8 Untitled Bagian 8

"kamu nanti mau jadi apa sih?" , tanya Dafa, yang tentu saja pertanyaannya diajukan kepada Jingga.

"emmm... to be honest i hate answering this kind of question" Jawab Jingga hati-hati.

"any reason for that?"

"kalo dibilang benci mungkin terlalu gimana gitu ya. engga benci juga, cuma gatau aja mau jawab gimana"

"maksud kamu?"

"aku enggak tau mau jadi apa nanti. i have no idea what i want to be, yet. untuk saat ini aku cuma mau ngikutin alurnya aja. yang aku tau saat ini... aku  harap aku bisa jadi orang yang berguna untuk orang-orang di sekitar aku."

"sesederhana itu. gue suka."  , Dafa tersenyum mendengar jawaban Jingga.

***

Jingga tak akan menyangka bahwa hari itu ada banyak kata yang keluar dari bibirnya. Ia pikir hari itu akan menjadi hari yang membosankan karena sahabatnya tidak ada disaat ia butuh seseorang untuk mendengar keluh kesahnya. Tapi  justru sebaliknya. Dafa hadir disaat ia perlu tertawa. Berkatnya, hari Jingga lebih berwarna. Pertanyaan demi pertanyaan terlontar dari Dafa dan Jingga kepada satu sama lain. Tak ada sedikit keraguan yang terpancar di wajah Jingga untuk menjawab semua pertanyaan Dafa. Begitu juga sebaliknya.

"kamu asal mana?" Tanya Jingga pada Dafa.

"Jakarta"

"kok milih kuliah ke Bali? Di Jakarta kan banyak kampus bagus? i guess...? " tanya Jingga hati-hati.

"Jakarta terlalu sumpek. aku perlu pengalaman baru, " Jawab Dafa lalu mengalihkan pandangannya ke Jingga

"oh gitu ya? oh iya by the way kamu kenal Anggara ya?" Jingga tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.

"oh Anggara, iya kenal"

"darimana?"

"dulu kita tetanggaan"

"terus bisa akrabnya gimana?" Tanya Jingga tak sabaran.

Dafa terkekeh mendengar pertanyaan Jingga yang bertubi-tubi. "eh maaf jadi banyak tanya hehe" Jawab Jingga malu. Ia menyeruput minuman yang dibelinya tadi sembari berharap Dafa menjawab pertanyaannya.

"gapapa kok. dulu waktu aku tinggal di Bali, kita tetangga terus sering main bareng. suka nyanyi bareng, semacam cover lagu gitu" Jawab Dafa akhirnya. Jingga yang mendengar jawaban Dafa terkejut.  "loh kamu juga bisa nyanyi?" Tanya Jingga dengan matanya yang membulat.

"ya bisa lah dikit dikit ehe kenapa emang?"

"oh gapapa, berarti bisa dong sering-sering nyanyiin aku hahahaha" Jawab Jingga terbahak

***

ANGGARA'S POV

Pagi itu sangat indah ketika mentari mulai menampakkan sinarnya. Tapi sayangnya Anggara tidak demikian. Ia dirundung penyesalan mengingat perkataannya kemarin pada Jingga. Tidak seharusnya ia mengatakan itu kepada Jingga. Toh Jingga juga yang membuatnya terkadang merasa semangat ketika menulis lagu. Jika dipikir-pikir itu salah Anggara. Ia berhasil membuat gadis yang menyukainya menangis dan bersedih malam itu. Entah apa kabarnya hari ini, Anggara takpunya keberanian untuk mengirimkan pesan kepada Jingga. Sejak Jingga memberi tahu Anggara bahwa ia menyukainya, sejak itupun Jingga tidak sedikitpun mengusik hari-harinya. Mungkin karena Jingga juga mengerti bagaimana perasaan Anggara yang tidak bisa membalas perasaan Jingga. 

Karena terlalu banyak melamun, Anggara tak sadar waktu sudah berjalan dengan cepat. Ia bergegas pergi ke kemar mandi dan bersiap kuliah. Mengambil handuk lalu keluar sepuluh menit kemudian. Memakai kemeja putih yang lengannya dilipat sampai siku, memakai jeans dan sepatu putih yang biasa ia gunakan. Menyambar tas dan kunci mobilnya lalu langsung memecah keramaian jalanan ibu kota. Hanya perlu waktu lima belas menit untuk sampai di kampusnya. Setelah memarkir mobil, ia melihat jam dan masih ada waktu 10 menit lagi. Ia berdiam diri sebentar di dalam mobil karena jujur saja ia sedikit tak enak jika bertemu Jingga nanti. Ia mengambil gawainya dan membuka instagram dan kembali menutupnya. Membuka aplikasi whatsapp dan hanya menemukan pesan dari pacarnya yang untuk saat ini ingin dia abaikan. Terlihat jelas bahwa ia cukup gelisah hari ini. Ia kembali mematikan gawainya dan beranjak keluar dari mobilnya. Ketika hendak menuju kelasnya, tangannya ditahan dari belakang oleh seorang laku-laki. Anggara bahkan tidak tahu siapa dia.

"heh lo Anggara kan?" sapa lelaki itu, tapi Anggara tidak menjawabnya karena ia tidak tahu lelaki itu siapa. Wajahnya familiar tapi ia tak ingat sedikitpun.

"dih temen masa kecil dilupain, jahat emg lo ah w pegi aja" jawab lelaki itu kesal. Ketika lelaki itu hendak pergi, Anggara tiba-tiba ingat teman masa kecilnya. Itu teman yang hanya ia punya ketika kecil.

"eh lo Dafa? sumpah Dafa? yang dulu kumel itu? anjir beda juga lo sekarang" tanya Anggara bertubi-tubi karena saking tidak percayanya dia dengan perbedaan temannya itu.

"apakabar lo? yeee gue mah udah bisa rawat diri sekarang, ga kaya dulu, sekarang mah rajin perawatan gue tiap minggu" jawab Dafa sombong.

"songong aje lu" jawab Anggara sambil terkikik mendengar jawaban temannya itu. Mereka mengobrol sebentar lalu segera beranjak ke kelas masing-masing bersamaan karena kebetulan kelas mereka searah. Sambil berbincang menuju kelas, Anggara tak sengaja melihat Jingga yang sudah menatapnya sejak tadi di bakon lantai dua. Mungkin kelas Jingga ada disana, itu berarti kelas mereka bersebelaan hari ini. "ah blm siap ketemu Jingga ini anjir ga beruntung banget"  batin Anggara. Jingga langsung panik ketika mata mereka bertabrakan, ia mengalihkan pandangannya lalu segera masuk ke kelasnya. Tanpa Jingga sadari, Anggara tersenyum melihat kelakuan Jingga. Dafa yang sedari tadi mengoceh merasa tidak terima karena omongannya tidak dihiraukan oleh Anggara, dan Dafa melihat semua kejadian tadi. Anggara juga tahu kalau Dafa memperhatikannya dan Jingga.

"Daf, gue sayang sama dia, tapi mungkin belum saatnya untuk gue jadi milik dia. Lo jaga dia buat gue ya. Jangan kasi dia sedih, jangan kasi dia nangis." kata Anggara yang sempat menyentuh hati Dafa. 

"lo suka dia? kenapa ga di pacarin? sejak kapan lo suka? kan lo udah punya pacar?" pertanyaan Dafa membuat Anggara menghentikan langkahnya. 

"lo masih sama ya kaya dulu, banyak omong anjir"

"ya maap gue kepo. kasitau lah alasannya, lo suka dia?"

"Bukan gue, tapi dia. Setahun lalu dia pernah ngungkapin perasaannya ke gue, tapi gue ga terima karena waktu itu gue posisinya udah ada pacar. Ya emang gue ga ada expect  dia bakal ngungkapin perasaannya tiba-tiba hari itu, tapi gue ga kaget-kaget amat karena tingkahnya dia di depan gue dulu itu kentara banget kalo dia suka. Tapi gatau ya, mungkin dia kelepasan gitu histeris depan gue kalo gue papasan sama dia. Gue juga sempet nanya sama temen sekelasnya dulu, tapi dia ga tau. Mungkin si Jingga ga mendem sendiri perasaannya." jawab Anggara panjang lebar.

"oh jadi namanya Jingga? anak jurusan apa?" 

"lo ngambil sastra inggris kan? ya lo temen sekelasnya tuh, yuk cabut udah jam ini" kata Anggara sambil melihat jam di tangannya.

Dafa dan Anggara adalah teman masa kecil. Mereka kerap menghabiskan waktu bersama dan melakukan hal yang mereka suka bersama. Kebetulan mereka sama-sama tertarik dengan musik, dan itu juga faktor penyebab mereka menjadi dekat. Tapi mereka mulai lost contact sejak Dafa kembali ke tempat asalnya, Jakarta. Dan Anggara pun tak menyangka bahwa ia akan bertemu lagi dengan teman karibnya itu di bangku kuliah.

***

Dafa's POV

Mengingat perkataan Anggara tadi, entah kenapa Dafa jadi ingin benar-benar melindungi Jingga. Jingga sedikit pemalu menurut Dafa, tapi jika lawan bicaranya bisa membuat dia nyaman, ia juga akan mengeluarkan sisi aslinya. Begitu dafa masuk kelas, ia melihat sekeliling dan melihat gadis yang dikatakan Anggara. Jingga sedang membaca buku. Mungkin saking seriusnya, Jingga tak sadar bahwa Dafa duduk di sebelahnya. Tak lama, dosen pun datang dan mulai mengabsen. Sepertinya Jingga sudah tersadar karena Dafa dapat melihat melalui ekor matanya bahwa Jingga terkejut mengetahui ada lelaki yang duduk di sebelahnya. Dafa hanya tersenyum dan tidak mengajak Jingga bicara sedikitpun. Di kelas, Jingga pun sepertinya banyak melamun. Ia sering menatap keluar jendela, menatap langit, pohon, burung, dan apa saja yang ada di luar jendela. Tapi ketika ditanya oleh dosen dia bisa menjawab dengan mudah dan tenang. "pinter amat" batin Dafa. Setelah kelas usai, Jingga segera pergi meninggalkan kelas tanpa berbicara sedikitpun. Dafa ingin menyapa tapi ia sempat bertengkar dengan pikirannya sendiri. "duh sapa kagak? jir dingin banget dah anjir galak kayanya ni aduh pengen nyapa tapi kalo dia cuek gimana anjir kan malu-maluin? baru hari pertama udah malu-maluin kan malu" *Dafa bacot bgt ya ges hadu pengen author lakban monmaap*. Setelah berdebat sebentar dengan pikirannya dan sadar Jingga sudah hilang dari pandangannya, ia pun memberanikan diri untuk mengejar Jingga.

"JINGGA" teriak Dafa yang langsung ia sesali karena semua orang menoleh ke arahnya. 'anjir malu-maluin emg gue'batin Dafa lagi.

"eh iya?" jawab Jingga ramah. Dafa yang mendengar jawabannya langsung tersentak kaget. 'lah halus banget woi gue kira galak'

Dafa menghabiskan waktunya bersama Jingga berbincang di taman sekolah. Banyak hal yang ia bicarakan sampai akhirnya Jingga menyadari Dafa yang tadi pagi berjalan beriringan dengan Anggara.

"kamu kenal Anggara ya?" tanya Jingga

"oh Anggara, iya kenal" jawab Dafa seadanya

"darimana?"

"dulu kita tetanggaan"

"terus bisa akrabnya gimana?" Tanya Jingga tak sabaran.

Dafa terkekeh mendengar pertanyaan Jingga yang bertubi-tubi. 

"eh maaf jadi banyak tanya hehe" jawab Jingga tak enakan, padahal Dafa sama sekali tidak masalah dengan itu. Toh ia tahu bahwa Jingga menyukai Anggara. Jingga menyeruput minumannya yang membuat Dafa tertawa.

"Gapapa kok. Dulu waktu aku tinggal di Bali, kita tetangga terus sering main bareng. Suka nyanyi bareng, semacam cover lagu gitu" jawab Dafa akhirnya. Jingga yang mendengar jawaban Dafa terkejut. "loh kamu juga bisa nyanyi?" Tanya Jingga dengan matanya yang membulat. 

"ya bisa lah dikit-dikit, kenapa emangnya?" tanya Dafa balik. Dafa dapat menangkap sorot mata Jingga yang antusias tapi juga ada sorot kesedihan disana.

"gapapa, nanti bisa sering-sering nyanyiin aku dong hahahha" jawab Jingga sambil tertawa menunjukkan deretan giginya yang rapi.

***

Begitu banyak cerita yang diceritakan hari itu. Bahkan tanpa mereka tahu, Anggara melihat mereka dari kejauhan sambil tersenyum lega. "kamu ketawa lepas gitu aja aku udah seneng Jingga," batin Anggara.

                                                                                                                                            20 Agustus 2020, heyayaa                                                                                                                            is coming back. Happy reading! xxo

avataravatar
Next chapter