan mobil menuju ke kursi kemudi. Devan memutar kemudi meninggalkan tempat itu dengan kecepatan sedang menuju ke rumah sakit milik keluarga sang kakek.

***

"Siapa yang sakit Devan?" tanya dokter Roni

"Tidak ada yang sakit om. Devan mengantarkan gadis yang tidak sengaja Devan tabrak tadi om," jawab Devan

"Gadis? Pacar?" imbuh dokter Roni

"Om ini memang iya kalau becanda suka begitu. Memangnya sejak kapan Devan punya pacar om?" tukas Devan

"Iya mana om tahu Devan. Kamu juga tidak pernah cerita sama om kan Devan?" seru dokter Rico

"Cerita sama sama saja cerita ke rakyat Indonesia Raya," kelakar Devan lalu pergi meninggalkan dokter Roni yang menggelengkan kepala dengan ucapan Devan

Devan pergi meninggalkan dokter Rico sahabat sang ayah menunju ke ruang dokter Rara untuk menemani gadis yang telah ditabrak tanpa sengaja oleh Devan. Devan meninggalkan gadis itu sendiri di ruang dokter rada untuk pergi ke kamar mandi. Gadis itu tidak mempermasalahkan kepergian Devan. Baginya Devan bertanggung jawab dengan membawa ke rumah sakit itu lebih dari cukup.

"Bagaimana keadaan gadis ini dokter Rara?" tanya Devan setelah berada di ruangan dokter Rara.

"Gadis?" balas dokter Rara seakan tengah bertanya

"Iya dokter. Devan menabrak gadis ini tanpa sengaja tadi di jalan. Kaki gadis ini terluka karena aitu Devan membawa gadis ini kemarin dokter," terang Devan

"Kamu dan Kania belum saling kenal?" tanya dokter Rara

Devan mengernyitkan dahi saat mendengar apa yang diucapkan oleh dokter Rara, "Kania?"

Dokter Rara tersenyum penuh arti saat melihat ekspresi Devan, "Iya Devan. Kania. Gadis yang tadi kamu tabrak itu," jawab dokter Rara

Devan menggaruk tebgkuk yang tidak gatal seteakh mendengar ucapan dari dokter Rara, "Saya belum sempat berkenalan dengan gadis yang ditabrak dokter Rara," terang Devan

"Tidak apa-apa. Kalau saya sih mengerti bagaimana kamu karena kita sudah saling lama mengenal. Mungkin kalau orang lain akan banyak tanya ke kamu. Tapi saya percaya kamu akan tanggung jawab dengan apa yang kamu perbuat," imbuh dokter Rara

"Iya dokter. Bagaimana keadaan gadis ini eh Rara?" Devan kembali menanyakan keadaan Kania.

Dokter Rara menerangkan dengan lengkap keadaan Kania kepada Devan. Sedangkan Kania yang merasa asing beradab di antara dokter Rara dan Devan memilih untuk terdiam sembari mendengarkan apa yang dibicarakan antara dokter Rara dan Devan. Walaupun tidak terlalu mengerti dengan istilah yang digunakan oleh dokter Rara, namun Kania cukup memahami aoanyang kini tengah dibicarakan oleh dokter Rara dan Devan tentang keadaan Kania saat ini.

Setelah mendengarkan penjelasan dokter Rara tentang keadaan Kania, Devan berpamitan kepada dokter Rara karena hari ini Devan ada meeting pukul dua siang sehingga Devan harus kembali ke kantor dalam waktu cepat. Devan kembali memapah tubuh mungil Kania yang tidak ingin menggunakan kursi roda sebagai alat bantu jalan sementara hingga keadaan Kania pilih kembali. Administrasi pengobatan Kania telah dibayar oleh asisten sekaligus sahabat Devan yang bernama Adi.

"Rumah kamu dimana?" tanya Devan saat mereka telah berada di dalam mobil

"Rumah?" seru Kania

Devan menoleh sekilas ke arah Kania sembari mengernyitkan dahi, "Iya.. Rumah kamu dimana?"

Wajah Kania tampak pias kala Devan menanyakan tentang dimana rumah dirinya.

"S-saya tidak mempunyai rumah di ibu kota Pak," jawab Kania

Devan tercengang dengan apa yang baru saja diucapkan oleh gadis yang tengah duduk di samping saat ini.

"Apa kamu disini ada saudara? Tetangga?" tanya Devan

Kania menggelengkan kepala, "Tidak Pak. Saya tidak memiliki saudara v atau tetangga disini," jawab Kania

Devan menautkan kedua alis lalu menoleh ke arah Kania yang tampak kebingungan.

"Kamu disini sama siapa?" Devan kembali bertanya kepada Kania

Kania menceritakan semua kepada Devan alasan kenapa dirinya berada ddi ibu kota saat ini. Ya. Kania gadis yang berasal dari kampung yang terletak jauh dari ibu kota datang ke Jakarta untuk menuntut ilmu di salah satusatu Perguruan tinggi negeri yang terkemuka di Indonesia. Harini ni merupakan hari pertama Kania di Jakarta. Kania berniat ingin mecari tempat kos mahasiswa sebelum memulai aktivitas sebagai mahasiswa baru yang akan diadakan lusa.

Devan menganggukan kepala mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Kania.

"Saya akan bertanggung jawab sampai kamu sembuh karena saya yang telah menabrak kamu sehingga kamu belum bisa berjalan dengan normal seperti biasa. Kamu boleh tinggal di apartemen saya selama yang kamu inginkan," ucap Devan

"Tapi Pak.." Kania menghentikan ucapan karena Devan memotong apa yang ingin diucapkan oleh Kania

"Tidak ada tapi. Saya tidak menerima penolakan. Saya akan mengantarkan kamu akan apartemen saya. Kamu tidak perlu merasa khawatir, di apartemen saya ada tiga kamar. Kamu bisa menggunakan salah satu kamar itu. Ingat. Saat tidak menerima penolakan. Kamu bisa menganggap ini bentuk tanggung jawab dari saya karena telah menabrak kamu hari ini," tukas Devan dengan nada datar

Kania menghela nafas kasar setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Devan. Tidak menerima penolakan. Satu kata yang masih terngiang dalam benak Kania saat ini. Baiklah. Kania tidak ingin berdebat. Lebih baik Kania menuruti apa yang diminta oleh Devan. Ini bukan keinginan Kania bukan. Bisa mengemat uang kos iya Kania. Author juga mau dong tinggal bersama dengan Devan di apartemen. Eh.

 

 

avataravatar
Next chapter