5 Egois

Arsen mengambil ponselnya. Dua jam yang lalu istrinya itu mengabarkan kalau dia akan berangkat ke sini. Tapi sudah dua jam istrinya itu belum datang. Dia sudah mencoba menghubungi istrinya tapi nomornya tidak aktif. Mencoba menghubungi telfon rumahnya tapi tidak ada yang mengangkat. Istrinya itu tadi menyanggupi untuk membawakan dia makan siang. Tapi kenapa sudah lewat makan siang wanita itu belum muncul juga.

Dia sudah memberitahu kepada satpam kalau istrinya akan datang. Dan dia meminta satpam itu untuk mengantarkan istrinya ke ruangannya. Tapi sampai sekarang pukul dua siang kenapa istrinya itu belum datang.

Arsen mengambil intercom di mejanya menghubungi satpam di post tempatnya berjaga.

"Selamat siang, ada yang—"

"Iya, ini saya Seno pak. Apa tadi istri saya datang kesini?" Tanya Arsen, dia malas berbasa-basi. Perasaannya tidak enak.

"Tidak pak, istri bapak tidak datang. Tadi hanya ada istrinya pak Arsen yang datang" Jawab pak Maman, satpam di perusahaan itu.

Diperusahaan tempatnya bekerja ada dua Arsen, sehingga dia mengganti nama panggilannya menjadi Seno. Hanya teman satu kantornya yang tahu nama Seno, karena teman-teman dan keluarganya memanggilnya Arsen.

"Tolong bapak keruangan saya, sekarang" Arsen tidak yakin jika istrinya tidak datang. Hatinya mengatakan kalau istrinya datang. Mungkinkah satpam itu salah orang.

Beberapa menit kemudian pak Maman datang. Arsen mempersilahkan pria paruh baya itu untuk masuk.

"Apa wanita yang bapak maksud adalah ini?" Tanya Arsen memberikan bingkai foto di atas mejanya kepada satpam itu yang di balas anggukan kepala.

"Iya Pak"

"Ini istri saya pak" Arsen mengusap wajahnya gusar.

"Tapi beliau bilang ingin bertemu dengan pak Arsen. Dan pak Arsen juga meminta saya kalau istrinya akan datang pak" Jelas pak Maman, pria itu menatap Arsen dengan takut. Wajah pria itu benar-benar menakutkan.

"Jadi intinya pak Arsen meminta tolong seperti saya" Pak Maman menganggukkan dengan cepat.

"Maafkan saya pak"

Arsen menggelengkan kepalanya "Ini salah saya juga pak. Kalian tidak nama panggilan saya sebenarnya adalah Arsen. Seharusnya saya beritahu bapak terlebih dulu" Jelasnya.

"Yasudah bapak bisa keluar dari ruangan saya"

"Maaf Pak. Istri bapak baik-baik saja kan?" Tanya Pak Maman pasalnya tadi dia melihat wanita itu menangis memasuki mobilnya.

"Semoga saja pak. Saya lagi berusaha menghubungi istri saya. Ada apa pak" Jawab Arsen menatap ponselnya sekilas.

"Maaf sebelumnya pak. Saya melihat istri bapak menangis, saya ingin bertanya tapi istri bapak terlihat terburu-buru dan kacau" Jelas pak Maman yang berhasil membuat tubuh Arsen menegang.

Tiga puluh menit yang lalu dia baru selesai untuk meeting dadakan bersama timnya bersama Arsen Elbarak. Tapi pria yang dua tahun lebih tua darinya itu datang terlambat karena ada sedikit masalah. Arsen tahu masalah yang di maksud pria itu adalah acara mengidam istri pria itu. El memberitahu Arsen kalau istrinya mengidam ingin melakukan hubungan suami istri di kantor. Arsen tidak habis fikir kenapa pria itu memberitahunya secara gamblang.

Yang membuatnya tidak tenang adalah dia takut istrinya salah paham. Hubungan mereka tidak baik-baik saja dan Arsen sedang berusaha memperbaikinya. Masalah dia dan istrinya akan semakin membesar jika benar istrinya menangis dan kacau karena ini.

"Terimakasih atas informasinya pak. Bapak bisa keluar sekarang" Pak Maman mengangguk kemudian izin pergi meninggalkan ruangan pria itu.

Arsen mencoba menghubungi orang tuanya. Tapi mami dan papinya itu tidak mengangkatnya. Pria itu mencoba menghubungi mertuanya. Dering ketiga mama mertuanya itu segera mengangkatnya.

"Hallo.. Ada apa Arsen?" Tanya wanita paruh baya disebrang sana.

"Mama dan papa baik-baik ajakan?" Tanya Arsen mencoba memastikan apa yang membuat istrinya menangis.

"Kamu ini, iya kita baik-baik aja kok. Kenapa nak?"

"Kaira lagi sama mama gak ma?" Arsen menggigit bibirnya. Pria itu gugup entah kenapa.

"Enggak nak. Tadi dua jam yang lalu Kaira telfon mama katanya dia lagi di jalan mau ke kantor kamu. Emang belum nyampe anaknya?"

"Aah.. Emm udah ma. Iya udah kok tapi Kaira udah pulang lagi ma, Arsen coba telfon gak bisa, jadi Arsen coba telfon mama"

"Kenapa kamu kangen lagi ya" Goda mama mertuanya dengan kekehan di sebrang sana "Coba telfon aja bibi di rumah Sen"

"Iya ma coba Arsen telfon bibi dulu ya. Selamat siang ma"

"Selamat siang nak"

Arsen menghela nafasnya. Dia meminta maaf dalam hati karena telah membohongi mertuanya. Pria itu kembali mencoba menelfon kedua orang tuanya. Tapi lagi-lagi kedua orang tuanya tidak mengangkat panggilannya.

———

Arsen memasuki rumah. Setelah satu jam mencoba menghubungi Kaira dan kedua orang tuanya Arsen memutuskan untuk pulang. Pria itu memanggil istrinya dan bi Yanah. Tidak ada sahutan dari kedua wanita itu Arsen berlari menuju kamar istrinya.

"Kaira" Panggil Arsen membuka pintu kamarnya.

Mata pria itu menatap meja rias istrinya yang bersih tanpa make up milik Kaira. Berjalan membuka lemari pakaian Kaira.

Kosong

Arsen terduduk di depan lemari Kaira yang terbuka. Mengusap wajahnya kasar. Meyakinkan dirinya kalau istrinya tidak pergi kemanapun. Wanita itu hanya memindahkan barang-barangnya ke kamar pria itu.

Pria itu berjalan menuju kamarnya berharap Kaira benar-benar memindahkan barang-barangnya kedalam lemari pakaian di kamar miliknya. Arsen kembali kecewa ketika melihat tidak ada tanda-tanda istrinya memindahkan pakaiannya.

Arsen mengambil ponselnya masih mencoba mengubungi ponsel Kaira dan kedua orang tuanya. Dia yakin maminya tahu dimana Kaira. Wanita paruh baya itu lebih tahu segalanya tentang Kaira daripada dirinya.

Suara langkah kaki terdengar menuju ke kamarnya. Arsen mendongakkan kepalanya. Senyum tipis muncul di sudut bibirnya ketika melihat maminya berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Mi.. "

"Mami kecewa sama Arsen" Ucap Ratih membuat Arsen menggeleng, dia tidak bisa mendengar perkataan maminya seperti itu. Kalau maminya sudah berkata seperti itu berarti dia sudah melakukan sesuatu yang keterlaluan.

Ratih mengambil ponselnya dari handbagnya. Kemudian mengeluarkan ponsel model keluaran terbaru itu. Menghidupkan rekaman dari ponselnya yang sukses membuat Arsen menegang.

"Hikkss Ka Arsen bi, dia selingkuh. Ka Arsen melakukan hubungan suami istri dengan wanita lain di kantornya—"

"Mi, aku gak ngelakuin itu" Potong Arsen. Ratih memberi isyarat kepada Arsen untuk diam.

"Kak Arsen seharusnya nolak perjodohan ini bi kalau dia tidak pernah bisa mencintai aku Hikkss.. Sakit bi" Setelah itu ada suara Kaira memukul dadanya dan Yanah yang berusaha menghentikan Kaira.

Ratih kembali mendengarkan rekaman Kaira yang dikirim oleh Yanah "Aku takut sama Ka Arsen bi. Aku gak tau itu pemerkosaan atau bukan tapi dia ngelakuin itu dengan kasar. Aku sedikit maklum karena dia mungkin terbawa alkohol, tapi dia sebut wanita lain saat pelepasan dia bi. Sakit Hikkss"

Arsen memukul dadanya, sesak. Dia merasa sangat bodoh karena telah membuat wanita yang dia cintai menangis seperti itu. Air mata pria itu mengalir mendengar betapa tersiksanya istrinya itu dengan perlakuannya.

"Masih banyak rekaman yang bibi kirim ke mami. Jangan salahin bi Yanah, karena mami yang minta dia buat ngerekam apapun yang di curhatkan oleh Kaira kepadanya"

Kaira sangat dekat dengan Yanah. Sehingga dia akan menceritakan semua yang dia rasakan. Ratih bersyukur karena menantunya itu mau bercerita. Jika tidak, dia tidak akan tahu apa yang di lakukan anaknya itu.

"Mami gak bisa bayangin orang yang mami cinta ngelakuin hal keji kaya gitu ke mami. Mami mending cerai daripada diperlakukan buruk sama suami mami. Toh cinta gak harus memiliki. Gimana malam pertama kamu, kamu puas udah buat Kaira seperti wanita murahan" Arsen hanya menangis mendengar perkataan Ratih. Pria itu tidak bisa menjawab karena percuma dia mengelak, semua yang dikatakan maminya benar.

Arsen benar-benar pria brengsek merebut kesucian istrinya dengan paksa "Maaf mi.. hikkss"

"Bukan minta maaf ke mami tapi ke Kaira. Kalau mami jadi Kaira mami gak akan maafin suami yang dengan brengseknya ngambil kesucian mami terus pelepasan nyebut nama perempuan lain"

"Enggak mi. Aku gak nyebut wanita lain"

"Kamu mabok, kamu gak tahu" Ratih memasukkan ponselnya kedalam tasnya.

"Mau kamu apa Arsen? Mami udah setuju dengan kamu yang meminta menikahkan kamu dengan Kaira dengan skenario kamu seolah-olah ini adalah perjodohan. Kamu cinta gak sih sama Kaira!" Ratih menatap dengan marah putranya itu.

"Cinta mi" Jawab Arsen masih dengan tangisnya.

"Kamu cinta tapi kenapa kamu ngebuat dia nangis kaya gitu. Kamu masih percaya dengan foto-foto itu? Jangan bilang kamu nikahin Kaira karena balas dendam?" Ratih memincingkan matanya menatap Arsen yang mengusap rambutnya kasar. Anaknya itu terlihat kacau.

"Oke Arsen ngaku, awalnya iya mi. Arsen ingin balas dendam dengan Kaira tapi satu bulan lebih setelah menikah Arsen tahu kalau itu semua rekayasa Jasmin dan adiknya" Penjelasan Arsen membuat Ratih menutup mulutnya syok. Dia fikir anaknya itu sudah melupakan masalah foto tentang Kaira dan seorang pria saat memutuskan untuk menikahi Kaira.

"Kalaupun foto itu real. Kamu gak bisa balas dendam kaya gitu ke Kaira. Kamu lupa kamu bukan siapa-siapa dia, kamu hanya sahabatnya Arsen. Kamu punya kekasih, Kaira tidak melarang kamu kan. Dia tidak melabrak Jasmin agar menjauhi kamu. Seharusnya kamu juga begitu, kamu ikhlas—"

"Aku gak terima kalau Kaira sama pria lain. Aku cinta sama dia mi. Aku gak cinta sama Jasmin. Mami tahu itu kan"

"Arsen kamu egois" Ratih menatap Arsen dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kalau tahu kamu mau balas dendam. Mami gak akan mau ikut skenario kamu Arsen. Mami kecewa sama kamu" Ratih pergi meninggalkan Arsen yang berteriak merutuki semua kesalahannya.

"KAIRAAA!!"

avataravatar
Next chapter