2 Bagian 2

"makin nempel aja mbak sama doi" sembur Karina begitu Jingga duduk di sebelahnya

"ya gimana lagi? itupun syukur mah. dulu juga suka doa supaya bisa deket. masih inget ga? walaupun mintanya bukan deket temen sih haha tapi kalo Tuhan ngasi jalannya untuk temenan dulu bisa apa dong?" balas Jingga langsung ke intinya

"temenan dulu ya, pacarannya nanti kalo dia sama cewenya putus. iya ga jing?"

"jing jing emang aku anjing"

"ya abis nama kamu Jingga terus aku panggil apa? ngga? nanti dikira panggil Anggara terus kamu kapan move on nya?"

"iya juga ya.. au ah tuh dosen udah dateng, udah buat tugas kan?"

"udah dong kan kemarin dikasi contekan sama temanku tersayang"

"kasi apa kek gitu"

"ga ikhlas bgt anjing"

"pagi-pagi udah ngumpat aja anjing"

"lah tai kagak ngaca"

Pikirannya tidak terfokus penuh pada pelajaran. Apa yang diterangkan dosen di depan juga tidak terlalu ia perhatikan. Pikirannya terlalu sibuk memikirkan segala kemungkinan pertemanannya dengan Anggara. Ia merindukan sosok itu, walaupun baru beberapa menit lalu mereka bersitatap. Ia melirik jam di tangannya, masih satu jam lagi. Andai ia bisa memutar balik dan mempercepat waktu, mungkin ia akan memilih untuk kembali disaat ia duduk dengan Anggara tadi di taman atau memilih untuk mempercepat kelas agar ia bisa cepat-cepat keluar dari ruangan itu. Tapi Jingga hanyalah manusia biasa. Tidak ada manusia yang memiliki kekuatan seperti itu. Itu hanya ada di cerita fiksi yang sering ia baca sejak usianya masih lima tahun.

Untung saja Jingga sudah cukup mengerti tentang materi yang sedang diajarkan dosen hari ini. Ia memang pandai dalam Bahasa Inggris. Sebab itu ia memilih jurusan Sastra Inggris di kampus ternama di kotanya, dan tak disangka ia lolos dan menjadi mahasiswi di universitas tersebut. Ketika masa ospek, ia terkejut melihat sosok lelaki yang ia kagumi sejak masa sekolah menengah atas. Ia terus menatapnya sampai lelaki itu menatapnya balik. Ia sama terkejutnya, Jingga tak bisa menatap manik matanya balik. Ia hanya bisa tersenyum kikuk dan mengalihkan pandangannya kepada orang lain. Masa-masa itu masih cukup jelas terukir di pikiran Jingga. Menolak untuk dihapus dan dilupakan.

Ketika pikiran Jingga hendak kembali ke masa lalu, tiba-tiba pintu kelasnya diketuk pelan dan ada seseorang yang masuk lalu terlebih dahulu menyapa dosen dengan sopan. Itu Anggara. Sudah bisa diterka, Jingga sangat terkejut. Baru aja dipikirin, udah muncul aja. Bisa telepati kayanya ni orang, batin Jingga

Anggara sedikit berbisik kepada dosen lalu tak disangka dosen yang terkenal cukup tegas itu tersenyum dan menganggukkan kepala. Entah apa yang mereka bicarakan. Dosen itu lalu memanggil nama Jingga yang tentu saja membuatnya dan Kirana tersentak

"yang namanya Jingga siapa?" tanya Dosen itu

"saya pak"

"baik, kamu sudah ditunggu oleh nak Anggara. katanya ada urusan mendadak yang mengharuskan kamu ikut. Bapak persilahkan, bawa tas dan barang-barangmu" kata dosen itu lagi

'kesannya kok aing kaya diusir ya' batinnya lagi, tapi ia hanya mengangguk dan tersenyum pada dosennya lalu merapikan barang-barangnya dan berpamitan pada temannya, Karina.

Anggara tersenyum kepadaku yang jelas membuatku tak mengerti ada apa sebenarnya. Setelah pamit kepada dosen, Jingga dan Anggara keluar kelas dibarengi dengan tatapan mahasiswa-siswi yang ada di kelas.

"mau ngapain sih anjir" tanya Jingga lebih dulu

"gapapa, aku tau kamu bosen di kelas kan?"

"udah kaya cenayang aja"

"hehe gapapa yang penting tebakanku bener"

"terus kalo udah gini gimana?"

"yaudah sekarang kamu maunya kemana aku temenin"

"pulang?"

"ah jangan pulang dong, ga asik"

"em ke toko buku yuk?"

"yuk, naik mobil aku aja"

"oh oke"

Sebelum Jingga dan Anggara akrab seperti ini, ada banyak kejadian memalukan (yang tentunya Jingga yang memulai) dan membuat mereka akhirnya seperti ini. Saat keduanya sudah ada di mobil, dan memasang seatbelt masing-masing, Jingga segera menghidupkan radio.

"nggar, ini bisa sambung ke bluetooth kan ya?" tanya Jingga polos

"iya bisa"

"okedeh aku denger lagu kamu boleh kan ya?"

Anggara membulatkan matanya, sedikit terkejut dengan apa yang baru dikatakan Jingga

"lagu yang mana?"

"yang kamu up di soundcloud"

"ternyata kamu tau ya aku punya lagu disana?" tanya angga penasaran

"iya tau hehe, udah dari lama sih" jawab Jingga lagi

"yaudah boleh kok"

Jauh di dalam lubuk hati Anggara, ia terenyuh akan apa yang sudah Jingga lakukan selama ini. Tapi apa daya? Ia sudah memiliki orang lain.

"kamu suka denger lagu ya kalo di mobil?" tanya Anggara

"iya suka, soalnya kalo ga denger lagu aku kadang pusing hahah aneh ya"

"terus solusinya denger lagu?"

"iya"

"bagus deh kalo gitu hehe"

"bagus kenapa?"

"bagus aja"

Berada satu atap mobil dengan lelaki yang ia kagumi terkadang membuatnya canggung. Tapi ia tidak seharusnya membawa perasaannya ke arah yang lebih dalam lagi untuk mengaguminya.

"oh iya, Jingga gamau buat cerita atau puisi lagi?"

"mau banget malah"

"tapi?"

"tapi gimana ya nggar, kadang aku lebih lancar nulis kalo lagi sedih. jadi aku tuangin kesedihan aku kesana. tapi giliran aku seneng, eh malah gabisa"

"kamu tau ga kenapa?"

"engga, emang apa?" tanya Jingga penasaran

"karena semesta ingin kamu untuk melampiaskan kesedihanmu ke secarik kertas atau lewat ketikan tulisan yang udah pernah kamu lakuin, terus kamu bakal lupa deh sama kesedihan kamu. nah kalo bahagia itu, memang udah ditakdirkan melekat sama diri kamu. biar kamu engga sedih"

"gitu ya?" Jingga begitu polos sampai ia terkagum dengan jawaban lelaki di sebelahnya itu

Tanpa Jingga sadari, Anggara tersenyum. Ia senang akhirnya bisa membuat Jingga tersenyum, walaupun dengan hal yang sederhana.

Anggap aja aku mau menghilangkan kesedihanmu bahkan sedikit saja, Jingga. Aku ingin kau tersenyum lagi, seperti dikala wajahmu melihatku dulu ketika kau masih menaruh perasaan kepadaku, batin Anggara.

avataravatar
Next chapter